Peningkatan
Keragaman Tanaman Sukun (Artocarpus communis) melalui Kultur In Vitro dan Irradiasi
Sinar Gamma dalam Upaya Mendapatkan Klon Unggul
Netti Herawati, Benni
Satria, Reni Mayerni dan Ardi*)
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ZPT
Auksin dan Sitokinin yang terbaik untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
eksplan tanaman
sukun membentuk sebagai sumber plasma nutfah, dan mendapatkan konsentrasi zat osmotikum dan
retardan yang terbaik pada media kultur untuk menghambat pertumbuhan tunas
plantlet pisang dalam usaha konservasi plasma nutfah secara in vitro.
Percobaan ini
terdiri dari dua tahap. Percobaan tahap pertama mengunakan rancangan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana media kultur yang digunakan adalah Media MS. Kombinasi
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diperlakukan pada media kultur adalah : A)
1,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0, 10
pprn Kinetin ; B). 2,00 ppm 2,4-D
+ 1,75 ppm BAP + 0, 10 pprn. Kinetin; C). 3,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0, 10
pprn Kinetin; D).1,00 ppm 2,4-D + 3,5
ppm BAP + 0, 10 ppm Kinetin; E). 2,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm
BAP + 0, 10 ppm Kinetin; F). 3,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm. BAP + 0, 10 ppm
Kinetin, sehingga ada 18 macam kombinasi
perlakuaan, tiap kombinasi perlakuan
terdiri dari 3 ulangan.
Percobaan tahap kedua merupakan percobaan tahap
mendapatkan dosis irradiasi sinar gamma yang sesuai dengan LD 50 = ED 50.
Dimana kalus,tunas, dan plantlet hasil percobaan tahap I di irradiasi dengan
sinar gamma pada berbagai dosis. Adapun dosis radiasi yaitu : 1).0,00 Gy;
2).15,00Gy; 3).30,00 Gy;4).45,00 Gy; 5).60,00 Gy; 6).75,00 Gy; dan 7).90,00 Gy. Penelitian inii dilakuka di laboratorium
Radioisotop Batan Pasar Jum’at. Tiap
satuan percobaan diulang 3 kali, dan menggunakan 25 eksplan per observasi,
sehingga diperoleh 600 unit satuan
percobaan. MS yang diperkaya dengan 3,00 ppm 2,4-D. Selanjutnya kalus
yang terbentuk disubkultur 5 kali pada media MS dengan konsentrasi 2,4-D 3,00
ppm. Data hasil pengamatan
dianalisis dengan sidik ragam, dan bagi yang berbeda nyata dilanjutkan uji
Duncan Multiple New Range Test (DMNRT) pada taraf nyata 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi 2,00 ppm 2,4-D
+ 1,75 ppm BAP + 0,10 ppm
Kinetin pada media MS menunjukkan
hasil yang tertinggi dalam mendorong
eksplan yang hidup, mengalami pencoklatan yang terendah, saat terbentuk
kalus tercepat, persentase eksplan membentuk kalus tertinggi, persentase
terjadinya keragaman somaklonal kalus dan selanjutnya pada kombinasi
konsentrasi 1,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm Bap + 0,10 ppm Kinetin pada Media MS
menunjukkan persentase eksplan membentuk shootlet tertinggi. Selanjutnya hasil percobaan tersebut sebelum
diperlakukan pada percobaan tahap dua yaitu tahap peningkatan keragaman
somaklonal hasil in vitro dengan
irradiasi sinar gamma, terjadi bencana gempa bumi sehingga seluruh materi
percobaan hasil penelitian tahap 1 tidak dapat digunakan karena seluruh
jaringan eksplan mengalami kematian. Selanjutnya karena lampu mengalami
pemadaman selama sebulan pasca gempa maka peneliti mencoba melakukan kembali
percobaan dari awal pada bulan Oktober tetapi hasilnya sampai bulan November
belum dapat digunakan untuk penelitian tahap kedua. Peneliti tetap akan
menyelesaikan penelitian tahap kedua nantinya. Hasil penelitian tahun pertama
ini nantinya dapat digunakan untuk penelitian pada tahun kedua.
Kata-kata kunci : eksplan,Shootlet, in vitro, 2,4-D, BAP, Kinetin, Somaklonal
*). Tim
Peneliti Hibah Penelitian Strategis Nasional dan Dosen Fakultas Pertanian Unand
1. Pendahuluan
Sukun (Artocarpus
communis) merupakan salah satu tanaman alternatif dalam pengembangan
diversivikasi pangan sehingga tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras dapat
dikurangi, disamping itu dapat membantu meningkatkan produktivitas lahan kering
dan dapat dijadikan tanaman penghijauan untuk mencegah erosi.
Produktivitas dan kualitas hasil sangat tergantung pada bahan tanaman
yang digunakan. Makin baik bahan tanaman makin tinggi produksi dan kualitas
hasil yang diperoleh. Sampai saat ini bibit sukun diperbanyak melalui cangkok
dan trubusan akar, mengingat sukun tidak mempunyai biji, sehingga persentase
tumbuh bibit dari hasil perbanyakkan
vegetatif konvensional sangat
rendah. Disamping itu kurangnya
dilakukan peremajaan tanaman, dan banyaknya pohon sukun telah tua ditebang
orang, sehingga bila tidak dilestarikan tanaman ini terancam akan punah.
Persoalan utama yang dihadapi pada tanaman sukun adalah keragaman
genetiknya rendah, hal ini dapat
dilihat dari spesies tanaman sukun hanya
satu jenis, disamping itu tanaman ini tidak memiliki biji. Persoalan lain yang
dihadapi pada tanaman sukun adalah
produktivitas hasilnya rendah baik pada lahan subur apalagi pada lahan
marginal.
Tanaman sukun selama ini belum ada dilakukan usaha pemuliaan dalam upaya
meningkatkan keragaman genetik guna memperoleh karakter-karakter yang
diharapkan nantinya seperti tanaman dengan perakaran efektif dan banyak, toleran
berbagai cekaman lingkungan ,umur genjah, lebat dan berkualitas.
Dalam menghadapi permasalahan di atas maka penerapan metoda
pemuliaan melalui kultur in vitro
dan irradiasi sinar gamma , merupakan salah satu alternatif yang dapat
diusahakan.
Tujuan Penelitian adalah: Mendapatkan konsentrasi
2,4-D yang tepat guna
meningkatkan keraman somaklonal dan Mendapat dosis
irradiasi sinar gamma guna meningkatkan keragaman genetik pada LD 50 = ED 50.
Teknik kultur in
vitro tanaman sukun, dapat menyediakan bibit dalam jumlah banyak pada waktu
yang singkat tanpa merusak pohon induk, tidak tergantung pada musim, bibit yang
dihasilkan bebas hama dan penyakit sistemik dan yang paling penting bagi
pemuliaan adalah adanya kemungkinan untuk mendapatkan keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal sukun
melalui perlakuan 2,4-D dapat timbul dalam frekwensi yang rendah, tetapi sebagian
besar keragaman yang timbul berasal dari dari keragaman genetik yang terjadi di
dalam in vitro pada fase kalus,terutama apabila fase kalus diperpanjang.
