Praktikum Ke I
Judul : Menentukan Tipe Iklim
Tujuan : Untuk menentukan tipe iklim berasarkan curah hujan yang terjadi di sebuah tempat, mempraktikan perhitungan penentuaan iklim berdasrkan nilai curah hujan.
Prinsip Teori
Untuk mendapatkan gambaran iklim suatudaerah dengan tepat tidak cukup hanya memperhatikan unsur-unsur cuaca ratarata saja, tetapi harus diperhatikan juga perubahannya sepanjang waktu.
a. macam-macam iklim
Terjadinya iklim yang bermacam-macam di muka bumi, disebabkan karena rotasidan revolusi bumi dan adanya perbedaan garis lintang. Beberapa macam iklimantara lain:
1. Iklim Matahari
Klasifikasi iklim matahari, didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahariyang diterima oleh permukaan bumi.
2. Iklim Kodrat
Pembagian iklim ini disesuaikan dengan batas kehidupan tumbuh-tumbuhandan sebagai batas daerah iklimnya dipergunakan garis isotherm pada bulanterpanas dan terdingin selama satu tahun.
3. Iklim Koppen
Iklim ini paling banyak dipergunakan orang. Klasifikasinya berdasarkan curahhujan dan temperatur. Koppen membagi iklim dalam 5 daerah iklim, dinyatakandengan simbol huruf.a. Iklim A (Iklim Hujan Tropis)Temperatur bulan terdingin tidak kurang dari 18oC, curah hujan tahunantinggi, rata rata lebih dari 70 cm/tahun. Tumbuhan beraneka ragam.b. Iklim B (Iklim Kering/Gurun)Terdapat di daerah gurun atau semiarid (steppa), curah hujan terendah25,5 mm/tahun. Penguapan besar.c. Iklim C (Iklim Sedang)Temperatur bulan terdingin 18oC sampai –3oC.d. Iklim D (Iklim Salju atau Mikrothermal)Suhu rata-rata bulan terpanas lebih dari 10oC, sedangkan suhu rata ratabulan terdingin – 3oC.e. Iklim E atau iklim KutubTerdapat di diderah Arctic dan Antartika. Suhu tidak pernah lebih dari10oC.
Tidak mempunyai musim panas yang benar-benar panas.Berdasarkan klasifikasi Koppen, sebagian besar wilayah Indonesia beriklimA, di daerah pegunungan beriklim C, dan di Puncak Jaya Wijaya beriklim E.Tipe iklim A dibagi menjadi 3 sub tipe yang ditandai dengan huruf kecil yaituf, w dan m sehingga terbentuk tipe iklim Af, Aw dan Am.Lihat gambar 13.a. Iklim Af adalah iklim A dengan curah hujan bulanan 60 mm. Hujansepanjang tahun.b. Iklim Aw adalah tipe iklim A yang memiliki musim kering yang panjang(Savana).c. Iklim Am adalah peralihan antara Af dan Aw. Persediaan air tanah cukupsehingga vegetasi tetap.
Iklim Schmidt-Ferguson sering disebut Q model karena didasarkan atas nilaiindeks nilai Q.(lihat tabel 4.) yang dihitung berdasarkan
rumus sebagai berikut: Q = basah bulan rata-Rata kering bulan rata-Rata x 100%
Seperti halnya metode Schmidt-Ferguson, metode Oldeman (1975) hanya memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim.
Bulan basah dan bulan kering secara berturut turut yang dikaitkan dengan pertanian untukdaerah daerah tertentu. Maka penggolongan iklimnya dikenal dengan sebutanzona agroklimat ( agro-climatic classification ). Misalnya jumlah curah hujansebesar 200 mm tiap bulan dipandang cukup untuk membudidayakan padisawah, sedangkan untuk sebagian besar palawija maka jumlah curah hujanminimal yang diperlukan adalah 100 mm tiap bulan.
Musim hujan selama 5bulan dianggap cukup untuk membudidayakan padi sawah selama satumusim. Dalam metode ini, bulan basah didefinisikan sebagai bulan yangmempunyai jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm.
Meskipunlamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis yangdigunakan, periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandangoptimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petanidapat menanam padi sebanyak 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulanbasah berurutan, maka tidak dapat membududayakan padi tanpa irigasitambahan.
Dari tinjauan di atas, Oldeman membagi 5 daerah agroklimat utama, yaitu:
A : Jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan.
B : Jika terdapat 7 – 9 bulan basah berurutan.
C : Jika terdapat 5 – 6 bulan basah berurutan
D : Jika terdapat 3 – 4 bulan basah berurutan.
E : Jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan.Bulan basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut:a. Bulan basah apabila curah hujan lebih dari 200 mm.b. Bulan lembab apabila curah hujannya 100 - 200 mm.c. Bulan kering apabila curah hujannya kurang dari 100 mm.
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan dilakukan pada :
Tanggal : maret 2011
Pukul : 8.00 wib s/d selesai
Tempat : Leb. Ilmu Tanah lantai 2
Cara Kerja
Hanya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
- Data curah hujan yang tersedia dihitung berapa banyak bulan kering (BK), bulan basah (BB), dan bulan lembab (BL) dengan menggunakan klasifikasi iklim Scmidth-Ferguson.
- Mencari rerarata bulan kering (BK), rerata bulan basah (BB) dan bulan lembab (BL) dengan menggunakan rumus.
- Lalu cari nilai Q dan kemudian dilihat segitiga penentuan tipe iklim dan dicatat hasilnya.
- Pada sistem klasifikasi iklim Oldeman, cari rerata, jumlah bulan basah (BB), bulan kering (BK) dan bulan lembab (BL).
- Data yang telah didapat tentukan tipe bulan basah dan sub divisi bulan kering berturut-turut dengan sistem klasifikasi Oldeman dan dicatat hasilnya.
Klasifikasi Iklim Oldeman
Dari data curah hujan di Cisarua, selama 10 tahun maka dapat kita ketahui tipe iklim apa yang terjadi di Cisarua tersebut, dengan kriteria:
Bulan Basah (BB) : Bulan dengan rata-rata curah hujan > 200 mm
Bulan Lembab (BL) : Bulan dengan rata-rata curah hujan 100-200 mm
Bulan Kering (BK) : Bulan dengan rata-rata curah hujan < 100 mm
Dari data curah hujan yang terjadi di Cisarua, maka dapat diketahui kapan terjadinya BB, BL dan BK dengan mencari rerata curah hujan perbulan.
- Jumlah Bulan Basah (BB) Berturut-turut adalah 1 bulan
- Jumlah Bulan Lembab (BL) Berturut-turut adalah 6 bulan
- Jumlah Bulan Kering (BK) Berturut-turut adalah 4 bulan
Lalu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tipe Utama
|
Bulan Basah Berturut-turut
|
A
B
C
D
E
|
> 9
7 – 9
5 – 6
3 – 4
< 3
|
Ternyata tipe utama iklim di Cisarua tersebut adalah E, kemudian dapat dilihat lagi pada tabel berikut.
