“Induksi Kalus Durian (Durio Zibethinus Murr) Varietas Selat dengan Pemberian Pikloram dan Benzyl Amino Purin”
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Durian (Durio
zibethinus Murr.) adalah nama tumbuhan tropis yang berasal
dari Asia Tenggara. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras
dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Sebutan populernya adalah “King of Fruit” (raja dari segala buah). Durian merupakan buah yang memiliki
nilai ekonomi tinggi di Indonesia dengan kisaran pasar yang luas dan beragam,
mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern, restoran, dan hotel. Hal ini
menunjukkan bahwa komoditas durian sangat potensial untuk diusahakan karena
memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Indonesia menghasilkan
durian sebanyak 492.139
ton pada tahun 2010
dan meningkat menjadi 883.969
ton pada tahun 2011
(BPS, 2012). Negara-negara seperti Taiwan,
Singapura, Malaysia dan Hongkong merupakan pelanggan tetap durian dari
Indonesia. Negara-negara lain seperti Australia, Belanda dan Jepang juga mulai
mengimpor buah durian asal Indonesia. Permintaaan yang meningkat baik di dalam
maupun luar negeri saat ini belum dapat dipenuhi oleh para petani atau
pengusaha durian di Indonesia (Lakamisi, 2008). Upaya peningkatan produksi dan pengembangan durian di dalam
negeri sebenarnya masih bisa dilakukan melalui perbaikan sistem produksi
sehingga jumlah pasokan durian dengan mutu baik dapat ditingkatkan. Indonesia
memiliki potensi produsen durian yang bagus, mengingat varietas durian dan
agroklimat yang beragam sehingga durian dapat dihasilkan sepanjang tahun (Sobir
dan Rodame, 2010).
Provinsi
Jambi mempunyai prospek yang sangat baik
dalam pengembangan durian, mengingat iklim yang sesuai dengan sumber daya lahan
yang masih cukup tersedia. Produksi durian untuk provinsi Jambi sendiri pada tahun 2010
mencapai 7.037 ton (BPS Provinsi Jambi, 2010) dan masih memiliki potensi yang sangat besar untuk
ditingkatkan. Provinsi Jambi mempunyai varietas durian unggul lokal yaitu
durian selat. Durian selat
telah ditetapkan sebagai varietas unggul lokal berdasarkan keputusan Menteri
Pertanian Nomor : 492/kpts/SR. 120/12/2005 yang menetapkan bahwa durian selat sebagai varietas unggul
kerena memiliki keunggulan daging buah tebal , berwarna kuning dengan struktur
halus dan sedikit berserat serta rasa manis legit, dan memiliki biji yang kecil
(Departemen Pertanian,
2006).
Di tempat asalnya durian varietas selat hanya terdapat satu pohon induk
tunggal yang telah berumur cukup tua. Hal ini menjadi permasalahan karena pohon induk tunggal yang
berumur cukup tua dapat terancam kelangsungannya apabila terjadi kerusakan
ataupun kematian akibat faktor alam maupun faktor mahkluk hidup. Selain itu
permasalahan lain adalah ketersediaan bibit tanaman durian varietas selat yang diperbanyak dengan metode
konvensional masih terbatas. Metode konvensional yang diupayakan untuk perbanyakan bibit durian varietas selat
yaitu melalui
penyambungan (grafting). Namun kelemahan dari perbanyakan
konvensional tersebut
adalah ketersediaan biji untuk semaian batang bawah tergantung pada musim.
Demikian juga untuk batang atas bahan sambungan sangat tergantung pada fase
perkembangan tanaman induk
durian varietas selat tersebut. kemudian Biji untuk bahan batang
bawah bisa jadi membawa penyakit, sehingga bibit yang dihasilkan tidak bebas
patogen. Oleh karena itu perlu diupayakan suatu teknologi yang dapat menjamin penyediaan bibit sehat
dan berkualitas sepanjang musim.
Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk penyediaan bibit durian selat adalah melalui teknik kultur
jaringan. Kultur jaringan tanaman adalah suatu upaya mengisolasi bagian-bagian tanaman
(protoplas, sel, jaringan, dan organ), kemudian mengkulturkannya pada nutrisi
buatan yang steril di bawah kondisi lingkungan terkendali sehingga
bagian-bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap
kembali (Zulkarnain, 2009). Perbanyakan secara kultur jaringan
akan menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit yang banyak dalam
waktu relatif singkat. Selain itu kultur jaringan juga dapat mempertahankan
sifat induk yang unggul dan dapat menghasilkan bibit yang bebas cendawan,
bakteri, virus dan hama penyakit (Prihandana dan Hendroko, 2006). Teknik kultur jaringan memanfaatkan kemampuan
totipotensi sel,
yaitu kemampuan untuk
membentuk tumbuhan baru yang sama dengan induknya dari bagian tumbuhan baik
organ atau jaringan serta sel
(Hartman et al., 1997). Untuk penerapan teknik kultur
jaringan durian akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan
terpenuhi. Syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan tanam,
penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik, dan pengaturan lingkungan
yang baik (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Dalam kultur jaringan tahap pertama
yang perlu dilakukan yaitu menginduksi kalus dari eksplan. Pembentukan dan pertumbuhan kalus dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
komposisi media tumbuh. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan dipengaruhi
oleh komposisi media yang digunakan. Ada beberapa macam media tumbuh dalam
pelaksanaan kultur jaringan namun untuk tanaman yang berkayu umumnya digunakan
adalah media Woody Plant Medium (WPM).
