Judul Skripsi : PENGARUH PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL DUA VARIETAS TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.).
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum L) merupakan komoditas
sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, permintaan akan
cabai oleh industri dari hari ke hari terus meningkat, seiring dengan makin
maraknya industri pengolahan bahan makanan menggunakan cabai sebagai bahan baku
utamanya, misalkan sambal, saus, dan mie instan. Selain sebagai bahan industri
cabai juga berperan sebagai penghasil gizi yang sangat diperlukan untuk
kesehatan manusia.
Cabai mengandung
protein, lemak, karbohidrat, kalsium(Ca), fosfor (P), besi (Fe),
vitamin-vitamin, dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid, seperti capsaicin,
flavonoid, dan minyak esensial (Dahana dan Warisno, 2010). Sebagai tanaman
sayuran penting di Indonesia dari segi luar areal maupun produksinya, tanaman
cabai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dilahan basah (sawah) maupun
lahan kering (tegalan), didataran rendah maupun dataran tinggi (Agromedia,
2007).
Kebutuhan
akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai (Setiadi et al., 2009). Cabai dapat sebagai
penyebab tingginya laju inflasi nasional, menunjukkan bahwa cabai benar-benar
merupakan komoditas sayuran yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Produksi cabai di Indonesia masih rendah. Produksi
cabai Nasional pada tahun 2010 yaitu 1.328.864 ton dengan luas panen 237.105
ha, berarti rata-rata hasil 5,60 ton ha -1.
Produksi cabai
Provinsi Jambi pada tahun 2010 adalah 17.919 ton dengan
luas panen 3.676 ha dan rata-rata hasil 4,87 ton ha-1 (Badan
Pusat Stastistik, 2011) padahal tanaman cabai memiliki potensi hasil lebih dari
20 ton per hektar (Syukur et al.,
2009). Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi cabai
adalah penerapan teknologi budidaya yang kurang tepat sehingga pertumbuhan
tanaman tidak optimal serta tingginya serangan hama dan penyakit.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
hasil tanaman cabai dengan manipulasi lingkungan tumbuh yang sangat baik adalah
pemulsaan. Pemulsaan ialah setiap bahan yang dihamparkan untuk menutup sebagian atau
seluruh permukaan tanah dan mempengaruhi lingkungan mikro tanah yang ditutupi
tersebut (Waggoner et al., 1960). Dari hasil penelitian Yulimasni et al.
(2003) dilaporkan bahwa penggunaan MPHP mampu menekan populasi serangga aphids
dan serangan penyakit busuk buah antraknos serta meningkatkan hasil cabai merah
secara nyata. Penggunaan mulsa plastik sudah menjadi standar umum dalam
produksi tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi, baik di negara-negara
maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penggunaan mulsa plastik,
terutama mulsa plastik hitam perak, dalam produksi sayuran yang bernilai
ekonomis tinggi seperti cabai, tomat, terong, semangka, melon dan mentimun,
semakin hari semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan dan
permintaan konsumen terhadap produk sayuran tersebut. Meskipun penggunaan mulsa
plastik ini memerlukan biaya tambahan, tetapi nilai ekonomis dari hasil tanaman
mampu menutupi biaya awal yang dikeluarkan.
Menurut Sembiring (2010), warna permukaan mulsa plastik memiliki kemampuan
dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan tanaman
dalam melakukan proses pertumbuhannya. Mulsa Plastik Hitam Perak merupakan
salah satu produk co-extruded mulch yang paling populer digunakan dalam
produksi tanaman sayuran, karena pada bagian bawahnya (yang bersentuhan dengan
permukaan tanah) berwarna hitam, dan yang menghadap ke atmosfir berwarna perak.
Mulsa plastik hitam perak memadukan kemampuan kedua warna tersebut, sehingga
mulsa jenis ini efektif dalam menekan pertumbuhan gulma, dan
juga mengurangi
populasi serangga di sekitar pertanaman dengan tetap secara fisik melindungi
tanah dari terpaan langsung butir hujan, meggemburkan tanah-tanah di bawahnya,
mencegah pencucian hara dan penguapan air tanah, dan memperlambat pelepasan
karbondioksida tanah hasil respirasi aktivitas mikroorganisme, serta mencegah
percikan butir tanah kebagian tanaman. Permukaan tanah, terdiri dari bahan-bahan organik dan
anorganik, mengurangi penguapan, mengendalikan
pencucian hara, memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk meningkatkan
hasil panen serta memperbaiki kualitas produk (Vos, 1994).