Sub divisi
|
Bulan Kering Berturut-turut
|
1
2
3
4
|
< 2
2 – 3
4 – 6
> 6
|
Terlihat bahwa sub divisi untuk tipe iklim di Cisarua adalah 3
Tipe iklim Oldeman untuk di Cisarua adalah E3, dimana daerah ini umumnya terlalu kering mungkin hanya dapat satu kali palawija,itu pun tergantung adanya hujan.
Hasil dan Pembahasan
Tahun
|
Bulan
| |||||||||||
Jan
|
Feb
|
Mar
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agus
|
Sep
|
Okt
|
Nov
|
Des
| |
2001
|
107.4
|
45.2
|
57.7
|
131.8
|
50.6
|
30.9
|
58.4
|
44.5
|
68.8
|
64.8
|
90.2
|
183.4
|
2002
| ||||||||||||
2003
| ||||||||||||
2004
|
156
|
83.7
|
75.6
|
169
|
101.7
|
6.9
|
134.9
|
111.4
|
19
|
94.4
|
147.7
|
87.4
|
2005
|
96.5
|
192.9
|
72.3
|
138.5
|
77.1
|
31.5
|
116.8
|
19.3
|
1.2
|
122.1
|
87.9
|
113.3
|
2006
|
159
|
288
|
39.5
|
152.8
|
103.6
|
99.4
|
13.8
|
42.8
|
175.6
|
26.7
|
226.6
|
223
|
2007
|
297.3
|
256.9
|
135.2
|
163
|
186.8
|
151
|
82.5
|
126
|
122.5
|
227.4
|
92.4
|
194.4
|
2008
|
301.9
|
68.6
|
162.8
|
76.2
|
14.8
|
25.9
|
114
|
145.6
|
159.3
|
116.5
|
88.3
|
106.5
|
2009
|
89.3
|
66.7
|
106.8
|
84.8
|
32.6
|
101
|
13.7
|
99.5
|
126.8
|
96.4
|
64
|
151.3
|
2010
| ||||||||||||
Rata-rat
|
172.4
|
143.1
|
92.8
|
130.8
|
81.0
|
63.8
|
76.3
|
84.1
|
96.17
|
106.9
|
113.8
|
151.3
|
Ket
|
BL
|
BL
|
BK
|
BL
|
BK
|
BK
|
BK
|
BK
|
BK
|
BL
|
BL
|
BL
|
Tipe utama
|
E
| |||||||||||
Subdevis
|
3
| |||||||||||
Tipe Iklim
|
E3
|
Pembahasan
Dari hasil yang diperoleh dapat kesimpulkan bahwa klasifikasi sistem Scmidth-Ferguson banyak digunakan pada bidang kehutanan dan perkebunan. Sehingga kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering (BK), bulan lembab (BL) dan bulan basah (BB) nilai dari curah hujannya rendah dan penentuan tipe iklim hanya memperhatikan unsur iklim hujan dengan mempergunakan nilai Q, dari perhitungan nilai Q kemudian dapat menggunakan segitiga Scmidth-Ferguson dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun.
Dari segitiga Scmidth-Ferguson, Q = 53 menempati iklim C yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba,diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
Menurut klasifikasi Oldeman, Sub divisi untuk di Cisarua adalah 3 sedangkan tipe utama pada di Cisarua adalah tipe E, dimana daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palwija,itu pun tergantung adanya hujan.
Kesimpulan
1. Dalam menentukan tipe iklim dalam suatu daerah harus memerlukan data curah hujan bulanan paling sedikit 10 tahun.
2. Berdasarkan pertumbuhan vegetasi klasifikasi iklim dapat ditentukan dengan tiga sistem yaitu Sistem Klasifikasi Koppen, Klasifikasi Scmidth-Ferguson dan Klasifikasi Oldeman.
3. Dari segitiga Scmidth-Ferguson, Q = 53 menempati iklim C yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba,diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
4. Menurut klasifikasi Oldeman, Sub divisi untuk di Cisarua adalah 3 sedangkan tipe utama pada di Cisarua adalah tipe E, dimana daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palwija,itu pun tergantung adanya hujan.
Praktikum Ke II
Judul : Evapotranspirasi Potensial
Tujuan :Praktikan dapat memahami perhitungan Evapotranspirasi Potensial dengan berbagai metode dan data yang tersedia.
Landasan Teori
Evapotranspirasi adalah perpaduan antara evaporasi dari permukaan tanah dengan transpirasi dari tumbuh-tumbuhan. Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen utama dalam siklus hidrologi dengan kaitannya pada perhitungan ketersediaan air.
Evapotranspirasi merupakan peristiwa kehilangan air dari jaringan tanaman dan dari permukaan tanah yang dipakai sebagai tempat tumbuhnya.
Ø proses fisis yang merubah bentuk larutan atau cairan menjadi bentuk gas atau uap
Ø proses pemindahan zat cair menjadi gas dan pemindahan dari suatu permukaan ke atmosfir
Ø jumlah uap air yang diuapkan dari suatu permukaan tanah ataupun air
Faktor – factor yang mempangaruhi Evapotranspirasi adalah :
Ø Faktor permukaan
· Sifat permukaan
· Status air yang ada di permukaan
· Jenis permukaan
Ø Faktor lingkungan
· Radiasi matahari
· Suhu udara
· Kelembaban nisbi udara
· Angin
· Tekanan uap air di udara
Peristiwa kehilangan air dari jaringan tanaman dan dari permukaan tanah yang dipakai sebagai tempat tumbuhnya.Semakin tinggi Evapotranspirasi, ketersediaan air di dalam tanah akan semakin menurun.Berdasarkan sikls hidrologi, dapat dikatakan bahwa Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air pada suatu areal yang digunakan untuk evaporasi dan transpirasi dan termasuk pembentukan jaringan tumbuhan, termasuk air yang terintersepsi. Menurut Asdak (2002), evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atosfer dari dalam tanah, badan air dan vegetasi oleh adanya factor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi.
Evapotranspirasi dipengaruhi oleh banyak factor, namun factor yang mempengaruhi evapotraspirasi potensial (PET) berbeda dengan evapotraspirasi actual (AET). Evapotranspirasi potensial lebih dipengaruhi oleh factor-faktor meteorology(energy matahari, suhu, dan kelembaban ). Sedangkan, AET lebih dipengaruhi oleh factor iklim, jenis tanaman dan jenis tanah. Pengukuran ET dilakukan dengan menggunakan pan evaporation (panic evaporasi ) evapotranspirometer (Lysimeter). Evapotraspirasi (ET), baik secara potensial maupun actual juga dapat diprediksi melalui pendekatan empiris. Beberapa metode yang sering digunakan untuk prediksi ET adalah Blaney-Criddle, metode Penman, metode thornthwaite dan metode radiasi. Metode-metode tersebut bersifat manual,yaitu menggunakan beberapa data yang kemudian digunakan untuk menduga ET melalui persamaan empiris.