Shepard (1982) mengatakan keragaman
somaklonal dalam perbanyakan vegetatif tebu melalui kultur in vitro akan muncul
sekalipun dalam frekwensi yang rendah, sebagai akibat penggunaan bahan kimia
murni ataupun lingkungan terkendali mengalami gangguan,terutama melalui fase
pertumbuhan kalus dan relatif panjang (George dan Sherrington, 1984; Hartman
dan Kester, 1983; Satria,Fauza dan Kasli, 1998).
Keragaman ini dapat dimanfaatkan melalui sifat spesifik
yang menguntungkan seperti : tahan terhadap penyakit tertentu, kemungkinan pertumbuhan lebih
cepat, dan mempunyai penampilan anatomi dan morfologi yang beragam.
Seperti halnya pekerjaan in vitro,
dalam kultur in vitro juga dapat menggunakan induksi dari luar. Dimana keragaman somaklonal yang timbul tidak
hanya mengandalkan dari kultur secara spontan juga dapat ditingkatkan melalui
induksi mutasi buatan dengan menggunakan mutagen, baik secara kimia maupun
fisika.
Mutasi buatan merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat agronomi melalui
modifikasi bahan-bahan genetis tanaman sehingga ada kemungkinan menghasilkan
keragaman genotipe diantara tanaman yang dimutasi.
Untuk mendapatkan individu tanaman
dengan komposisi genetik unggul yang diharapkan maka populasi dasar mutan-mutan tersebut nantinya perlu diseleksi
melalui serangkaian pengujian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang
dikehendaki.
Seperti hasil pengujian mutan kedelai M1 dan M6
toleran masam pada tanah ultisol secara in vivo, menunjukkan adanya
kelompok genotipe mutan M5 dan M6 yang memiliki kemampuan
berproduksi lebih tinggi dibandingkan tetuanya (Ardi, Jamsari, Satria, dan
Latifah, 1993 - 1998).
Aswaldi tahun 1998 cit . Satria,
Dwipa, dan Jamsari, 1999 ) melaporkan bahwa penginduksian mutasi pada eksplan
batang dan buku tanaman ubi jalar menghendaki dosis irradiasi yang rendah (£ 5
Gy) dan teknik pengkombinasian irradiasi dengan kultur in vitro dapat
memperpendek waktu yang dibutuhkan dalam pemuliaan ubi jalar.
Wattimena (1998) melaporkan
bahwa eksplan kalus yang berasal dari daun kentang setelah diirradiasi sinar
gamma pada dosis 5 Gy, ternyata dapat mendorong pertumbuhan, kalus, rootlet,
berat rootlet, dan inisisasi shootlet dan plantlet. Pertumbuhan kalus pada media MS dengan 1 mg/l
NAA, 2 mg/l IAA dan 0.01 mg/l BA, toleran terhadap dosis radiasi yang lebih
tinggi sampai 30 Gy.
Selanjutnya Fauza (2003) melaporkan bahwa aplikasi sinar gamma
dengan dosis 1, 2, dan 3 krad pada benih dapat meningkatkan kergaman genetik
tanaman manggis, dan irradisi snar gamma dengan dosisi 1 krad memperlihatkan
variabilitas genetik yang lebih luas berdasarkan profil pola pita DNA hasil analisis
RAPD.
2. Metode Penelitian
2.1. Tempat dan waktu
Percobaan ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kultur
Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas andalas;
Laboratorium Batan Pasar Jum’at,Jakarta ; Laboratorium Bioteknologi,Genetika
dan Pemuliaan Tanaman Faperta Unand; Rumah setengah bayang dan Kebun Percobaan
Fakultas Pertanian Unand Padang. Percobaan ini direncanakan berlangsung selama tiga
(3) tahun; Penelitian ini dimulai Februari 2009 sampai Desember 2011 (Penelitian tahun pertama
sampai tahun ketiga). Bagan alur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 dan jadwal penelitian terlampir pada
Lampiran 1.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tunas sukun, sebagai
sumber eksplan untuk kultur in vitro yang diambil dari daerah Padang
Pariaman; kalus,tunas, dan plantlet sebagai sumber bahan tanam untuk
dirradiasi sinar gamma; medium MS, B5 dan WPM(Lampiran 2, 3, dan 4 ), agar
difco sebagai bahan pemadat 7 g/l media, sebagai sumber energi digunakan
sukrosa 20 g/l media (untuk penelitian tahap I), sukrosa 15 g/l media (untuk
penelitian tahap regenerasi), sukrosa 10 g/l media (untuk penelitian tahap
subkultur). Zat pengatur tumbuh yang
digunakan 2,4-D, NAA, BAP dan Kinetin (sesuai dengan perlakukan); mutan kalus,
tunas dan plantlet hasil irrradiasi sinar gamma.
Penggunaan irradiasi sinar gamma sesuai dengan dosis perlakuan yang
diberikan,dan senyawa fenol digunakan arang aktif 2 g/l media. Bahan-bahan sterilan yang digunakan adalah
Tween 20, Agrimycin, Benlate, alkohol 90 %, dan 70 %, Na-hypoklorit, asam
ascorbit, dan aquades steril, sedangkan untuk uji kromosom digunakan zat
pewarna, selanjutnya uji keragaman genotipe
(uji isozim) digunakan bahan buffer gel, buffer elektroda, buffer
ekstraksi, gel pati, ekstraksi enzim, elektroforesis, pewarna, test
kromosom,dan seluruh bahan dan alat yang digunakan untuk analisis keragaman
genetik (RAPD).
Pada tahap aklimatisasi di seed bed , polibag dan di kebun percobaan
digunakan campuran media aklimatisasi (v/v) yaitu : tanah, pasir, pupuk kandang,dan sekam (sesuai dengan
perlakukan). Sebagai desinfektan adalah
Curater 3G. Pemakaian pupuk dasar yaitu
pupuk Urea, SP-36, dan KCl dilakukan setelah bibit sukun dipindahkan ke kebun
percobaan.
Alat-alat yang digunakan meliputi antara lain: timbangan analitik,
gelaspiala, gelas ukur, labu ukur, corong gelas, kertas saring, pemanas
elektrik, alat suntik, aluminum foil, pH meter, botol semprot, hand sprayer,
pipet isap, bola isap, pinset, scalpel, gunting, petridish, botol kultur,
pemanas elektrik, oven, lemaries, autoklave, elektroforesis, alat irradiasi
sinar gamma, Laminar Air Flow Cabinet, bola lampu, AC, rak kultur, seed bed,
polibag, cangkul, sprayer, RAPD dan lain-lain.
3.3. Perlakuan
a. Tahap I : Mendapatkan metode baku kultur in vitro
Percobaan merupakan tahap
mendapatkan metode baku kultur in vitro yang tepat guna
meningkatkan keragaman somaklonal tanaman sukun.
Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan kombinasi konsentrasi zat
pengatur tumbuh 2,4-D, BAP dan Kinetin yang terdiri dari 6 taraf,yaitu : A)
1,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0, 10
pprn Kinetin; B). 2,00 ppm 2,4-D
+ 1,75 ppm BAP + 0, 10 pprn. Kinetin; C). 3,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0, 10
pprn Kinetin; D).1,00 ppm 2,4-D + 3,5
ppm BAP + 0, 10 ppm Kinetin; E). 2,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm
BAP + 0, 10 ppm Kinetin; F). 3,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm. BAP + 0, 10 ppm
Kinetin, sehingga ada 18 macam kombinasi
perlakuaan.