Penggunaan mulsa plastik hitam perak sudah hampir menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam proses produksi tanaman sayuran, terutama cabai dan tomat.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis mulsa pada
berbagai jenis tanaman secara tepat dan benar dapat meningkatkan hasil awal dan
total hasil dari berbagai tanaman, meningkatkan kualitas hasil tanaman dan pada
akhirnya meningkatkan efisiensi usaha tani itu sendiri.
Penggunaan mulsa plastik hitam perak, sehingga upaya pemanfaatan teknologi
ini dapat lebih optimal dan efisien, serta terciptanya suatu proses produksi
tanaman sayuran yang berkelanjutan, baik dari sisi ekonomis, ekologis maupun
dari segi sosial budaya petani dalam memproduksi tanaman sayuran. Penggunaan
mulsa plastik hitam perak di Kabupaten Rejang Lebong sebagai sentra produksi
sayuran terbesar kedua di Sumatera. Hasil pengamatan di Kabupaten Rejang Lebong menunjukkan
bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak sudah hampir menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam proses produksi tanaman sayuran, terutama cabe dan
tomat (Fahrurrozi 2009). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
berbagai jenis mulsa pada berbagai jenis tanaman secara tepat dan benar dapat
meningkatkan hasil awal dan total hasil dari berbagai tanaman, meningkatkan
kualitas hasil tanaman dan pada akhirnya meningkatkan efisiensi usaha tani itu
sendiri.
Selain
penerapan penggunaan mulsa plastik hitam perak merupakan upaya perbaikan teknologi yang dapat diterapkan, penggunaan benih yang unggul dan bermutu tinggi
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan produksi tanaman yang menguntungkan
secara ekonomis. Sebaliknya, penggunaan benih yang bermutu rendah akan
menghasilkan persentasi pemunculan bibit yang rendah dan kurang toleran
terhadap cekaman abiotik, lebih sensitif terhadap penyakit tanaman, serta
memberikan pengaruh negatif terhadap mutu dan hasil tanaman (Syamsuddin, 2007).
Setiap varietas mempunyai adaptasi yang berbeda-beda
terhadap lingkungannya, baik unsur iklim maupun terhadap media tumbuh.
Poespodarsono (2000) menyatakan setiap
varietas terdiri dari sejumlah genotipe yang berbeda, dimana masing-masing
genotipe mempunyai kemampuan tertentu untuk beradaptasi dengan lingkungan
tempat tumbuhnya.
Setiap varietas cabai memberikan hasil yang berbeda
tergantung bagaimana cara kita melakukan perlakuan budidaya yang intensif dan
baik. Secara garis besar varietas cabai yang bermutu akan memberikan hasil yang
lebih baik, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas
Sekarang ini
terdapat dua varietas tanaman cabai
berproduktivitas tinggi, diantaranya adalah Varietas Jatilaba dan Varietas
Mario. Cabai Varietas Jatilaba merupakan hasil
seleksi petani cabai dari provinsi Jawa Barat yang memiliki sifat khusus yakni
panjang buah dapat mencapai 10,0-15,0 cm dan hasil tinggi yaitu 15-20 ton/ha
(AVRDC 1994,). Yondri (2011) menambahkan bahwa varietas Jatilaba juga lebih tahan terhadap
serangan virus kuning (virus kutu kebo), meskipun daun tanaman yang
terserang berwarna kuning, tetapi tanaman tetap berbuah dan buahnya masih tetap
baik. Selain itu, cabai keriting berproduktivitas
tinggi lainnya adalah Varietas Mario. Varietas keriting Mario cocok
ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, mempunyai perakaran
yang kokoh dan percabangan yang banyak, Varietas Mario memiliki panjang
buah 17 cm dengan diameter 0,9 cm, hasil per tanaman 1 kg dan berat per buah 9
gram. Selain itu, Varietas Mario tahan terhadap penyakit patek dan keriting
daun (Direktorat Perbenihan Sarana Produksi, 2011).
Berdasarkan uraian
di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ PENGARUH PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM
PERAK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL DUA VARIETAS TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.).
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh Mulsa Plastik Hitam Perak terhadap pertumbuhan dan hasil dari dua varietas cabai (Capsicum
annuum L).
1.3 Kegunaan Penelitian
Manfaat
dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan mendukung kebijakan
pertanian berkelanjutan yang aman dan ramah lingkungan.
1.4 Hipotesis
1.
Perlakuan kombinasi Mulsa
Plastik Hitam Perak dan hasil dua varietas cabai berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan hasil cabai.