Rumus pendugaan Evapotranspirasi potensial menggunakan metode Blaney-Criddle
U = Kp (45,7 T + 813)
100
U : ET harian pada bulan yang dihitung
P : % jam lamanya penyinaran bulanan dalam setahun, tergantung letak lintang harian
T : temperatur (0C)
K : Koefisien pemakain konsumtif empiric bulanan
Rumus Pendugaan Evapotranspirasi potensial menggunakan metode Thornwite
PET = 1,6 (10T)a
I
PET : Evapotranspirasi bulanan (cm), belum disesuaikan
T : Suhu udara rata-rata bulanan (0C)
I :Indeks panas tahunan merupakan penjumlahan 12 indeks panas bulanan
I = ( t)1,514
5
t = Suhu
a = konstanta yang bervariasi menurut tempat dan dapat dihitung dengan persamaan berikut
a = 6,96 . 10-9I3 – 771 . 10-7I2 + 1792 . 10-5 + 49239 . 10-5
Waktu dan Tempat
Hari/Tgl : senin / maret 2011
Pukul : 10.00 wib s/d selesai
Tempat : Lab Ilmu Tanah Lantai 2
Bahan dan Metode Kerja
1. Alat dan Bahan
Ø Alat : Leptop
Ø Bahan : Data Suhu rata-rata bulanan
2. Cara Kerja
1. Buat tabel suhu rata-rata bulanan selama 7-10 bulan tergantung data yang anda miliki
2. Hitung Evapotranspirasi Potensial dengan menggunakan
A. Metode Blaney – Criddle
B. Metode thornwite
3. Gambarkan hasil dalam histograf / diagram batang
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Metode Blaney – Criddle
| ||||||||||||
Tahun
|
Bulan
| |||||||||||
Jan
|
Feb
|
Mar
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agus
|
Sept
|
Okto
|
Nop
|
Des
| |
1981
|
26.00
|
25.80
|
26.00
|
26.10
|
26.30
|
25.30
|
25.10
|
25.80
|
25.30
|
26.00
|
25.60
|
26.00
|
1982
|
11.20
|
11.10
|
11.00
|
10.80
|
10.00
|
11.20
|
10.80
|
11.40
|
12.70
|
12.43
|
10.40
|
10.00
|
1983
|
11.50
|
11.80
|
11.40
|
10.10
|
10.20
|
10.60
|
10.50
|
11.00
|
11.30
|
11.00
|
12.40
|
11.00
|
1984
|
25.60
|
25.70
|
25.90
|
25.90
|
26.30
|
26.00
|
26.00
|
25.40
|
20.40
|
25.60
|
25.50
|
25.00
|
1985
|
26.00
|
25.80
|
26.00
|
26.10
|
26.30
|
25.30
|
25.10
|
25.80
|
25.30
|
26.00
|
25.60
|
26.00
|
1986
|
26.10
|
26.20
|
25.50
|
26.40
|
26.40
|
26.10
|
25.30
|
25.40
|
25.60
|
25.50
|
25.40
|
26.00
|
1987
|
11.30
|
12.60
|
10.70
|
10.70
|
10.90
|
10.30
|
11.50
|
11.10
|
11.70
|
11.30
|
11.70
|
12.00
|
1988
|
26.20
|
26.00
|
26.30
|
26.80
|
26.70
|
26.00
|
26.00
|
25.40
|
25.40
|
26.00
|
25.20
|
26.00
|
1989
|
26.40
|
26.10
|
20.35
|
26.60
|
26.80
|
24.30
|
25.50
|
20.16
|
25.90
|
25.90
|
26.00
|
26.00
|
Rata-rata
|
21.14
|
21.23
|
20.35
|
21.06
|
21.10
|
20.57
|
20.64
|
20.16
|
20.40
|
21.08
|
20.87
|
20.89
|
K=0,75
| ||||||||||||
P
|
8.47
|
7.73
|
8.49
|
8.21
|
8.49
|
8.21
|
8.49
|
8.4
|
8.21
|
8.49
|
8.21
|
8.4
|
PET
|
113.
|
103.4
|
110.9
|
109.3
|
113.18
|
107.9
|
111.8
|
109.2
|
107.4
|
113.1
|
108.7
|
111.3
|
Rumus pendugaan Evapotranspirasi potensial menggunakan metode Blaney-Criddle
| ||||
| ||||
U : ET harian pada bulan yang dihitung
| ||||
P : % jam lamanya penyinaran bulanan dalam setahun, tergantung letak lintang harian
| ||||
T : temperatur (0C)
| ||||
K : Koefisien pemakain konsumtif empiric bulanan
| ||||
Kesimpulan
Semakin besar tekanan uap air, kelembaban udara akan semakin besar, sehingga laju penguapan menurun. Penguapan aktual semakin menurun dengan meningkatnya ketinggian tempat dari permukaan laut, sebab semakin menurunnya suhu udara, penerimaan radiasi surya dan semakin besarnya CH dan perawanan.
Semakin tinggi suhu udara akan menyebabkan kapasitas atmosfir untuk menerima uap air akan semakin besar, sehingga akan mengakibatkan semakin cepatnya aliran penguapan dari permukaan ke atmosfir. Semakin tinggi penerimaan radiasi surya di suatu tempat, penguapan yang terjadi akan semakin besar.
Praktikum Ke III
Judul : Erosivitas
Tujuan : Para praktikan diharapkan dapat memahami apa itu erosivitas
Prinsip Teori
Penanganan sumberdaya untuk pemanfaatannya memerlukan data dasar sebagai pangkal otak. Demikian pula halnya dengan pengelolaan DAS. Data dasar (baseline data) ialah sekumpulan keterangan hakiki tentang suatu masalah (matter) yang relevan dengan watak (nature) masalah itu. Data itu dapat berupa ciri (characteristic) atau terukur (measureable).
Mutu tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, karena ditentukan oleh saling tindak sejumlah sifat, dan hanya dapat diketahui, dirasakan atau dinilai dari akibat atau perwujudan (manifestation) yang ditimbulkan. Yang dimaksud dengan akibat atau perwujudan ialah tindakannya dalam mempengaruhi kecocokan sumberdaya (DAS, lahan) bagi suatu penggunaan tertentu. Taraf kepentingan nisbi tiap sifat yang menentukan suatu mutu tertentu, bergantung pada keadaan lingkungan (Brinkman dan Smyth, 1973). Misalnya, erodibilitas tanah sebagai mutu ditentukan bersama oleh faktor-faktor kemiringan dan panjang lereng, permeabilitas tanah, dan kemantapan struktur tanah. Taraf kepentingan nisbi permeabilitas tanah menjadi menonjol dalam lingkungan iklim basah. Dalam lingkungan iklim kering, yang mana erosi angin menjadi bentuk erosi pokok, tinggal kemantapan struktur tanahlah yang menjadi faktor yang menonjol.