Tiap kombinasi perlakuan terdiri
dari 3 ulangan,masing-masing ulangan terdiri dari 17 botol
kultur sehingga jumlah satuan unit percobaan seluruhnya adalah 918 botol
kultur, dan hasill kultur eskplan tunas
sukun berupa kalus dilakukan subkultur 5 kali pada media MS yang diperkaya
dengan 3,00 ppm 2,4-D. Selanjutnya kalus yang telah disubkultur 5 kali dilihat
keragaman somaklonal melalui seleksi karakter dan pengamatan penampilan
morfologis. Data hasil pengamatan
dianalisis dengan sidik ragam, dan bagi yang berbeda nyata dilanjutkan uji
Duncan Multiple New Range Test (DMNRT) pada taraf nyata 5 %
Penelitian ini dilakukan di
laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan laboratorium Bioteknologi,Genetika
dan Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unand.
b. Tahap II :
Irradiasi sinar gamma dan regenerasi mutan sukun
Percobaan
ini merupakan tahap mendapatkan dosis irradiasi sinar gamma yang sesuai dengan
LD 50 = ED 50. Dimana kalus,tunas, dan plantlet hasil penelitian tahap I di
irradiasi dengan sinar gamma pada
berbagai dosis. Adapun dosis radiasi
yaitu : 1).0,00 Gy; 2).15,00Gy; 3).30,00 Gy;4).45,00 Gy; 5).60,00 Gy; 6).75,00 Gy; dan 7).90,00 Gy. Penelitian inii dilakuka di laboratorium
Radioisotop Batan Pasar Jum’at. Tiap
satuan percobaan diulang 3 kali, dan menggunakan 25 eksplan per observasi,
sehingga diperoleh 600 unit satuan
percobaan.
Selanjutnya bahan tanam
(kalus,tunas, dan plantlet) sukun yang telah diiradiasi dengan sinar gamma
sesuai dengan perlakuaan dilakukan sub kultur pada media WPM tanpa ZPT selama 1
minggu. Kalus mutan sukun diregenerasikan pada media WPM yang diperkaya
dengan 0,50 NAA, 0,10 ppm Kinetin dan
3,50 ppm selama 3 minggu,dan
tunas mutan sukun diregenerasikan pada media WPM yang diperkaya dengan 3,00 ppm
NAA+ 1,75 ppm BAP selama 3 minggu,dan kemudian dilakukan seleksi. Penelitian tahap ini dilakukan dii
laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, dan laboratorium Bioteknologi,Genetika
dan Pemuliaan Tanaman Jurusan BDP Fakultas Pertanian Unand, Padang.
3.4. Pelaksanaan
I. Percobaan tahap pertama
Sebelum pembuatan larutan stok dan
media kultur terlebih dahulu dilakukan sterilisasi terhadap alat-alat yang
digunakan sebagai tempat media dan botol untuk mengkulturkan eksplan. Alat-alat seperti botol kultur, dicuci dengan
diterjen, dan dibilas hingga bersih, kemudian disterilisasikan dalam autoklave
dengan tekanan 15 psi pada temperatur 121oC selama 60 menit. Botol dan petridish yang telah disterilkan disimpan
dalam oven pada suhu 70 oC dan botol siap untuk digunakan. Sedangkan alat-alat lain seperti scalpel,
pinset, pisau, dan gunting juga disterilisasikan dalam autoklave terlebih
dahulu dibungkus dengan kertas merang.
Sterilisasi Laminar Air Flow Cabinet (ruang pindah) dilakukan dengan
penyemprotan menggunakan larutan formalin dan alkohol, serta penyinaran dengan
lampu ultra violet sebelum menggunakan ruang tersebut. Sedangkan untuk ruang inkubasi disemprot setiap
hari dengan larutan alkohol.
Menimbang bahan-bahan nutrisi
(komposisi media MS seperti tertera pada Lampiran 4), selanjutnya membuat
larutan stok. Setelah bahan nutrisi
ditimbang sesuai dengan jenis media yang akan dibuat, maka larutan stok nutrisi
dikelompokkan menjadi 6 kelompok, dan 1 kelompok vitamin, 1 kelompok zat
pengatur tumbuh. Keenam kelompok nutrisi
tersebut adalah: larutan A, larutan B, LarutanC, larutan D, Larutan E, Larutan
F, dan kelompok vitamin adalah Myo-inositol, Nyacin, Pyrodoksin-HCl, dan
Thiamin-HCl, serta 1 kelompok zat pengatur tumbuh 2,4-D, NAA, Kinetin, dan BAP.
Masing-masing kelompok nutrisi
ditempatkan pada satu wadah, yaitu labu ukur ukuran 1 liter, sedangkan kelompok
vitamin dijadikan satu wadah tersendiri, yaitu dalam labu ukur ukuran 100 ml,
demikian juga dengan kelompok zat pengatur tumbuh ditempatkan pada satu wadah
tertentu.
Pembuatan media kultur dilakukan
dengan jalan mengencerkan larutan stok nutrisi dan vitamin sesuai dengan
ketentuan. Setelah larutan stok dan
vitamin tercampur rata maka dimasukkan ke dalam media kultur (sesuai
perlakukan) zat pengatur tumbuh 2,4-D,BAP dan Kinetin (sesuai dengan
perlakuan), 20 g/l media sukrosa, dan agar 7 g/l media; subkultur kalus 5 kali pada media MS + 3,00
ppm 2,4-D (penelitian tahap I) sambil diaduk rata media tersebut, lalu
dicukupkan volumenya menjadi satu liter, dengan menambahkan aquades
steril. Selanjutnya ditetapkan pH-nya
menjadi 5,8 dengan jalan menambahkan beberapa tetes larutan NaOH ataupun KCl.
Selanjutnya masing-masing campuran
media kultur tersebut dipanaskan dengan pemanas elektrik sambil diaduk terus,
menjelang mencapai titik didihdimasukan agar 7 g/l media. Setelah setiap campuran larutan media kultur
menjadi jernih, masukkan 2.0 g/l media arang aktif, selanjutnya setelah 2 menit
pemanasan dihentikan dan segera dimasukkan larutan media tersebut ke dalam
botol kultur sebanyak 10 ml per botol kultur dan mulut botol ditutup dengan
aluminum foil. Selanjutnya botol kultur
yang berisi media disterilkan dengan autoklave selama 30 menit pada tekanan 15
Psi dengan suhu 121oC.
Setelah disterilkan botol yang
berisi media kultur tersebut dikeluarkan dari dalam autoklave, kemudian
digoyang sedikit, supaya media dalam botol merata, selanjutnya diinkubasi
selama 1 minggu diruang transfer sebelum digunakan untuk penanaman bahan tanam
kultur.