- Didapat kombinasi Mulsa Plastik Hitam Perak dan varietas cabai merah yang memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu jenis sayuran buah yang
sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Rasa buahnya memberikan kesegaran pada
tubuh dengan cita rasa pedas. Cabai merupakan tanaman tahunan yang berumur
pendek, tetapi umumnya tumbuh setahun berbentuk perdu. Menurut Tindall (1983)
tanaman ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Sub-divisio :
Angiospermae
Ordo :
Polemoniales
Famili :
Solanaceae
Genus :
Capsicum
Spesies :
Capsicum annum L.
Akar cabai juga merupakan akar
tunggang akar cabai dapat dilihat dengan jelas mana pangkal dan ujung akarnya,
dan pada akar cabai dapat terlihat jelas juga batang akar, cabang akar dan
serabut akar. Sistem akar pada cabai adalah sistem akar tunggang, merupakan
tipe akar tunggang berbentuk benang (Jumani, 2008). Pada akar, terdapat rambut
– rambut akar yang merupakan perluasan permukaan dari sel – sel epidermis akar.
Adanya rambut-rambut akar akan memperluas daerah penyerapan air dan mineral.
Rambut-rambut akar hanya tumbuh dekat ujung akar dan umumnya relative pendek.
Bila akar tumbuh memanjang ke dalam tanah maka pada ujung akar yang lebih muda
akan terbentuk rambut-rambut akar yang baru, sedangkan rambut akar yang lebih
tua akan hancur atau mati (Sunarjono, 1992).
Bunga cabai berkelamin dua
(hemafrodit) dalam satu bunga terdapat perlengkapan alat kelamin jantan dan
betina. Bunga tersusun atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga,
mahkota bunga, alat kelamin jantan dan
alat kelamin betina, karena itu sering disebut bunga sempurna. Letak bunga
melengking panjang bunga 1-1,5 cm dan diameter 2 cm, panjang tangkai bunga 1-2
cm mahkota bunga berwarna putih dan memiliki enam kelopak bunga. Kepala putik
berwarna kuning-hijau. Benang sari terdiri atas tangkai sari berwarna putih,
panjang 0,5 cm. Kepala sari yang masak berwarna biru hingga ungu gelap. Benang
sari berjumlah enam buah dan bakal buah hanya ada satu tiap bunga (Nawangsih
dan Asih , 2003).
Bagian luar batang berbentuk persegi
empat hingga bulat, dengan posisi cenderung tegak, dan becabang banyak. Batang
tanaman pada saat muda berwarna kehijauan sampai keunguan, dengan ruas berwarna
hijau atau ungu bergantung pada varietasnya, dan mudah patah. Batang dan
percabangan cabai bebentuk silindris, percabangan tumbuh dan berkembang secara
berkesinambungan (Sumaryono, 1992).
Buah cabai berbentuk bulat panjang
dan runcing ujungnya. Saat muda berwarna hijau, setelah itu berubah menjadi
merah. Daging buah umumnya renyah, kadang-kadang lunak pada jenis tertentu,
rasanya manis dan agak pedas. Tanaman cabai memiliki bentuk buah yang
bervariasi sesuai dengan varietasnya. Letak buah cabai besar umumnya
bergantung, sedang cabai kecil tegak. Bentuk biji cabai adalah kecil, bulat
pipih seperti ginjal, dengan warnanya yang kuning kecoklatan. Berat 1.000 buah
biji cabai berkisar anatara 3-6 gram,
proses penuaan buah berlangsung antara 50-60 hari sejak bunga mekar. Sedangkan
tanaman cabai mulai berbunga pada umur 60-75 hari setelah disemaikan (Agung,
2007).
2.2 Syarat
Tumbuh Tanaman Cabai
Tanah merupakan tempat tumbuh
tanaman. Oleh karena itu, tanah harus subur dan kaya bahan organik agar tanaman
tumbuh dengan baik. Tanaman cabai lebih sesuai ditanam pada jenis tanah andosol
yang kaya akan bahan organik. Akan tetapi, untuk jenis paprika justru lebih
cocok ditanam pada jenis tanah latosol dan regosol. Tanah yang mempunyai
kisaran pH yang ideal adalah 5,5-6,8. Karena pH dibawah 5,5 atau diatas 6,8
hanya akan menghasilkan produksi yang sedikit (Setiadi, 2008). Cabai
dapat ditanam pada dataran rendah hingga daerah ketinggian 1.300 m dpl.
Penanaman di dataran tinggi memerlukan teknik budidaya tersendiri serta
pemilihan benih yang adaptif terhadap lingkungan dataran tinggi (Harpenas dan Dermawan, 2010).