Erosivitas hujan bersama dengan erodibilitas tanah menentukan mutu lahan yang disebut kerentanan lahan terhadap erosi air. Macam mutu yang lain antara lain kesuburan tanah, iklim, kebersihan air, keterlindasan (trafficability), dan keramah tamahan penduduk. Mutu dapat diharkatkan dengan sebutan (buruk, sedang, baik) atau dengan nilai tertentu (scoring).
Data dasar untuk pengelolaan DAS terdiri atas ciri dan mutu semua anasir atau gatra DAS yang penting dalam menentukan kemampuan (capability) DAS. Macam data yang sekurang-kurangnya harus dikumpulkan ialah:Neraca air makro (menurut iklim) dan neraca mikro (atau neraca lengas tanah menurut hidrologi lahan).
- Erosivitas hujan dan erodibilitas tanah, untuk daerah-daerah beriklim kering, erosivitas hujan diganti dengan erosivitas angin.
- Keadaan iklim hayati, yang mencakup agihannya menurut tinggi tempat dan kedudukan topografi.
- Proses fluvial dalam geomorfologi (erosi, sedimentasi, hidrolika sungai, pembentukan delta, dataran banjir, dataran interfluvial, dataran estuarin, bentukan morfologi destruktif, seperti lembah, peneplain, morfologi karst, dsb).
- Kemampuan lahan untuk pertanian, baik produktivitas maupun potensialitasnya.
- Tataguna lahan kini dan produktivitasnya, termasuk tataguna sumberdaya air kini.
- Ketercapaian wilayah dan keterlintasan.
- Kerapatan dan distribusi penduduk, laju pertambahan penduduk, mata pencaharian, kemampuan usaha, tingkat pendapatan dan kekayaan keluarga, tingkat kesehatan, dan mobilitas penduduk.
- Rata-rata dan distribusi luas lahan milik atau garapan dan tingkat penerapan teknologi.
Dari analisa dan penilaian data dasar akan diperoleh pengetahuan, kesimpulan atau petunjuk tentang :
- Tingkat peluang dan prospek pengembangan.
- Beberapa alternatif arah dan bentuk pengembangan, termasuk pertimbangan kerjasama dengan DAS tetangga dengan maksud saling mengisi.
- Macam dan jumlah masukan yang diperlukan.
- Prioritas penanganan segi-segi persoalan, baik untuk menyiapkan keadaan dan suasana yang serasi bagi memulakan (start) pembangunan yang sebenarnya, maupun untuk pentahapan pembangunan secara bernalar menurut tempat dan waktu.
Dari macam ragam data dasar yang diperlukan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan DAS harus dikerjakan secara multidisiplin. Yang diartikan dengan multidisiplin ialah suatu titik tolak pandangan atau sikap, atau kerangka pendekatan, yang memadukan berbagai bidang pengetahuan yang relevan dengan watak dan kelakuan masalah, menjadi satu sistem analitik. Agar supaya sistem analitik ini dapat berfungsi efektif, tiap-tiap bidang pengetahuan yang menjadi unsur-unsurnya diberi kedudukan tertentu di dalam kerangka kerja.
Erosivitas hujan bersama dengan erodibilitas tanah menentukan mutu lahan yang disebut kerentanan lahan terhadap erosi air. Macam mutu yang lain antara lain kesuburan tanah, iklim, kebersihan air, keterlindasan (trafficability), dan keramah tamahan penduduk. Mutu dapat diharkatkan dengan sebutan (buruk, sedang, baik) atau dengan nilai tertentu (scoring).
Data dasar untuk pengelolaan DAS terdiri atas ciri dan mutu semua anasir atau gatra DAS yang penting dalam menentukan kemampuan (capability) DAS. Macam data yang sekurang-kurangnya harus dikumpulkan ialah:Neraca air makro (menurut iklim) dan neraca mikro (atau neraca lengas tanah menurut hidrologi lahan).
- Erosivitas hujan dan erodibilitas tanah, untuk daerah-daerah beriklim kering, erosivitas hujan diganti dengan erosivitas angin.
- Keadaan iklim hayati, yang mencakup agihannya menurut tinggi tempat dan kedudukan topografi.
- Proses fluvial dalam geomorfologi (erosi, sedimentasi, hidrolika sungai, pembentukan delta, dataran banjir, dataran interfluvial, dataran estuarin, bentukan morfologi destruktif, seperti lembah, peneplain, morfologi karst, dsb).
- Kemampuan lahan untuk pertanian, baik produktivitas maupun potensialitasnya.
- Tataguna lahan kini dan produktivitasnya, termasuk tataguna sumberdaya air kini.
- Ketercapaian wilayah dan keterlintasan.
- Kerapatan dan distribusi penduduk, laju pertambahan penduduk, mata pencaharian, kemampuan usaha, tingkat pendapatan dan kekayaan keluarga, tingkat kesehatan, dan mobilitas penduduk.
- Rata-rata dan distribusi luas lahan milik atau garapan dan tingkat penerapan teknologi.
Dari analisa dan penilaian data dasar akan diperoleh pengetahuan, kesimpulan atau petunjuk tentang :
- Tingkat peluang dan prospek pengembangan.
- Beberapa alternatif arah dan bentuk pengembangan, termasuk pertimbangan kerjasama dengan DAS tetangga dengan maksud saling mengisi.
- Macam dan jumlah masukan yang diperlukan.
- Prioritas penanganan segi-segi persoalan, baik untuk menyiapkan keadaan dan suasana yang serasi bagi memulakan (start) pembangunan yang sebenarnya, maupun untuk pentahapan pembangunan secara bernalar menurut tempat dan waktu.
Dari macam ragam data dasar yang diperlukan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan DAS harus dikerjakan secara multidisiplin. Yang diartikan dengan multidisiplin ialah suatu titik tolak pandangan atau sikap, atau kerangka pendekatan, yang memadukan berbagai bidang pengetahuan yang relevan dengan watak dan kelakuan masalah, menjadi satu sistem analitik. Agar supaya sistem analitik ini dapat berfungsi efektif, tiap-tiap bidang pengetahuan yang menjadi unsur-unsurnya diberi kedudukan tertentu di dalam kerangka kerja.