Larutan stok masing media perlakukan
MS yang telah tersedia dilakukan pemipetan media dan dilakukan penambahan zat
pengatur tumbuh. Kombinasi konsentrasi
zat pengatur tumbuh yang diperlakukan pada media kultur adalah : A) 1,00 ppm
2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0, 10 pprn
Kinetin; B). 2,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm
BAP + 0, 10 pprn. Kinetin; C). 3,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0, 10 pprn
Kinetin; D).1,00 ppm 2,4-D + 3,5 ppm BAP
+ 0, 10 ppm Kinetin; E). 2,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm BAP + 0, 10 ppm Kinetin;
F). 3,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm. BAP + 0, 10 ppm Kinetin, kemudian dilakukan sterilisasi media dan diinkubsi
selama 1 minggu.
Sumber bahan eksplan yang berasal dari tunas sukun dilakukan seleksi
terlebih dahulu, tunas yang lolos seleksi disterilisasikan dengan jalan
perendaman secara berturut-turut kedalam
larutan : Tween 20 0.05 % (selama 2 menit), Benlate 0.01 g +Streptomycin 0.05 g
(15 menit), asam askorbit 0.50 g (30 menit), Na-Hypoklorit 20 % (2 menit),
alkohol 70 % (beberapa detik), dan dibilas satu kali dengan aquades steril
(Satria,2005). Tunas yang telah
disterilkan dikulturkan pada media berbagai media kultur MS yang diperkaya
dengan kombinasi konsentrasi 2,4-D,BAP, dan Kinetin (sesuai perlakukan) sukrosa
20 g/l media, dan 7 g/l media agar. Seleksi dan pengamatan keragaman
somaklonalnya dilakukan dengan jalan pengamatan penampilan morfologis seperti
bentuk kalus,daun, perakaran, dan pertumbuhan bibit mutan.
Eskplan tunas sukun yang membentuk kalus dilakukan setelah 3
bulan disubkultur 4 kali pada media MS
yang diperkaya dengan 3,00 ppm 2,4-D, dengan frekwensi sub kultur 3 minggu
sekali. Selanjutnya kalus yang telah disubkultur 3 kali selama 12 minggu, dilihat keragaman somaklonal
melalui pengamatan penampilan morfologis dan seleksikarakter genetik yang
muncul.
Setiap media kultur yang telah dibuat sebelum digunakan
ditempatkan diruang inkubasi dengan suhu
20 oC, kelembaban 85 % dan intensitas cahaya 85 -90 % yang diatur,
demikian pula dengan eskplan yang telah dikulturkan. Ruang tranfer/ruang tanam dan ruang inkubasi
sebelum digunakan disterilkan lebih dulu dengan alkohol.
Pengamatan pada percobaan I
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikulturkan dilakukan satu minggu setelah pengkulturan
eskplan, selanjutnya pengamatan dilakukan setiap hari sekali,dan pengamatan ini
berlangsung selama 3 bulan. Peubah yang
diamati meliputi : Persentase eksplan hidup; Jumlah, struktur dan warna kalus
yang terbentuk; Diameter kalus yang terbentuk; Bobot segar kalus; Persentase
eksplan membentuk shootlet; Jumlah shootlet yang terbentuk; Persentase eksplan membentuk plantlet dan
Jumlah plantlet yang terbentuk
Pengamatan pada percobaan sub kultur kalus yang dikulturkan
dilakukan satu minggu setelah sub kultur , selanjutnya pengamatan dilakukan
setiap hari sekali,dan pengamatan ini berlangsung selama 3 bulan. Pengamatan
ini dilakukan untuk melihat sejauhmana
terjadinya keragaman somaklonal. Peubah yang diamati meliputi : Persentase kalus bertahan hidup; Jumlah, struktur dan warna kalus yang
mengalami keragaman somaklonal;. Diameter kalus yang mengalami keragaman
somaklonal; Bobot segar kalus yang mengalami keragaman somaklonal; Persentase
kalus membentuk shootlet; Jumlah shootlet yang terbentuk; Persentase kalus
membentuk plantlet yang mengalami keragaman somaklonal; Jumlah plantlet yang terbentuk; Bentuk daun
dan warna daun plantlet yang mengalami keragaman somaklonal dan Kondisi akar plantlet
II. Percobaan tahap kedua
Kalus,tunas,
dan plantlet yang terbentuk pada penelitian tahap I, diiiradiasi dengan sinar gamma, sesuai dengan dosis
perlakuan masing-masing.
Selanjutnya bahan tanam
(kalus,tunas, dan plantlet) sukun yang telah diiradiasi dengan sinar gamma
sesuai dengan perlakuaan dilakukan sub kultur pada media WPM tanpa ZPT selama 1
minggu (media tersebut telah dipersiapkan sebelumnya sama seperti persaipan
media untuk kultur eksplan pada penelitian tahap pertama). Selanjutnya kalus
mutan sukun diregenerasikan pada media
WPM yang diperkaya dengan 0,50 NAA, 0,10 ppm Kinetin dan 3,50 ppm, sukrosa 20 g/l media dan agar 7
g/l selama 3 minggu,dan tunas mutan
sukun diregenerasikan pada media WPM yang diperkaya dengan 3,00 ppm NAA+ 1,75
ppm BAP selama 3 minggu,sukrosa 20 g/l media dan agar 7 g/l dan kemudian ditempatkan diruang inkubasi pada
suhu 20-25oC, pada kelembaban 80-90% dan intensitas cahaya
80-85%. Untuk tunas dan plantlet mutan
juga disub kultur dimedia sub kultur
(media WPM tanpa ZPT) bukan pada media regenerasi kalus.
Setiap media kultur yang telah dibuat sebelum digunakan
ditempatkan diruang inkubasi dengan suhu
20 oC, kelembaban 85 % dan intensitas cahaya 85 -90 % yang diatur,
demikian pula dengan kalus, tunas dan plantlet hasil perlakuan iiradiasi sinar
gamma setelah di sub kultur di inkubasikan dalam ruang steril.. Ruang tranfer/ruang tanam dan ruang inkubasi
sebelum digunakan disterilkan lebih dulu dengan alkohol.
Pengamatan pada percobaan tahap II ,yaitu percobaan irradiasi sinar
gamma dimulai 2 minggu setelah bahan
tanam (kalus,tunas,plantlet) diiradiasi.
Selanjutnya seleksi dan pengamatan dilakukan setiap hari sekali, dan
percobaan berlangsung selama 4 bulan. Peubah yang diamati meliputi : Persentase hidup mutan yang mengalami mutasi; LD 50 =
E$D 50; Jumlah mutan kalus bertahan
hidup yang mengalami mutasi;Persentase mutan shootlet bertahan hidup setelah
mengalami mutasi; Persentase mutan plantlet yang bertahan hidup setelah
mengalami mutasi; Penampilan kalus,shootlet dan plantlet yang mengalami mutasi; Panjang daun mutan bibit yang mengalami
mutasi; Lebar daun mutan bibit yang mengalami mutasi; Panjang akar mutan
plantlet yang mengalami mutasi; Panjang akar mutan bibit yang mengalami mutasi
dibandingkan dengan panjang akar bibit (kontrol)
3. Hasil dan
Pembahasan
3.1. Percobaan Tahap Pertama
1. Persentase eksplan yang hidup
Hasil sidik ragam terhadap persentase eksplan hidup selama 12 minggu akibat perlakuan
berbagai perlakuan kombinasi
konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D (Auksin), BAP dan Kinetin (Sitokinin) pada media kultur MS setelah dianalisis
secara statistik, menunjukkan pengaruh berbeda nyata setelah dilanjutkan
dengan uji DMNRT pada taraf 5 % yang
disajikan pada Tabel 1.