Curah hujan yang tinggi akan
meningkatkan kelembapan udara suatu tempat tumbuh tanaman. Hal tersebut bisa
menyebabkan peningkatan intensitas bakteri Pseudomonas
solanacearum yang merupakan penyebab penyakit layu bakteri atau layu akar.
Selain itu, kelembapan udara yang tinggi juga menyebabkan peningkatan cendawan atau
jamur yang merupakan penyebab penyakt antrak atau antraknosa (Gloeosporium sp.). Curah hujan yang
dianggap sesuai untuk cabai yaitu 600-1.250 mm per tahun, atau 50-105 mm per
bulan. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa curah hujan 1.500-2.500 mm per tahun
atau 125-208 mm per bulan masih ideal asalkan hujan turun secara merata dan
turunya tidak terlalu deras Cabai membutuhkan iklim
yang tidak terlalu dingin dan tidak pula terlalu lembab. Cabai dapat
beradaptasi dengan baik pada temperatur 25-30oC dan untuk
pembentukan buah pada kisaran 16-23oC. Setiap varietas cabai hibrida
mempunyai daya penyesuaian tersendiri terhadap lingkungan tumbuh (Setiadi, 2008).
Ketika sedang berbunga tanaman cabai
sangat memerlukan intensitas cahaya atau penyinaran cahaya yang cukup banyak.
Apabila tanaman ternaungi tanaman lain atau tanaman terlalu subur sehingga
antara cabang/ranting yang satu denga yang lain saling menaungi, pertumbuhan
tanaman akan terhambat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang
meninggi, daun dan batang lemas, batang berair, bunga yang dihasilkan sedikit,
umur panen lebih lama, serta kualitas dan kuantitas produksi menurun (Handoko,
1995).
Walaupun tanaman cabai mendapatkan
cahaya secara cukup, tetapi lama penyinarannya hanya sebentar juga kurang baik
bagi tanaman. Meskipun demikian, cabai termasuk tanaman yang bisa tumbuh dan
berbunga baik pada daerah yang berhari pendek (lama penyinaran panjang). Suhu untuk perkecambahan benih paling baik antara 25-30 0C. Suhu
optimal untuk pertumbuhan adalah 24-28 0C. Pada suhu <15 sup="">015>
C>320C
buah yang dihasilkan kurang baik, suhu yang terlalu dingin menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat, pembentukan bunga kurang sempurna dan pemasakan
buah lebih lama. Kelembapan relatif yang diperlukan 80% dari sirkulasi udara
yang lancar (Zulkifli et al.,2006).
Cabai paling
ideal bila ditanam di daerah yang curah hujannya di bawah 2.000 mm pertahun
karena intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman bisa mencapai 60-75 %
sehari. Bila ditanam di daerah ini, cabai akan mendapatkan cahaya matahari
lebih dari 6-10 jam (Setiadi, 2008).
Air sangat
penting bagi tanaman. Fungsinya antara lain sebagai berikut : 1. Pengisian
cairan tubuh tanaman, 2. Pelarut unsure hara yang terdapat di dalam tanah, 3.
Melancarkan aerasi dan suplai oksigen dalam tanah, 4. Mengangkut unsur hara ke
seluruh organ tanaman, dan 5. Membantu penyerapan unsure hara dari dalam tanah
oleh akar tanaman (Setiadi, 2011).
Ditinjau
dari tanaman, keberadaan air harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan menyebabkan aerasi di dalam
tanah menjadi terganggu dan suplai
oksigen dalam tanah tidak lancer. Bila lahan pertanaman mengalami kelebihan air
akan menyebabkan tanah menjadi sangat lembab dan becek. Akibatnya pun sama
seperti bila kekurangan air, yaitu aerasi udara dan suplai oksigen dalam tanah
terganggu serta akar akan terserang penyakit busuk akar (Setiadi, 2011).
Berdasarkan
pengalaman petani cabai, perlu dibuatkan saluran air antar guludan atau antar barisan
tanaman dan saluran air yang mengelilingi areal tanam. Saluran air ini
berfungsi untuk menampung air hujan atau serapan air siraman sehingga tanah di
lahan pertanaman tidak terlalu lembab (Setiadi, 2011).
2.3 Mulsa Plastik Hitam Perak dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Mulsa Plastik Hitam Perak
(MPHP) adalah Mulsa dapat didefinisikan sebagai setiap bahan yang
dihamparkan untuk menutup sebagian atau seluruh permukaan tanah dan
mempengaruhi lingkungan mikro tanah yang ditutupi tersebut (Waggoner et al.,
1960). Penggunaan mulsa plastik, terutama mulsa plastik hitam perak,
dalam produksi sayuran yang bernilai ekonomis tinggi seperti cabai, tomat,
terong, semangka, melon dan mentimun, semakin hari semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan kebutuhan dan permintaan konsumen terhadap produk sayuran
tersebut. Meskipun penggunaan mulsa plastik ini memerlukan biaya tambahan,
tetapi nilai ekonomis dari hasil tanaman mampu menutupi biaya awal yang
dikeluarkan.