Gunawan (1992) menyatakan bahwa
media WPM yang dikembangkan oleh Llyod dan Mc Cown pada tahun 1981, merupakan
media dengan konsentrasi ion yang rendah pada jaman sesudah penemuan media Murishage and Skoog (MS). Media ini
konsisten dengan media untuk tanaman berkayu yang dikembangkan oleh ahli lain,
tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media tanaman
berkayu lain. Media tumbuh sangat menentukan perkembangan dari eksplan yang
dikembang biakkan pada kultur jaringan sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh
dan berkembang.
Gunawan (1995) menyatakan bagian
tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah pucuk muda, batang muda,
daun muda, kotiledon, dan hipokotil. Eksplan tanaman yang masih muda
menghasilkan tunas maupun akar adventif lebih cepat bila dibandingkan dengan
bagian yang tua. Bagian tanaman yang digunakan dalam induksi kalus durian
berasal dari daun muda, karena bagian ini termasuk jaringan meristem tanaman.
Selain itu, selnya masih aktif membelah dan terdapat banyak sel, yang masing-
masing bagian sel tersebut dapat berproliferasi membentuk kalus.
Pembentukan dan pertumbuhan kalus
selain dipengaruhi oleh media kultur yang digunakan juga dapat dipacu dengan
pemberian zat pengatur tumbuh, baik auksin maupun dikombinasikan dengan
sitokinin. Pemakaian kedua jenis zat pengatur tumbuh dalam konsentrasi tepat
dapat mengatur arah dan kecepatan pertumbuhan jaringan. Pembentukan kalus dan
organ-organ ditentukan oleh penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut. Salah satu
zat pengatur tumbuh golongan auksin yang digunakan dalam kultur jaringan
tanaman adalah pikloram (4-Amino-3,5,6,-Trichloro
Picolinic Acid). Sedangkan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin yang
sering digunakan adalah Benzyl Amino
Purin (BAP).
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Karsinah et al., (1995), eksplan kotiledon durian yang
ditanam pada media dengan 0,1-0,5 ppm 2,4-D dan 0,5-2,0 ppm BAP menghasilkan
pertumbuhan kalus 81-97 %, dengan struktur kalus yang padat dan berwarna
hijau-kuning. Sedangkan menurut Namhomchan (1999), konsentrasi BAP 1 mgL-1 membuat tunas lateral durian berkembang secara in
vitro tetapi tidak sampai pada tahap planlet. Kalus juga dapat dihasilkan
dari daun muda durian yang ditanam pada media WPM dengan 0,5 mgL-1 2,4-D dan 0,1
mgL-1 BAP.
Hasil penelitian
Satria (1996), menunjukkan media WPM yang diperkaya dengan arang aktif 2,0 gL-1
dan komposisi konsentrasi 1,75 ppm BAP + 0,50 ppm NAA dapat memacu pertumbuhan
kalus, dan tunas terbaik pada kultur epikotil manggis, sedangkan pada ku1tur
koti1edon manggis dengan penambahan komposisi media yang sama dapat memacu
pertumbuhan plantlet dengan jumlah daun 5-9 helai. Selanjutnya hasil penelitian
Satria et al. (1997) menunjukkan
komposisi media WPM + 1,75 ppm BAP + 0,50 ppm NAA dengan bahan eksplan
hipokotil terbaik untuk inisiasi dan proliferasi kalus. Hasil penelitian
Muchtar (1996) menunjukkan bahwa pembentukan embrio somatik pada rotan manau
yang maksimum terjadi pada auksin pikloram pada perlakuan 2 ppm (8.29 μM),
kultur yang dikombinasikan dengan 2,4-D sampai 4 ppm tidak membentuk embrio
baik dikombinasikan dengan BAP maupun kinetin. Pliergo-Alfaro dan Murashige dalam
Romero et al. (2005) melaporkan
bahwa media yang mampu menginduksi kultur embriogenik dari embrio zigotik muda
alpukat adalah media yang mengandung 0.1 mgL-1 (0.41 μM) pikloram.
Hasil dari
penelitian yang dilakukan Lim Xiong Zi et
al. (2009) menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) picloram 3 mgL-1 yang dikombinasikan dengan BAP 0,5 mgL-1
, 1,0 mgL-1 , 1,5 mgL-1 , 2,0 mgL-1 pada media MS , 100%
dari eksplan daun Ocimum sanctum yang diinduksi membentuk
kalus setelah 7,0 ± 0 hari. Kalus yang terbentuk berstruktur kompak,
ringan dan berwarna
hijau.
Berdasarkan uraian serta sejumlah hasil penelitian sebelumnya yang
menunjukkan pengaruh zat pengatur tumbuh pikloram dan BAP terhadap kultur
jaringan tanaman, penulis tertarik melakukan penelitian
yang berjudul “Induksi Kalus Durian (Durio Zibethinus Murr)
Varietas
Selat dengan Pemberian Pikloram dan Benzyl Amino Purin”.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui
pengaruh pemberian
pikloram
dan BAP
terhadap induksi kalus
dari eksplan daun durian varietas selat.
2. Mendapatkan
konsentrasi
pemberian pikloram
dan BAP terbaik
yang menginduksi kalus dari
eksplan daun
durian varietas selat.
1.3 Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai
teknologi alternatif dalam perbanyakan tanaman durian varietas selat secara kultur jaringan serta dapat dijadikan
sumber informasi bagi pihak
yang memerlukan.
1.4 Hipotesis
1. Berbagai konsentrasi pemberian pikloram
dan BAP memberikan pengaruh terhadap pembentukan
dan perkembangan kalus durian varietas selat.
2. Terdapat konsentrasi pemberian pikloram dan BAP yang terbaik dalam menginduksi
kalus durian
selat.
Masukkan Komentar di bawah