Tabel
1. Persentase eksplan yang hidup umur 12 minggu setelah pengkulturan
(Msp) pada beberapa kombinasi konsentrasi
2,4-D, BAP, Kinetin (%)
Kombinasi Konsentrasi
2,4-D + BAP+Kinetin
|
Rerata
|
1,00 ppm + 1,75 ppm+0,10 ppm (K1)
2,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K2)
3,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K3)
1,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K4)
2,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K5)
3,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K6)
|
55,00 c
95,00 a
78,00 b
75,00 b
72,00 b
70,00 b
|
KK = 15,67%
|
|
Angka-angka
pada lajur yang sama diikuti oleh kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut DMNRT pada taraf nyata 5 %
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kombinasi konsentrasi 2,00 ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin ( (K4)
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakukan lainn dalam hal persentase eksplan yang
hidup.
Hal ini
disebabkan karena berbagai
kombinasi konsentrasi Auksin dan Sitokinin mampu mendorong pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sehingga eksplan mempunyai kemampuan untuk dapat dapat
hidup.
Moore (1979) ; George dan Sherrington (1984) melaporkan bahwa pemberian zat
pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin pada konsentrasi rendah mampu merangsang
pertumbuhan dan perkembangan eksplan
serta mempertahankan daya hidup jaringan eksplan, tetapi pada
konsentrasi yang tinggi zat pengatur tumbuh dapat bersifat menghambat
perkembangan morfogenesisi eksplan.
Perimbangan konsentrasi zat
pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin dalam jaringan eksplan dapat meningkatkan
kemapuan hidup, pertumbuhan dan perkembangan jaringan eksplan (Satria, Dwipa,
dan Jamsari, 1999)
2. Persentase eksplan yang mengalami pencoklatan
Hasil sidik ragam terhadap persentase eksplan mengalami pencoklatan selama 12 minggu akibat perlakuan
berbagai perlakuan kombinasi
konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D (Auksin), BAP dan Kinetin (Sitokinin) pada media kultur MS setelah dianalisis
secara statistik, menunjukkan pengaruh berbeda nyata setelah dilanjutkan dengan uji DMNRT pada taraf 5 % yang disajikan pada
Tabel 2.
Tabel
2.Persentase eksplan mengalami pencoklatan umur 12 minggu setelah pengkulturan
(Msp) pada beberapa kombinasi konsentrasi
2,4-D, BAP, Kinetin(%)
Kombinasi Konsentrasi
2,4-D + BAP+Kinetin
|
Rerata
|
1,00 ppm + 1,75 ppm+0,10 ppm (K1)
2,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K2)
3,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K3)
1,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K4)
2,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K5)
3,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K6)
|
26,00 c
5,00 a
15,00 b
20,00 b
22,00 bc
25,0 c
|
KK = 20,2%
|
|
Angka-angka
pada lajur yang sama diikuti oleh kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut DMNRT pada taraf nyata 5 %
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa
kombinasi konsentrasi 2,00
ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin ( (K4)
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakukan lain dalam hal persentase eksplan yang yang mengalami pencoklatan yang
terendah.
Hal ini diduga bahwa eksplan yang ditanam
pada media kultur yang ditambahkan zat
pengatur tumbuh pada kombinasi konsentrasi 2,00 ppm 2,4-D+ 3,50
ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin tersebut telah mampu untuk mengatasi senyawa
fenol yang dihasilkan oleh eskplan.
Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh George and Sherrington (1984) ; Zaid (1995) ; dan Satria (1995)
bahwa kombinasi konsentrasi auksin (2,4-D) dan Sitokinin (BAP) yang tinggi dapat menunda
sintesa senyawa polyfenol dan mengurangi pencoklatan pada eksplan.
2. Persentase eksplan membentuk kalus
Hasil sidik ragam terhadap persentase eksplan membentuk kalus selama 12 minggu akibat perlakuan berbagai perlakuan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D (Auksin), BAP dan Kinetin (Sitokinin) pada media kultur MS setelah dianalisis
secara statistik, menunjukkan pengaruh berbeda nyata setelah dilanjutkan
dengan uji DMNRT pada taraf 5 % yang
disajikan pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
kombinasi konsentrasi 2,00
ppm 2,4-D + 1,75 ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin ( (K4)
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakukan lain dalam hal persentase eksplan membentuk kalus,dan sekaligus
menunjukkan persentase eksplan membentuk kalus tertinggi.
Hal
ini disebabkan karena zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam kondisi seimbang
dalam menunjang pembentukkan kalus.
Widiastoety
(1985) melaporkan bahwa pembentukkan kalus terjadi jika perbandingkan Auksin
dan Sitokinin dalam keadaan yang seimbang.
Tabel
3.Persentase eksplan membentuk kalus umur 12 minggu setelah pengkulturan
(Msp) pada beberapa kombinasi konsentrasi
2,4-D, BAP, Kinetin (%)
Kombinasi Konsentrasi
2,4-D + BAP+Kinetin
|
Rerata
|
1,00 ppm + 1,75 ppm+0,10 ppm (K1)
2,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K2)
3,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K3)
1,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K4)
2,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K5)
3,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K6)
|
40,00 c
70,00 a
50,00 b
35,00 c
35,00 cd
25,00 d
|
KK = 28,5%
|
|
Angka-angka
pada lajur yang sama diikuti oleh kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut DMNRT pada taraf nyata 5 %
Selanjutnya
perbedaan bagian bahan eksplan akan
mempengaruhi kemampuan eksplan membentuk kalus, sebagaimana pendapat
Wiendi,Wattimena, dan Gunawan (1991) bahwa kemampuan eksplan membentuk kalus
dan laju pertumbuhannya dapat berbeda antar bagian jaringan eskplan. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan Masyudi
(1993) yang mana terdapat perbedaan kemampuan eksplan membentuk kalus dan daya
regenerasi kalus antara bagian-bagian dari jaringan eksplan.
Disamping itu menurut Mandang (2000)
bahwa media MS merupakan jenis media yang paling banyak dipakai dalam kultur jaringan dimana
keistimewaan dari media MS adalah kandungan nitrat, kalium dan ammonium yang
tinggi(Kyte, 1990).
Empat factor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam kultur jaringan yaitu genotype,
media,lingkungan tumbuh dan fisiologi jaringan tanaman sebagai eskplan
(Wattimena, et al, 1991).
Pada dasarnya setiap tanaman dapat digunakan sebagai sumber
eksplan, tetapi sel-sel yang telah mengalami differensiasi lebih sukar ditumbuhkan
dibandingkan dengan sel meristematik.Scheiden dan Schwan mengatakan bahwa
sel mempunyai kemapuan otonom dan
totipotensi. Totipotensi adalah
kemampuan setiap sel darimana saja sel itu diambil, bila ditempatkan dalam
lingkungan yang sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Hendaryono
dan Wijayani, 1994).