Dewasa ini mulsa plastik hitam perak
dapat memantulkan cahaya matahari sehingga energi cahaya matahari yang diterima
oleh tanaman lebih besar energi matahari yang diterima tanaman akan
mempengaruhi aktivitas fotosintesis; makin besar energi yang diterima tanaman
makin tinggi aktivitas fotosintesisnya (Abdurahman, 2004).
Menurut Lamont (1993), peningkatan
nitrogen di bawah mulsa plastik terjadi karena mulsa plastik mencegah
terjadinya infiltrasi air hujan berlebihan dan perkolasi air tanah, serta
mengurangi penguapan nitrogen dari dalam tanah.
Secara umum penggunaan mulsa plastik hitam perak meningkatkan suhu rizosfir
yang ditutupi mulsa dibanding tanpa mulsa (Fahrurrozi and Stewart, 1994 ;
Fahrurrozi et al., 2001).
Peningkatan suhu tanah di bawah mulsa plastik hitam perak lebih rendah
dibanding dengan suhu tanah di bawah mulsa plastik hitam. Meskipun di
daerah tropis, peningkatan suhu tanah relatif tidak diinginkan, tetapi
peningkatan suhu tanah akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dalam
menguraikan bahan organik yang tersedia (Fahrurrozi et al., 2001),
sehingga terjadi penambahan hara tanah dan pelepasan karbon dioksida melalui
lubang tanam.
Hasil penelitian menujukkan bahwa konsentrasi karbon dioksida rizosfir di
bawah mulsa plastik lebih tinggi dibanding tanpa mulsa (Hopen dan Oekber,
1975 ; Baron dan Gorske, 1981). Karbon dioksida ini keluar
melalui lubang tanam yanga mencapai 560 ppm (Soltani et al., 1985),
sehingga tanaman akan berada dalam kondisi ‘kaya’ akan karbon dioksida yang
dapat mencapai 1350 ppm (Fahrurrozi et al., 2001).
Penambahan hara tanah tidak hanya terjadi sebagai akaibat meningkatkatnya
aktivitas mikroorganisme tanah dalam melakukan respirasi dalam proses
dekomposisi bahan organik, tetapi juga terjadi melalui penekanan pencucian hara
tanah sebagai akibat tertutupnya permukaan tanah. Menurut Locascio et
al. (1985) dan Lamont (1993), peningkatan nitrogen di bawah mulsa plastik
terjadi karena mulsa plastik mencegah terjadinya infiltrasi air hujan
berlebihan dan perkolasi air tanah, serta mengurangi penguapan nitrogen dari
dalam tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa air tanah dan kelembahan tanah lebih
tinggi pada tanah yang ditutupi mulsa plastik dibanding dengan tanah yang
tidak ditutupi mulsa plastik (Hills et al., 1982 ; Fahrurrozi dan
Stewart, 1994 ; Fahrurozi et al,
2006). Hal ini
terjadi karena penguapan air tanah yang terjadi dihambat oleh permukaan plastik
yang menutupinya, dan kembali lagi ke rizosfir. Penggunaan mulsa plastik
juga mencegah terjadi perkolasi dan gerakan air tanah, sehingga dapat meningkatkan
meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi (Lamont, 1993; Zulkarnain,
1997).
Secara sederhana gulma dapat didefinisikan sebagai tanaman yang tumbuh pada
tempat dan waktu yang tidak diinginkan. Mulsa plastik yang berwarna gelap
sangat efektif dalam mengendalikan gulma (Fahrurrozi dan Stewart, 1994).
Hal ini terjadi karena benih-benih gulma di bawah mulsa plastik hitam tidak
memiliki akses terhadap cahaya matahari untuk berfotosintesis, sehingga gulma
yang tumbuh akan mengalami etiolasi dan tumbuh lemah. Pertumbuhan
yang lemah ini akan diperparah dengan adanya suhu yang relatif panas dan
kelembaban tanah yang tinggi. Panas yang basah memiliki efek mematikan
yang lebih tinggi dibanding panas kering. Hasil penelitian di
berbagai tempat menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak secara
konsisten efektif menekan pertumbuhan gulma (Fahrurrozi et al, 2006).