Waktu dan Tempat
Hari/Tgl : senin / 23 mei-2011
Pukul : 10.00 wib s/d selesai
Tempat : Lab Ilmu Tanah Lantai 2
Bahan dan Metode Kerja
. 1. Alat dan Bahan
Ø Alat : Leptop
Ø Bahan : Data Urah Hujan Bulanan
2. Cara Kerja
1. Buat tabel Curah Hujan bulanan selama 12 bulan
2. Hitung :
Tipe Utama
Subdevisi
Tipe Iklim
Erosivitas
3. Gambarkan hasil dalam histograf / diagram batang
Hasil dan Pembahsan
Bulan
|
Curah Hujan (mm)
|
Erosivitas (EI30)
|
Januari
|
172.49
|
62807.1
|
Februari
|
143.14
|
43413.3
|
Maret
|
92.84
|
18421.8
|
April
|
130.87
|
36354.6
|
Mei
|
81.03
|
14071.3
|
Juni
|
63.8
|
8765.18
|
Juli
|
76.3
|
12491.5
|
Agustus
|
84.16
|
15167.9
|
September
|
96.17
|
19753.1
|
Oktober
|
106.9
|
24355.2
|
Nopember
|
113.87
|
27599.8
|
Desember
|
151.33
|
48469.4
|
Jumlah
|
331670
|
Kesimpulan
Erosivita tanah sebagai mutu ditentukan bersama oleh faktor-faktor kemiringan dan panjang lereng, permeabilitas tanah, dan kemantapan struktur tanah. Taraf kepentingan nisbi permeabilitas tanah menjadi menonjol dalam lingkungan iklim basah. Dalam lingkungan iklim kering, yang mana erosi angin menjadi bentuk erosi pokok, tinggal kemantapan struktur tanahlah yang menjadi faktor yang menonjol dari hasil pengamatan dat di simpulkan bahwa semakin tingggi curah hujan pada suatu tempat pada waktu tertentu maka akan semakin tinggi pula Erositasnya dan sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor kemiringan dan panjang lereng, permeabilitas tanah, dan kemantapan struktur tanah
Praktikum ke IV
Judul : Infiltrasi
Tujuan : Mengetahui laju infiltrasi yang terjadi pada air ke tanah dan ke tanaman
Mahasiswa akan mengerti dan memahami proses infiltrasi, faktor-faktor yang mempengaruhi, mampu melakukan pengukuran dan perhitungan untuk untuk analisis hidrologi suatu kawasan.
Landasan Teori
Infiltrasiadalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan aliran air di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (run off).
Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air, dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan pada permukaan tanah.
Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan aliran air di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (run off).
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Laju Infiltrasi
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah :
- Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh.
- Kelembaban tanah
- Pemampatan tanah oleh curah hujan
- Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan)
- Pemampatan oleh orang dan hewan
- Struktur tanah
- Tumbuh-tumbuhan
- Udara yang terdapat dalam tanah
- Topografi
- Intensitas hujan
- Kekasaran permukaan
- Mutu air
- Suhu udara
14. Adanya kerak di permukaan
Apabila faktor-faktor di atas dipisahkan maka akan terbagi menjadi 2 faktor pengaruh utama yaitu :
- Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk berinfiltrasi.
- Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.
Penghitungan Infiltrasi Menggunakan Rumus Horton
f = fc + ( fo - fc ) e-kt
Rumus ini berlaku apabila i > f
f = infiltration capacity at any time t
fc = the value of infiltration after it reaches a constant value
fo = infiltration capacity at the start
k = a constant
t = time from the beginning of precipitation
fc = the value of infiltration after it reaches a constant value
fo = infiltration capacity at the start
k = a constant
t = time from the beginning of precipitation
Waktu dan Tempat
Hari/Tgl : senin / maret 2011
Pukul : 10.00 wib s/d selesai
Tempat : Lab Ilmu Tanah Lantai 2
Bahan dan Metode Kerja
1. Alat dan Bahan
Ø Alat : Leptop
Ø Bahan : Data Penurunan tinggi air pada pengukuran infiltrasi pada lereng 3-8%
2. Cara Kerja
· Buat table kedalaman tanah dan waktu yang ditempuh untuk mencapai laju infiltrasi saat kedalamannya konstan
· Hitung Infiltrasi Horton dari table tersebut dengan
Rumus : f = fc + ( fo - fc ) e-kt
· Gambarkan Hasil dalam Histograf
Keterangan :
| |
Kolom
|
keterangan
|
1
|
Nomor pengamatan
|
2
|
Selisih bacaan mistar Pengukur pada Infiltrometer
|
3
|
Infiltrasi kumulatif
|
4
|
Selisih dari infiltrasi kumulatif dari setiap bacaan
|
5
|
Waktu pembacaan (selang waktu 5 menit)
|
6
|
Laju infiltrasi (kolom 2 / selang waktu)
|
7
|
kolom 6 – fc
|
8
|
Logaritma Natural dari kolom 7
|
9
|
Laju infiltrasi terduga dengan Model Horton
|
10
|
Simpangan laju Infiltrasi
|
11
|
Kumulatif infiltrasi terduga dengan Model Horton
|
12
|
Simpangan Infiltrasi Kumulatif
|
Hasil dan Pembahasan
f = fc + (fo - fc) exp (-kt)
| |||||||||||||||
F = fct - (((fo - fc)/k) exp (-kt)) + C
| |||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
| ||||
No
|
h
|
F
|
dF
|
T
|
f
|
f-fc
|
Ln(f-fc)
|
f Horton
|
SF
|
F
|
SF
| ||||
1
|
0
|
0
|
0
|
2.163959
|
4.682720695
|
0
|
0
| ||||||||
2
|
8.4
|
8.4
|
8.4
|
5
|
1.7
|
1.18
|
0.165514438
|
1.932183
|
0.063596371
|
10.22588
|
3.3338238
| ||||
3
|
7.5
|
15.9
|
7.5
|
10
|
1.5
|
1
|
0
|
1.732692
|
0.05414534
|
19.3756
|
12.079791
| ||||
4
|
6.1
|
22
|
6.1
|
15
|
1.2
|
0.72
|
-0.328504067
|
1.560987
|
0.116272419
|
27.59907
|
31.349577
| ||||
5
|
6
|
28
|
6
|
20
|
1.2
|
0.7
|
-0.356674944
|
1.4132
|
0.045454382