Selanjutnya Rendahnya
persentase terbentuknya kalus disebabkan terganggunya keseimbangan hormone
endogen atas batas optimum, sehingga
proses proliferasi sel akhirnya menjadi terganggu dan akibatnya jumlah eksplan
yang membentuk kalus menjadi menurun.
Secara umum persentase terbentuknya kalus yang rendah juga disebabkan
besarnya pengaruh fenol yang dikeluarkan oleh semua jenis eksplan.
4. Struktur kalus dan Warna Kalus
Pengamatan
struktur kalus dan warna kalus dilakukan secara visual dan menggunakan pinset.
Struktur kalus yang dihasilkan pada berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D (Auksin),
BAP dan Kinetin (Sitokinin) pada media kultur MS) ditampilkan pada Tabel 4.
Dari Tabel 4
dapat dilihat bahwa respon berbagai jenis eksplan yang dikulturkan pada berbagai media kultur
memperlihatkan perbedaan terhadap
struktur kalus dan warna kalus tanaman penghasil gaharu. Umumnya struktur kalus yang terbentuk pada
percobaan ini berbentuk kompak dan
mempunyai warna yang berbeda.
Berdasarkan
hasil yang beranekaragam tersebut
struktur kalus yang diperoleh pada percobaan ini data dipengaruhi oleh
genotip eksplan yang digunakan serta
media kultur yang digunakan.
Wattimena et al(1992) menyatakan bahwapembentukan kalus atau organ
pada kultur in vitro lebih dipengaruhi
oleh genotype, inisiasi kultur,lingkungan tumbuh dan fisiologi jaringan yang
digunakan. Bentuk, tekstur, warna dan
kemampuan morfogenetik serta diferensiasi sel tergantung pada umur dan
kemurnian jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Perbedaan yang terjadi akan lebih besar jika
eksplan tersusun lebih dari satu jenis sel(George dan Sherrington, 1984).
Tabel
4. Struktur dan warna kalus umur 12 minggu setelah pengkulturan
(Msp) pada beberapa kombinasi konsentrasi
2,4-D, BAP, Kinetin
Kombinasi Konsentrasi
2,4-D+ BAP+Kinetin
|
Struktur Kalus
|
Warna Kalus
|
1,00 ppm + 1,75 ppm +
0,10 ppm (K1)
2,00 ppm + 1,75 ppm + 0,10
ppm(K2)
3,00 ppm + 1,75 ppm + 0,10 ppm(K3)
1,00 ppm + 3,50 ppm + 0,10
ppm(K4)
2,00 ppm + 3,50 ppm + 0,10 ppm(K5)
3,00 ppm + 3,50 ppm + 0,10 ppm(K6)
|
remah dan kompak
remah
remah dan kompak
remah
remah dan kompak
remah
dan kompak
|
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kecoklatan
Putih
kehijauan
Putih
kehijauan
Putih
kehijauan
|
Kalus dari
berbagai spesies dapat berbeda tekstur, viabilitas dan warna dan pembentukan
kalus ditandai dengan perubahan tekstur eksplan menjadi kasar dan permukaannya
mengkilat saat terpantul cahaya (Wetherell, 1982). Berdasarkan hasil percobaan di atas menunjukkan
bahwa umumnya struktur kalus tersebut kompak maka jenis kalus ini cocok
dimanfaatkan untuk organogenesis.
Triatminingsih , Karsinah dan Wahyuni (2000) menyatakan bahwa bentuk dan
warna kalus akan menentukanarah morfogenesis selanjutnya. Kalus yang remah cocok dimanfaatkan untuk
embriogenesis sedangkan kalus yang
kompak untuk organogenesis.
Struktur kalus kompak yang diperoleh pada penelitian ini mengambarkan
bahwa peluang kalus untuk dikembangkan
dan ditumbuhkan lebih lanjut menjadi tanaman untuh(plantlet) secara langsung
lebih besar. Hal ini dapat menjadi suatu
nilai tambah bagi pemuliaan tanaman dalam rangka upaya mengatasi kelangkaan
tanaman penghasil gaharu secara in vitro.
5. Persentase eksplan membentuk shootlet
Hasil sidik ragam terhadap persentase eksplan membentuk shootlet selama 12 minggu akibat perlakuan
berbagai perlakuan kombinasi
konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D (Auksin), BAP dan Kinetin (Sitokinin) pada media kultur MS setelah dianalisis
secara statistik, menunjukkan pengaruh berbeda nyata setelah dilanjutkan
dengan uji DMNRT pada taraf 5 % yang
disajikan pada Tabel 5.
Tabel
5. Persentase eksplan membentuk shootlet umur 12 minggu setelah pengkulturan (Msp) pada beberapa kombinasi konsentrasi 2,4-D, BAP, Kinetin (%)
Kombinasi Konsentrasi
2,4-D + BAP+Kinetin
|
Rerata
|
1,00 ppm + 1,75 ppm+0,10 ppm (K1)
2,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K2)
3,00 ppm + 1,75
ppm + 0,10 ppm(K3)
1,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K4)
2,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K5)
3,00 ppm + 3,50
ppm + 0,10 ppm(K6)
|
12,00 c
10,00 c
10,00 c
45,00 a
25,00 b
20,00 b
|
KK = 17,6%
|
|
Angka-angka
pada lajur yang sama diikuti oleh kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut DMNRT pada taraf nyata 5 %
Tabel 5 memperlihatkan bahwa persentase
eksplan membentuk shootlet yang terbentuk tertinggi, yaitu 45,00% dijumpai
pada eksplan kalus yang disubkulturkan
pada media MS yang diperkaya dengan kombinasi konsentrasi 1,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pemberian kombinasi konsentrasi 1,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin dalam keadaan
seimbang mendorong pertumbuhan eksplan dan perkembangan eksplan membentuk
shootlet yang lebih tinggi. Perbanyakan
dengan menggunakan kalus diharapkan terjadinya organogenesis yang meruapakan
salah sumber keragaman genetic dengan terjadinya kemungkinan variasi somaklonal
(Wattimena et al., 1991).
Wattimena (1988) dan Satria (1999)
mengatakan bahwa kalus dapat beregenrasi membentuk shootlet apabila terjadi
keseimbangan antara zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Agusta, (1995)
melaporkan bahwa sitokinin berfungsi dalam merangsang pembentukan tunas,
berpengaruh terhadap metabolisme sel dan merangsang sel .
Selanjutnya Wiendi ,
Wattimena, dan Winata (1991); dan Wattimena 1988 melaporkan bahwa Pertumbuhan
dan morfogenesis tanaman membentuk shootlet dan plantlet secara in vitro dikendalikan oleh
keseimbangan dari zat pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin dalam jaringan eksplan.
Jika pemberian zat pengatur tumbuh
melebihi konsentrasi optimum, dapat menyebabkan jumlah shootlet yang terbentuk
sedikit. Hal ini didukung oleh
pernyataan Tiwari et al., (2000) bahwa konsentrasi sitokinin yang tinggi
menyebabkan jumlah shootlet yang terbentuk sedikit, dan BAP melebih kadar
optimum yang dibutuhkan tanaman umumnya menyebabkan perkembangan tajuk atau
shootlet terhambat, dan Satria et al (2005) menyatakan bahwa konsentrasi BAP
yang tinggi dapat menyebabkan panjang
shootlet terhambat. Damayanti (2004) juga menyatakan bahwa BAP tidak
memperpanjang shootlet tanaman Dianthus
caryophillus, bahkan sebaliknya menyebabkan shootlet terlihat lebih pendek
dan kerdil.