Peningkatkan hasil juga diduga berkaitan dengan kemampuan mulsa plastik
hitam perak dalam mengurangi populasi aphid pada dedaunan tanaman cabai
(Fahrurrozi, 1995). Plastik berwarna hitam dapat
menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih banyak.
Mulsa plastik bening dapat menciptakan efek rumah kaca, sementara mulsa plastik
perak dapat memantulkan kembali sebagian panas yang diserap sehingga mengurangi
serangan kutu daun (aphid) pada tanaman (Mawardi, 2000). Serangga lain yang juga populasinya berkurang di
pertanaman yang menggunakan mulsa plastik perak adalah thrips (Vos et al.,
1991 ; Soetiarso, et al., 2006).
Penurunan populasi serangga ini juga berkaitan dengan peningkatan suhu akibat
pantulan cahaya di sekitar permukaan mulsa dan pertanaman. Menurut Alleyene dan
Morrison (1978) pada suhu antara 25 – 30o C perkembangbiakan aphid
mengalami penghambatan. Pengurangan populasi serangga juga mampu mengurangi
populasi patogen dan virus pengganggu tanaman (Wyman et al., 1979). Hal ini terjadi karena serangga tersebut berperan sebagai
vektor bagi patogen dan virus. Pemberian mulsa pada tanaman,
selain ditujukan untuk mempertahankan kelengasan tanah, menekan pertumbuhan
gulma, memantapkan agregat tanah, menekan terjadinya erosi juga untuk
menambahkan unsur hara kedalam tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman
(Priyambada, 2005)..
Untuk keberhasilan tanaman sayuran
selain perlu dipenuhi persyaratan tumbuh pokok, diperlukan teknik budidaya yang
tepat. Penggunaan mulsa sudah dianggap kebutuhaan karena banyak manfaatnya
antara lain dapat meningkatkan produksi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa mulsa berperan penting baik dalam mempertahankan suhu optimum dan
kandungan air dalam tanah sehingga tercipta kondisi yang baik untuk pertumbuhan
tanaman (Asnawi dan Dwiwarni, 2000).
Dari hasil
penelitian Utomo (2007) bahwa fluktuasi suhu tanah yang diperoleh pada tanah
dengan perlakuan mulsa plastik 8,270C sedangkan yang tidak
menggunakan mulsa sebesar 10,440C, sehingga didapat perbedaan besar
fluktuasi suhu tanah sebesar 2,170C.
Produksi cabai di Indoneesia belum
mencukupi kebutuhan nasional, karena produktivitasnya ditingkat petani masih
rendah. Teknologi penggunaan mulsa dan pola tanam telah diuji untuk melihat
pengaruhnya terhadap produksi cabai. Lokasi percobaan ini di Kecamatan Sumber
Jaya, Kabupaten Majalengka. Percobaan ini menggunakan rancangan petak terpisah
dengan ulangan empat kali. Petak utama adalah perlakuan penggunaan mulsa
plastik hitam perak (MPHP) dengan anak petak perlakuan pola tanam. Perlakuaan
menggunakan MPHP menunjukkan tinggi tanaman, diameter kanopi, dan produksi
lebih tinggi daripada tanpa MPHP. (Kusbiantoro et al,. 2007).
Pemanfaatan Mulsa Plastik dalam
budidaya pertanian bukan saja menguntungkan tetapi ada juga hal yang
merugikannya. MPHP terbuat dari bahan plastik, apabila sudah habis masa tanam
tidak dapat digunakan lagi untuk masa
tanam berikutnya. Namun demikian MPHP
yang sudah tidak terpakai biasanya masih bisa dimanfaatkan kembali, atau bisa
juga dijual untuk selanjutnya diolah ditempat daur ulang limbah plastik
(Sudadi, 2003).
Menurut Purwowidodo (1983) , bahwa
hasil beberapa kali penelitian di Australia pada tanaman wheat menunjukkan bahwa
penggunaan mulsa organik meningkatakan intesitas serangan penyakit bercak kuning
daun. Pemulsaan ini terbukti menjamin kehidupan jamur Pyronohora tritici-repentis sebagai penyebab penyakit bercak kuning
daun. Pertumbuhan jamur ini terjamin karena kelembababn yang cukup tinggi.
Proses pembudidayaan cabai merah dengan
menggunakan MPHP masih mempunyai kendala yang paling utama yaitu permodalan.
Meskipun rata-rata petani sudah mengetahui keuntungan dari penggunaan MPHP tapi
dengan melihat modal awal yang besar maka para petani enggan untuk menggunakan
MPHP dalam budidaya cabai merah.