|
35.02531
|
49.354916
| ||||
6
|
5.5
|
33.5
|
5.5
|
25
|
1.1
|
0.6
|
-0.510825624
|
1.285999
|
0.034595557
|
41.76536
|
68.316112
| ||||
7
|
5.3
|
38.8
|
5.3
|
30
|
1.1
|
0.56
|
-0.579818495
|
1.176515
|
0.013575849
|
47.9148
|
83.079609
| ||||
8
|
5.1
|
43.9
|
5.1
|
35
|
1
|
0.52
|
-0.653926467
|
1.082282
|
0.003879077
|
53.55591
|
93.236569
| ||||
9
|
5
|
48.9
|
5
|
40
|
1
|
0.5
|
-0.693147181
|
1.001175
|
1.38055E-06
|
58.75948
|
97.209429
| ||||
10
|
4.1
|
53
|
4.1
|
45
|
0.8
|
0.32
|
-1.139434283
|
0.931365
|
0.012402229
|
63.58647
|
112.07342
| ||||
11
|
3.7
|
56.7
|
3.7
|
50
|
0.7
|
0.24
|
-1.427116356
|
0.87128
|
0.01723432
|
68.08933
|
129.71687
| ||||
12
|
3.7
|
60.4
|
3.7
|
55
|
0.7
|
0.24
|
-1.427116356
|
0.819563
|
0.006330314
|
72.31321
|
141.92451
| ||||
13
|
3.7
|
64.1
|
3.7
|
60
|
0.7
|
0.24
|
-1.427116356
|
0.775051
|
0.001228548
|
76.29696
|
148.76587
| ||||
14
|
3.6
|
67.7
|
3.6
|
65
|
0.7
|
0.22
|
-1.514127733
|
0.736738
|
0.00028017
|
80.07404
|
153.11687
| ||||
15
|
3.6
|
71.3
|
3.6
|
70
|
0.7
|
0.22
|
-1.514127733
|
0.703763
|
0.000263655
|
83.67323
|
153.09687
| ||||
16
|
3.5
|
74.8
|
3.5
|
75
|
0.7
|
0.2
|
-1.609437912
|
0.67538
|
0.000606142
|
87.11932
|
151.76553
| ||||
17
|
2.9
|
77.7
|
2.9
|
80
|
0.6
|
0.08
|
-2.525728644
|
0.650951
|
0.005034044
|
90.43362
|
162.14499
| ||||
18
|
2.9
|
80.6
|
2.9
|
85
|
0.6
|
0.08
|
-2.525728644
|
0.629925
|
0.002492479
|
93.63449
|
169.89799
| ||||
19
|
2.5
|
83.1
|
2.5
|
90
|
0.5
|
0
|
#NUM!
|
0.611827
|
0.012505334
|
96.73774
|
185.98799
| ||||
20
|
2.5
|
85.6
|
2.5
|
95
|
0.5
|
0
|
#NUM!
|
0.596251
|
0.009264179
|
99.75696
|
200.4196
| ||||
21
|
2.5
|
88.1
|
2.5
|
100
|
0.5
|
0
|
#NUM!
|
0.582844
|
0.006863073
|
102.7039
|
213.27276
| ||||
22
|
2.5
|
90.6
|
2.5
|
105
|
0.5
|
0
|
#NUM!
|
0.571304
|
0.005084289
|
105.5885
|
224.65542
| ||||
23
|
110
|
0.561372
|
0.315138631
|
108.4196
|
11754.805
| ||||||||||
24
|
115
|
0.552823
|
0.30561377
|
111.2045
|
12366.449
| ||||||||||
25
|
120
|
0.545466
|
0.297532685
|
113.9498
|
12984.556
| ||||||||||
90.6
|
0.9
|
0.966596
|
6.012114934
| ||||||||||||
Parameter Model Infiltrasi Horton
| |||||||||||||||
Parameter
|
Nilai
|
Satuan
|
Keterangan
| ||||||||||||
fc
|
0.5
|
cm/menit
| |||||||||||||
k
|
0.03
|
dari grafik
| |||||||||||||
ln(fo-fc)
|
0.5092
|
1.66395949
| |||||||||||||
fo
|
2.163959495
|
cm/menit
|
fo= EXP(0.5092)+fc
| ||||||||||||
Exp
|
3.267791624
|
Nilai mutlak dari tabel
| |||||||||||||
C
|
55.46531649
|
C=(fo-fc)/k
| |||||||||||||
tc
|
1.666666667
|
jam
| |||||||||||||
Ftc
|
102.7039
|
cm
| |||||||||||||
Kapasitas
|
61.62234
|
cm/jam
| |||||||||||||
ftc
|
100
| ||||||||||||||
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan laju infiltrasi di lapangan terhadap daerah kebun teh beberapa kesimpulan dapat diberikan di sini :
(1) Pengamatan selama minimum 90-100 menit telah menunjukkan laju infiltrasi yang sudah mulai konstan. pengukuran yang diperoleh in situ cukup handal, karena memang dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
(2) Nilai laju infiltrasi rata-rata pada tanah Kebun Teh pada percobaan ke IV dapat mencapai 0,86 per selang waktu dan 0,96 terduga dengan model Horton
Praktikum IV
Judul praktikum :Menghitung Kebutuhan Air Irigasi
Tujuan : Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menghitung kebutuhan air irigasi, mengevaluasi hasil perhitungan kebutuhan air irigasi yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk pemberian air pada masa tertentu.
Prinsip Teori
Perhitungan kebutuhan air irigasi merupakan sebuah tahapan yang sangat penting dalam perencanaan sebuah sistem irigasi. Perhitungan kebutuhan air di lapangan akan menentukan pola kebijakan pembagian sumber daya air yang tersedia untuk pemenuhan kebutuhan irigasi. Perkembangan metode perhitungan kebutuhan air irigasi di Indonesia, seharusnya makin mendekatkan angka perencanaan dengan kebutuhan sesungguhnya di lapangan, yang untunya akan bermuara pada efektifitas penggunaan sumber daya air yang tersedia.
Perkembangan metode perhitungan kebutuhan air irigasi di Indonesia sebenarnya telah mengalami beberapa kemajuan. Dimulai dengan metode perhitungan menggunakan angka pasten yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Angka pasten ini merupakan sebuah koefisien acuan untuk menentukan pemberian air selama 24 jam terus menerus untuk tiap hektar tanaman jenis tertentu dalam musim yang tertentu pula, yang berhubungan dengan ketersediaan air di saluran. Angka ini didapatkan dari penelitian secara empiris di lapangan dan sudah memperhitungkan kehilangan air di lapangan (akibat kemiringan medan) dan di saluran.
Dalam perkembangan selanjutnya, dikenai metode Faktor Palawija Relatlf yang sampai saat ini masih digunakan untuk menentukan pembagianair irigasi di Indonesia. Faktor Palawija Relatif (FPR) adalah suatu faktor pemberian air yang didasarkan pada kebutuhan air untuk palawija. Faktor ini dihitung tanpa mengikutsertakan kehilangan air. Dalam metode ini, kehilangan air dihitung setelah FPR ditentukan. Dapat dikatakan bahwa FPR sama dengan pasten dikalikan koefisien lapangan dan koetisien saluran tersier.