Agusta, (1995) melaporkan bahwa
sitokinin tinggi berfungsi dalam
merangsang pembentukan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel dan
merangsang sel .
6.
Struktur kalus dan warna kalus
seetelah disubkultur
Hasil pengamatan
terhadap struktur kalus dan warna kalus umur 12 minggu setelah disubkultur 5
kali pada media MS yang diperkaya dengan konsentrasi 3,00 ppm 2,4-D dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel
6. Struktur dan warna kalus umur 12 minggu setelah subkultur lima kali pada konsentrasi 3,00 ppm 2,4-D
Perlakuan
|
Struktur Kalus sebelum subkultur
|
Warna Kalus sebelum subkultur
|
Struktur Kalus setelah subkultur
|
Warna Kalus setelah
subkultur
|
K1
K2
K3
K4
K5
K6
|
remah dan kompak
remah
remah dan kompak
remah
remah dan kompak
remah
dan kompak
|
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kecoklatan
Putih kehijauan
Putih kehijauan
Putih kehijauan
|
remah dan bintik
remah dan bintik
remah dan kompak
remah, bintik,pecah
remah dan kompak
remah dan kompak
|
Putih
kehitaman
Putih
agak hitam
Putih kecoklatan
Belang (putih,kuning, hijau
Putih kekuningan
Putih kekuningan
|
Berdasarkan
hasil yang beranekaragam tersebut
struktur kalus yang diperoleh pada percobaan ini data dipengaruhi oleh subkultur
bebepa kali pada media MS yang diperkaya dengan konsentrasi 3,00 ppm 2,4-D,
sehingga terjadinya perubahan struktur kalus dan warna kalus. Perubahan
struktur kalus dan warna kalus terjadi karena adanya terjadi perubahan kromosom
atau gen sehingga meningkatkan keragaman somaklonal kalus. Hal ini dapat dibuktikan dengan perubahan
struktur dan warna kalus sebelum dan setelah subkultur. Struktur kalus remah
dengan warna kalus putih kehijauan yang terbentuk sebelum subkultur akibat
perlakuan kombinasi konsentrasi 2,00ppm 2,4 D + 1,75ppm BAP + 0,10 ppm Kinetin
(K4) dan setelah subkultur 5 kali pada 3,00 ppm 2,4-D mengalami perubahan
dimana struktur kalus remah dan berbintik dan warna menjadi
belang-belang(putih, kuning dan kehijauan).
3.2. Percobaan Tahap
II
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
percobaan tahap 1 sampai
subkultur kalus 5 kali pada media MS yang diperkaya dengan 3, 00 ppm 2,4-D, materi kalus dan shootlet siap untuk
dilanjutkan untuk percobaan tahap kedua, yaitu tahap peningkatan kergaman
somaklonal melalui irradiasi sinar gamma, tetapi sebelum materi gentik tersebut dibawa ke
BATAN Pasar Jum’at terjadi bencana Gempa Bumi di Sumatera Barat, sehingga seluruh
mater genetik yang ada dalam botol
kultur yang berisi kalus dan shootlet pecah dan
berantakan dan seluruh kalus dan shootlet, jaringannya mengalami
kekeringan dan mati sehingga tak dapat digunakan untuk pengamatan.
Selanjutnya peneliti telah mencoba mengulang kembali penelitian
dari awal tetapi hasilnya hanya
sampai pada percobaan tahap1, sehingga penelitian tetap
dilanjutkan tetapi karena laporan harus diselesaikan akhir November maka pada
kesempatan ini kami melaporkan sampai penelitian tahap pertama.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan
Berdasarakan hasil penelitian mengenai peningkaatan keragaman somaklonal melalui kultur in vitro dan irradiasi
sinar gamma maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kombinasi konsentrasi 2,00
ppm 2,4-D +
1,75 ppm BAP + 0,10 ppm
Kinetin pada media MS menunjukkan hasil yang tertinggi dalam mendorong eksplan yang hidup, mengalami
pencoklatan yang terendah, saat terbentuk kalus tercepat, persentase eksplan
membentuk kalus tertinggi, terjadinya
peningkatan keragaman somaklonal kalus
2. Kombinasi
konsentrasi 1,00 ppm 2,4-D + 3,50 ppm Bap + 0,10 ppm Kinetin pada Media MS
menunjukkan persentase eksplan membentuk shootlet tertinggi.
3. hasil percobaan tersebut sebelum diperlakukan
pada percobaan tahap dua yaitu tahap peningkatan keragaman somaklonal hasil in vitro dengan irradiasi sinar gamma,
terjadi bencana gempa bumi sehingga seluruh materi percobaan hasil penelitian
tahap 1 tidak dapat digunakan karena seluruh jaringan eksplan mengalami
kematian dan peneliti tetap akan
menyelesaikan penelitian tahap kedua nantinya dan
4.2. Saran
Perlu penelitian lebih
lanjut guna meningkatkan keragaman
somaklonal melalui kultur in vitro
dengan peningkatan subkultur dari 5 kali menjadi 7 kali pada konsentrasi 3,00
ppm 2,4-D
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih peneliti ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Jakarta yang telah mendanai penelitian
ini melalui Dana Penelitian Fundamental Tahun 2009 , mudah-mudahan hasil
penelitian ini bermanfaat bagi semua
pihak.dengan nomor kontrak; 1260/H.16/PL/HB.PSN/IV/2009, tanggal 16 April 2009. Mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pertanian.
Daftar Pustaka
Ardi, Jamsari, Satria B dan Latifah. 1993 .
Uji toleran kedelai M1 pada
lahan
masam.
Fakultas Pertanian Unand. Laporan
penelitian kerjasama Faperta
Unad dengan
Bappeda Sumbar.
____, Jamsari, Satria B dan Latifah. 1994 . Uji toleran kedelai M2 pada lahan
masam.
Fakultas Pertanian Unand. Laporan
penelitian kerjasama Faperta
Unad dengan
Bappeda Sumbar.
____, Jamsari, Satria B dan Latifah. 1995 .
Uji toleran kedelai M3 pada
lahan
masam. Fakultas Pertanian Unand. Laporan penelitian kerjasama
Faperta
Unad dengan
Bappeda Sumbar.
____, Jamsari, Satria
B dan Latifah. 1996 . Uji toleran kedelai M4 pada lahan
masam.
Fakultas Pertanian Unand. Laporan penelitian
kerjasama Faperta
Unad dengan
Bappeda Sumbar.
____, Jamsari, Satria B dan Latifah. 1997 .
Uji toleran kedelai M5 pada
lahan
masam.
Fakultas Pertanian Unand. Laporan
penelitian kerjasama Faperta
Unad dengan
Bappeda Sumbar.
____, Jamsari, Satria B dan Latifah. 1998 .
Uji toleran kedelai M6 pada
lahan
masam.
Fakultas Pertanian Unand. Laporan
penelitian kerjasama Faperta
Unad dengan
Bappeda Sumbar.