Penggunaan mulsa
plastik hitam perak di Kabupaten Rejang Lebong sebagai sentra produksi sayuran
terbesar kedua di Sumatera, setelah sangat pesat perkembangannya dalam 10 tahun
terakhir ini. Hasil pengamatan di Kabupaten Rejang Lebong menunjukkan
bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak sudah hampir menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam proses produksi tanaman sayuran, terutama cabai dan
tomat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis mulsa
pada berbagai jenis tanaman secara tepat dan benar dapat meningkatkan hasil
awal dan total hasil dari berbagai tanaman, meningkatkan kualitas hasil tanaman
dan pada akhirnya meningkatkan efisiensi usaha tani itu sendiri. Penggunaan
mulsa plastik hitam perak, dapat sebagai upaya pemanfaatan teknologi ini dapat
lebih optimal dan efisien, serta terciptanya suatu proses produksi tanaman
sayuran yang berkelanjutan, baik dari sisi ekonomis, ekologis maupun dari segi
sosial budaya petani dalam memproduksi tanaman sayuran
Hasil penelitian
yang dilakukan Koryati (2004) menunjukkan bahwa pada perlakuan pengunaan mulsa
dan pemupukan urea adalah pegaruh dengan menggunakan mulsa pada umur 8 minggu MST
menunjukkan diameter terbesar dan tinggi batang tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan pemberian pupuk urea tidak
berpengaruh nyata terhadap diameter batang dan tinggi tanaman.
Berbagai
penelitian di berbagai wilayah menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam
perak meningkatkan hasil berbagai tanaman sayuran dibandingkan dengan
tanaman yang ditanam dengan tanpa menggunakan penutup tanah (bare
soil), seperti tanam cabai (Fahrurrozi, 1995; Harsono, 1997; Kusbiantoro et al., 2003; Fahrurrozi et.al, 2006; 2009; Soetiarso, et.al., 2006), tomat (Decouteau et
al., 1998 ; 1989), mentimum (Gusmin, 1996; Suryani, 2003), semangka
(Handayani, 1996; Nurmawati et al.,
2001), melon (Marlina, 2003).
2.4.
Varietas Cabai
Cabai
merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum
sp. Cabai berasal dari benua Amerikatepatnya daerah Peru dan menyebar ke
negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk negara Indonesia. Tanaman
cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat
20 spesies yang sebagian besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya
hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai
rawit dan paprika (Dermawan, 2010).
Dengan berkembangnya ilmu
bioteknologi di bidang pemuliaan tanaman, para breeder berusaha merekayasa gen
cabai biasa menjadi cabai unggul. Pada dasarnya, tujuan umum pemuliaan cabai
adalah mendapatkan kultivar yang lebih baik dari kultivar yang sudah ada. Tipe
cabai unggul yang diinginkan adalah memiliki karakter masa pembungaan dan
pembentukan buahnya cepat (umur panen genjah), produktivitasnya tinggi, daya
adaptasinya luas atau spesifik untuk daerah marginal tertentu (kering
rawa,pantai, gambut/asam), serta tahan terhadap hama penyakit. Varietas cabai
yang dibudidayakan dari hasil persilangan adalah :
1.
Varietas Mario (Cabai
Merah Keriting)
Buah cabai yang berukuran ± 15 cm
ini adalah hasil dari golongan menyerbuk sendiri. Sedangkan cabai merah
keriting bentuknya lebih ramping dengan cita rasa sangat pedas umur tanamannya
mulai panen ±90 hari, varietas ini dapat menghasilkan tinggi tanaman yang
tertinggi, varietas keriting Mario cocok ditanam di daerah dataran rendah
maupun dataran tinggi, mempunyai perakaran yang kokoh dan percabangan yang
banyak. Varietas ini tahan
terhadap penyakit patek dan keriting daun (PT.Matahari Seed Indonesia).
2.
Varietas Jatilaba
(Merah Besar)
Cabai varietas ini permukaan buah
halus dan mengkilat serta mempunyai rasa pedas. Cabai besar dapat tumbuh subur
di dataran rendah sampai dataran tinggi, bentuk buah besar, panjang dan
meruncing, buah yang muda berwarna hijau, sedangkan buah yang tua berwarna merah,
kulit buah agak tipis, banyak terdapat biji dan rasanya agak pedas
(Djarwaningsih, 1984).
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi yang terletak di
Mendalo Indah, Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muara
Jambi dengan ketinggian tempat ± 35 m dpl. Percobaan ini dilaksanakan selama ± 7
bulan, yaitu mulai dari bulan Juni
2012 sampai Januari 2013.