Pada bulan Desember 1986, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan Standar Perencanaan Irigasi yang memperkenalkan metode Net Field water Requirement (NFR) untuk merencanakan kebutuhan air irigasi. Metode ini memperhitungkan kebutuhan air untuk penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi dan rembesan, penggantian lapisan air dan curah hujan efektif Metode ini di harapkan makin mendekatkan angka perhitungan kebutuhan air irigasi dengan kenyataan pemakaian air di lapangan. Namun, metode ini masih belum digunakan untuk merencanakan kebutuhan dan pembagian air irigasi khususnya di daerah Jawa Timur. Pemakaian metode ini masih terkendala oleh terbatasnya data-data klimatologi yang diperlukan, prosedur perhitungan yang relatif lebih rumit, dan kondisi sumber daya manusia pada unit-unit pelaksana teknis daerah di Jawa Timur yang sudah terbiasa dengan metode-metode yang berkembang sebelumnya.
Adanya perkembangan di atas ditambah dengan kenyataan makin terbatasnya sumber daya air di Jawa Timur khususnya, seharusnya makin mendorong implementasi pemanfaatan sumber daya air di masa mendatang. Metode NFR sebagai upaya-upaya secara ilmiah yang dapat memperlancar metode-metode terkini salah satu metode terkini masih menyimpan banyak potensi yang perlu digali baik secara konseptual maupun dalam implementasi di lapangan.
Metode Kerja
I. Waktu dan tempat
Pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada
· Hari : Senin
· Tanggal : 6-juni-2011
· Pukul : 10.00 wib s/d selesai
· Tempat : Leb. Ilmu Tanah lantai 2
2. Alat dan bahan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah alat hitung sederhana seperti kalkulator atau leptop
b. Bahan
Bahan yang dipakai adalah data evapotraspiraso potensial, koefisien tanaman, data curah hujan efektif, data evapotraspirasi tanaman.
Cara Kerja
1. Hitunglah kebutuhan air irigasi untuk tanaman kedelai seluas 1 ha yang ditanam pada tanggal 1mei 2011 dan dipanen tanggal 29 juli 2011
2. Hitunglah kecepatan aliran setiap detik.
3. Berikut adalah data yang akan dipakai untuk perhitungan ;
Tabel 1. Data evapotraspirasi potensial dan curah hujan selama 2001 - 2010
| ||||||||||||||
Bulan
|
evapotraspirasi actual (mm/hari)
|
curah hujan (mm)
| ||||||||||||
Januari
|
3
|
279
| ||||||||||||
Februari
|
3,4
|
295
| ||||||||||||
Maret
|
3,8
|
214
| ||||||||||||
April
|
3,9
|
157
| ||||||||||||
Mei
|
4
|
11
| ||||||||||||
Juni
|
3,8
|
10
| ||||||||||||
Juli
|
4,2
|
0
| ||||||||||||
Agustus
|
4,4
|
0
| ||||||||||||
September
|
4,5
|
0
| ||||||||||||
Oktober
|
4,4
|
12
| ||||||||||||
Nopember
|
3,8
|
89
| ||||||||||||
Desember
|
3,5
|
158
| ||||||||||||
Tabel 2. koefisien tanaman (kc)
| ||||||||||||||
Bulan
|
Decade
|
Koefisien tanaman
| ||||||||||||
Mei
|
1
|
0,4
| ||||||||||||
2
|
0,4
| |||||||||||||
3
|
0,53
| |||||||||||||
Juni
|
1
|
0,79
| ||||||||||||
2
|
1,05
| |||||||||||||
3
|
1,05
| |||||||||||||
Juli
|
1
|
0,85
| ||||||||||||
2
|
0,58
| |||||||||||||
3
|
0,45
| |||||||||||||
Tabel 3. Curah hujan efektif
| ||||||||||||||
Bulan
|
Curah hujan (mm)
|
Curah hujan efektif (mm)
| ||||||||||||
Januari
|
279
|
153
| ||||||||||||
Februari
|
295
|
155
| ||||||||||||
Maret
|
214
|
143
| ||||||||||||
April
|
157
|
188
| ||||||||||||
Mei
|
11
|
11
| ||||||||||||
Juni
|
10
|
10
| ||||||||||||
Juli
|
0
|
0
| ||||||||||||
Agustus
|
0
|
0
| ||||||||||||
September
|
0
|
0
| ||||||||||||
Oktober
|
12
|
12
| ||||||||||||
Nopember
|
89
|
76
| ||||||||||||
Desember
|
158
|
116
| ||||||||||||
Perhitungan hujan efektif mengunakan rumus USBR (united state bereau of reclamation)
| |||||||
P ef= P mean x (125-0,2 Pmean)/125, UNTUK Pmean < 250 mm
| |||||||
P ef= 125+ 0,1 X P mean, UNTUK Pmean > 250 mm
| |||||||
Tabel 4. Evaportraspirasi tanaman
| |||||||
Bulan
|
Decade setiap dekade 10 hari
|
ETo (mm/hr)
|
koefisien tanaman
|
ET tanaman (mm)
|
jumlah
| ||
Mei
|
1
|
4
|
0,4
|
16
| |||
2
|
4
|
0,4
|
16
|
53,2
| |||
3
|
4
|
0,53
|
21,2
| ||||
Juni
|
1
|
3,8
|
0,79
|
30,02
| |||
2
|
3,8
|
1,05
|
39,9
|
109,82
| |||
3
|
3,8
|
1,05
|
39,9
| ||||
Juli
|
1
|
4,2
|
0,85
|
35,7
| |||
2
|
4,2
|
0,58
|
24,36
|
78,96
| |||
3
|
4,2
|
0,45
|
18,9
| ||||
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Tabel 5. Perhitungan Kebutuhan air irigasi
| ||||
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Total
| |
ET tanaman (mm)
|
53,2
|
109,82
|
78,96
| |
Curah hujan efektif (mm)
|
11
|
10
|
0
| |
Kebutuhan air irigasi (mm)
|
42,2
|
99,82
|
78,96
|
220,98
|
· KEBUTUHAN AIR
221 mm = 0,221 M =0,221 X 10000
· KECEPATAN ALIRAN
o
=
2. Pembahasan
1. Hitunglah kebutuhan air irigasi untuk tanaman kedelai seluas 1 ha yang ditanam pada tanggal 1mei 2011 dan dipanen tanggal 29 juli 2011 ?
Maka setelah dilakukan perhitungan didapat sebagai kebutuhan air yag dibuhtukan selama masa tanam kedelai !
2. Hitunglah kecepatan aliran setiap detik. ?
Dari perhitungan kebutuhan air yang dibuhtukan sebanyak selanjutnya kita membagi untuk setiap detiknya selama masa tumbuh dengan membaginya dengan 86400 sekon, dan didapat yakni air yang diberikan tiap detiknya.