Bringgs, R.W. and M.J. Constantin. 1977. Radiation type and
radiation sources. In : Manual on Mutation Breeding, Technical Report
Series. No. 119, IAEA Viena. P. : 7-21
Broertjes, C. And A. M. Van
Harten. 1987. Application of mutation breedinga method. In : A. J. Abbot
and R. K. Atkin (Eds.). Improving Vegetatively Propagated Crops. Academy Press,
Harcourt Brace Javanovice Publisher. London.
P. : 337-347.
Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada Universitas
Press. Diterjemahkan oleh Kusdiarti L. 499 hal.
Darajat A.A. 1987. Variabilitas dan Adaptasi Genotipe Terigu
pada berbagai Lingkungan Tumbuh di Indonesia.
Disertsi. Universitas Padjadjaran
Bandung. Tidak dipublikasikan.
Evans, D.A., W.R. Sharp, and E.E. Flick.
1980. Plant regeneration from
cell cultur. In : D.A Evans, W.R. Sharp, and P. Amirato (Eds). Handbook of Plant Cell Culture vol 4.
Techniques and application. Mc Millan Publ.
New York.
Fauza H. 2003. Variabilitas penampilan fenotipik dan
genetik manggis hasil irradiasi sinar gamma memlaui analisis RAPD. Tesis S2 (tidak dipublikasikan). Program Pasacasarjana Universitas Padjajaran
Bandung. 98 hal.
Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development, Theory
and Technique. McGraw Hill, Inc. New
York. 536 pp.
Furnier, G.R. and Z. Liu. 1993.
Comparison of alloenzyme, RFLP and RAPD markers for asesing genetic
variation. Amer.J.Bot 80:46-47.
Gamborg, O.L and J.P‑Shyluk. 1981. Nutrion, media, and characteristics
of plant cell and tissue culture. P. 21‑24. In T.A.. Thrope(ed). Plant Tissue
Culture Methods Application in Agriculture. Academic Press Inc. New York.
Gaul, H. 1977. Mutagen effect ini the first generation after sed
treatment. In : Manual on Mutation Breeding. Technical Report series
IAEA. Vienna. 119:87-96.
George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue
culture.Handbook and directory of comercial laboratory. Exegeticts. Ltd. England. 709 p.
Gill, K.S. 1989. Germplasm collections and public plant
breeder. In A.H.D. Brown (ed) .
The Use of Plant Genetik Resoursces.
Cambridge University Press.
Irawati, B. Satria, R. Mayerni.
2006. Plestarian tanaman sukun
melalui kultur in vitro. Laporan
Penelitian Dasar Dana Dikti.
Ismachin, M. 1994. Masalah dan
prospek pemuliaan dengan teknik mutas. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman
II. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman
Indonesia. Komisariat Jatim. Hal. 14-19.
Masnyah, E. 2002. Analisis variabilitas genetik manggis melalui
teknik RPAD dan fenotipiknya pada berbagai lingkungan tumbuhnya di Jawa dan
Sumatera Barat. Tesis S2 (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Universitas Padjajaran
Bandung. 1005 hal.
Moore,
D.M. 1976. Plant cytogenetics. Chapman and Hall, London.
Murashige,T.C. 1974. Somatic plant cell. In Pul K.J.R. and MK
Paterson, Jr (ed). Tissue Culture Methode an Aplication Academic Press. New York. p: 170‑172.
Nassar, M.N.A., M.A. Vieira , and D. Grattapaglia. 1998.
A moleculer and embrionic studi of apomixis in cassava (Manihot
esculenta Crantz) Euphytical. 102: 9-13.
Prommee, W. And Sompong, T. 1998. Effect of gamma irradiation on
callus mutation of mangosteen (Garcinia mangostana). Abstract, Khon Kaen
Agric 1998, 26(2) : 66-73. 00.
Prasetyorini. 1991. Pengaruh
Radiasi Sinar Gamma dan Jenis Eksplan terhadap Keragaman Somaklonal pada
tanaman Gerbera (Gerbera jamesonii Bolus ex Hook). Tesis. Fakultas
Pascasarjana IPB Bogor. 91 hal.
Rohlf, F.J. 1993. NT SYS-pc: Numerical Taxonomy and
Multivariate Analysis System Version 1.80. Exeter Software. New York.
_______
. 2000.
NT SYS-pc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version
2.1. User Guide. Departemen of Ecology
and Evolution state University of New York.
Ronning, C.M., R.J. Schnell, and D.N. Kuhn. 1995.
Inheritance of RAPD markers in theobroma cacao L. J. Amer.Soc. Hort. Sci. 120: 681-686
Sastra, D.R., 1996.
Induksi Keragaman Somaklonal Kentang (Solanum tuberosum L.)
dengan Radiasi Sinar Gamma. Tesis. Program Pascasarjana IPB Bogor 94 hal.
Satria, B. 1996. Perbanyakan manggis (Garcinia mangostana L.) dengan menggunakan eksplan hipokotil pada
kombinasi dosis arang aktif dengan komposisi konsentrasi BAP dan NAA secara in‑vitro. Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang.
105 hal.
_____,1. Ferita, 1. Dwipa, dan Muhsanati. 1997. Komposisi media dan
eksplafi untuk inisiasi dan proliferasi kalus manggis (Garcinia mangostana L.) secara in‑vitro. J. Stigma.. 5:1
_____, H. Fauza, dan Kasli. 1998. Induksi kalus manggis (Garcinia mangostana L.) secara kultur in‑vitro. J. Stigma.. 7(l):27‑31
_____,
I. I. Dwipa dan
Jasamari. 1999. Regenerasi kalus manggis (Garcinia
mangostana L.) secara kultur in‑vitro.
J. Stigma. 7(l):27‑3 1,
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie.
1995. Prinsip dan Prosedur Staristika (terjemahan bambang Sumantri). PT
Gramedia Jkarta. 748 hal.
Tatineni, V., R.Gcantrell, and D.D. Davis. Genetic diversity in ellite cotton germplasm
determined by morphological characters and RAPDs. Crop Sci.
36 : 186-192.
Wattimena. 1998. Bioteknologi
tanaman. Faperta IPB Bogor.
Weeden, N.F.,
G.M. Timmerman, M, Hemmat,
B.E. Kneen, and M.A. Lodhi. 1992. Inheritance and reliability of RAPD
markers. In. Aplication of RAPD teccnology to plant breeding, Minnesota.
1 Nov. 1992. CSSA, Am, Soc. Horticul. Sci., and Am. Genet. Assoc. P. : 12-17.
Williams, J.K., A.R. kubelik., K.J. Livak, J.A. Rafalsky, and S,V.
Tingey. 1990. DNA polymorphisms
amplified by arbitrari primers are useful as genetic maeker. Nucleid Acid
Research. 18(22) : 6531-6535.
Mengetahui : Padang, 16 November
2009
Ketua Lembaga Penelitian Ketua Tim Peneliti,
Universitas Andalas Padang,
Dr. Ir. Syafrimen Yasin,
MS, MSc Dra. Netti
Herawati, MSc
NP. 131 647 299
NP. 131 601 553
Masukkan Komentar di bawah