Kesimpulan
Air adalah aktor pendukung kehidupan sehingga kebijakan dalam pengunaanya pun ditutut seefisien mungkin dan efektif, sehingga perlulah kita mengetahui air yang terpakai untuk tanaman yang paling efektif sehingga dapat menghemat air pada daerah kering khususnya.
Pertania merupakan salah satu mata penjarian rakyat yang juga tergantung oleh alam sehingga kelangsungan dan kelestarian lingkungan menjadi harapan masa depan, bijak dalam pengunaan air juga ikut menjaga alam ini.
Praktikum V
Judul Praktikum : Neraca Air
Tujuan : mengetahui kebutuhan air untuk tanaman kedelai
Prinsip teori :
Bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di permukaan input) dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu. Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air (water balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (defisit). Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir ataupun kekeringan. Bencana tersebut dapat dicegah atau ditanggulangi bila dilakukan pengelolaan yang baik terhadap lahan dan lingkungannya.
Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan pertanian secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan pertanian; mengatur jadwal tanam dan panen; mengatur pemberian air irigasi dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan diperlukan data masukan yaitu curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP). Nilai-nilai yang diperoleh dari analisis neraca air lahan ini adalah harga-harga dengan asumsi-asumsi : (1) lahan datar tertutup vegetasi rumput, (2) lahan berupa tanah dimana air yang masuk pada tanah tersebut hanya berasal dari curah hujan saja dan (3) keadaan profil tanah homogen sehingga KL dan TLP mewakili seluruh lapisan dan hamparan tanah.
Tingkat ketersediaan air tanah di suatu tempat ditentukan berdasarkan tanah sedalam jelejah akar tanaman, yaitu antara 0% (pada titik layu permanen) dan 100% (pada kapasitas lapang), dengan asumsi bahwa di tempat tersebut merupakan lahan tadah hujan (tidak ada irigasi).
Tingkat ketersediaan air tanah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Tingkat ketersediaan air tanah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
- Cukup : Kadar air sedalam jelajah akar tanaman >60%
- Sedang : Kadar air sedalam jelajah akar tanaman 40% - 60%
- Kurang : Kadar air sedalam jelajah akar tanaman <40 span="">40>
Waktu dan tempat
I. Waktu dan tempat
Pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada
· Hari : Senin
· Tanggal : 13 -juni-2011
· Pukul : 10.00 wib s/d selesai
· Tempat : Leb. Ilmu Tanah lantai 2
Cara Kerja
- Tentukan kadar air awal (W0) yaitu kadar air kapasitas lapang dengan rumus
W0 = W KL = 10 X D X KAKL (% volume) Selain terjadi pada Wo kadar air kapasitas lapang ini juga terjadi pada W6, W11, W17, W21, dan W31.
- Tentukan kadar air kritis (KW) dengan rumus
Ó¨k = KAKL (% Volume)- x p x (KAKL – KATLP, % volume)
Wk = 10 x D x Ó¨k
- Hitung banyaknya aliran permukaan jika terjadi hujan
- hitung neraca air setiap hari, dari W1 sampai dengan W31 dengan rumus
Wi = Wo + P+ I +Ge – ETc – RO – Drain
- Hitung banyaknya perkolasi atau drain selama 2 hari (hari ke 4,5, 15, dan 16) jika setelah turun hujan kadar air tanah melebihi kadar air kapasitas lapang
- hitung banyaknya air irigasi yang harus ditambahkan pad hari ke 10, 20, dan 30 agar kadar air mencapai kapasitas lapang pada hari ke 11, 21 dan 31
- hitung kecepatan air irigasi yang harus ditambahkan pada hari ke 10,20 dan 30.
Hasil dan Pembahasan
Tabel neraca air harian selama satu bulan didaerah perakaran tanaman kedelai pada tanah berlempung
| ||||||||
Hari ke
|
Wi (mm)
|
P (mm)
|
I (mm)
|
Ge(mm)
|
Etc (mm)
|
RO (mm)
|
Drain (mm)
|
Wi+1 (mm)
|
1
|
155
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
153
|
2
|
153
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
151
|
3
|
151
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
149
|
4
|
149
|
20
|
0
|
0
|
2
|
2
|
4
|
161
|
5
|
161
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
4
|
155
|
6
|
155
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
153
|
7
|
153
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
151
|
8
|
151
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
149
|
9
|
149
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
147
|
10
|
147
|
0
|
10
|
0
|
2
|
0
|
0
|
155
|
11
|
155
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
153
|
12
|
153
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
151
|
13
|
151
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
149
|
14
|
149
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
147
|
15
|
147
|
20
|
0
|
0
|
2
|
2
|
3
|
160
|
16
|
160
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
3
|
155
|
17
|
155
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
153
|
18
|
153
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
151
|
19
|
151
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
149
|
20
|
149
|
0
|
8
|
0
|
2
|
0
|
0
|
155
|
21
|
155
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
153
|
22
|
153
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
151
|
23
|
151
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
149
|
24
|
149
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
147
|
25
|
147
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
145
|
26
|
145
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
143
|
27
|
143
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
141
|
28
|
141
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
139
|
29
|
139
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
137
|
30
|
137
|
0
|
20
|
0
|
2
|
0
|
0
|
155
|
31
|
155
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
| |
Kecepatan aliran adalah
|
0.014188
|
L/Detik
|
Kesimpulan
Kadar air yang berada dalam kapasitas lapang adalah sebanyaknya 155 mm, neraca air pada hari ke 10 dibuhtukan air irigasi sebanyak 10mm, sedangkan untuk hari ke 20 penambahan air irigasi diberikan sebanyak 8 mm, dan untuk hari ke 30 diberikan air sebanyak 20 mm pada lahan seluas 1 ha. Kecepatan yang diperkan untuk mengaliri lahan adalah sebesar 0.014188 L/detik
Daftar Pustaka
AAK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Yogyakarta.
Handoko, 1983. Klimatologi Dasar, Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-Unsur Iklim. IPB. Bogor.
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/05/faktor-faktor-penentu-evapotranspirasi.html
http://www.scribd.com/doc/25352755/Tabel-Perhitungan-Evapotranspirasi-Potensial-Dengan-Metode-Penmann
http://crocodilusdaratensis.wordpress.com/2010/10/10/evapotranspirasi/
http://www.google.co.id/#sclient=psy&hl=id&site=&source=hp&q=Laju+Erosivitas+terduga+model+Horton&aq=o&aqi=&aql=&oq=&fp=e4d41ea996efc835
http://www.google.co.id/#sclient=psy&hl=id&site=&source=hp&q=Laju+infiltrasi+terduga+model+Horton&aq=o&aqi=&aql=&oq=&fp=1&cad=b
http://www.google.co.id/#sclient=psy&hl=id&site=&source=hp&q=Laju+infiltrasi+terduga+model+Horton&aq=o&aqi=&aql=&oq=&fp=e4d41ea996efc835
Masukkan Komentar di bawah