3.2 Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan adalah cangkul,
parang, garu, gunting, ajir, gelas plastik, gembor, handsprayer, tali plastik,
papan label, meteran, kaleng susu, timbangan analitik, dan alat-alat tulis.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai Varietas
Jatilaba(cabe merah besar)
dan keriting Mario (deskripsi pada lampiran
3 dan 4), pupuk kandang, mol keong mas, trichokompos (sekam, pupuk kandang,tricoderma),
mulsa plastik hitam perak, pupuk organik Hantu (Hormon tanaman unggul) dan air.
3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok( RAK) dengan satu faktor.
Faktor (unit) perlakuannya adalah kombinasi penggunaan MPHP
dan varietas tanaman cabai (Mario dan Jatilaba)
sebagai berikut :
P1 = (Varietas Mario
+ Tanpa MPHP)
P2 = (Varietas
Jatilaba + Tanpa MPHP)
P3 = (varietas
Mario + MPHP)
P4 = (varietas
Jatilaba + MPHP)
Empat (4) perlakuan dengan masing-masing diulang
sebanyak 6 kali sehingga terdapat 24 petak percobaan. Jarak
antar satuan percobaan 50 cm dan jarak antar kelompok 100 cm. Ukuran petak
percobaan 3,5 x 1,2
m dengan jarak tanam 60 x 50. Setiap petak percobaan terdiri dari 14 tanaman dari
masing-masing petak diambil 6 tanaman sebagai sampel secara acak.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Areal Tanam
Areal penelitian
sebelum digunakan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma dan sampah yang
mengganggu, kemudian tanah dicangkul rata dan petak percobaan dengan ukuran 3,5
m x 1,2 m dan tinggi petakan ± 25-30 cm sebanyak 24 petakan. Jarak antar satuan
percobaan 50 cm dan jarak antar kelompok masing-masing 100 cm. Setelah itu,
setiap petakan diberi pupuk dasar berupa trichokompos dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 6,3 kg/petak. Pupuk
dicampur merata dengan tanah dan dibiarkan selama seminggu.
3.4.2 Pemasangan Mulsa Plastik Hitam Perak
Bedengan yang
sudah diolah kemudian ditutup dengan mulsa plastik hitam perak (MPHP). Warna
perak dari mulsa diletakkan dibagian atas dan warna hitam di bagian bawah. Waktu
pemasangan mulsa plastik hitam perak (MPHP) dilakukan pada siang hari – sore
hari agar plastik tersebut memanjang (memuai) dan menutup tanah serapat mungkin.
Pemasangan dilakukan setelah bedengan dibuat dan diberi pupuk dasar yaitu
trichokompos (pupuk kandang),
kemudian disiram dengan air secukupnya. Cara pemasangan mulsa yaitu dengan
menarik kedua ujung mulsa ke masing-masing ujung bedengan dengan arah
memanjang, kemudian dikuatkan dengan jepitan yang terbuat dari bilah bambu yang
berbentuk “V”, yang ditancapkan di setiap sisi bedengan, kemudian mulsa tersebut
ditarik ke bagian sisi kanan bedengan hingga tampak rata menutupi seluruh
permukaan bedengan. Kemudian dibuat lubang tanamnya menggunakan kaleng susu
yang panas. Pemindahan bibit tanaman dilakukan lima hari atau seminggu
kemudian. Sebaiknya penyiraman dilakukan melalui lubang tanam pada mulsa
plastik. Penyiraman cukup dilakukan sehari sekali (Setiadi, 2008).
3.4.3 Persiapan Bibit
3.4.3.1 Persiapan Media Semai
Media semai yang
digunakan adalah campuran tanah lapisan atas dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 dalam
wadah gelas plastik. Persemaian disiram pada pagi dan sore hari untuk
penyemprotan pupuk organik Hormon Tanaman Unggul ( Hantu) dilakukan pada saat
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dengan konsentrasi 1 mL per liter larutan
dilakukan seminggu sekali dan tempat persemaian diberi naungan dari atap
rumbia.
3.4.3.2
Persiapan Benih dan Penyemaian Benih
Benih cabai yang
digunakan adalah varietas nasional Mario
(keriting) dan Jatilaba (Merah Besar). Sebelum benih disemai
direndam dahulu dengan larutan Mol selama 1 jam. Tujuan perendaman adalah
memotong masa dormansi benih. Sebelum benih ditanam terlebih dahulu disiram
agar tetap terjaga kelembabannya.
Benih Cabai yang
sudah dipilih dan dianggap baik terlebih dahulu disemai ke dalam gelas plastik
kecil. Setiap gelas plastik diisi dengan 3 benih dengan kedalaman lubang tanaman
± 0,5-1 cm, kemudian lubang ditutup dengan tanah tipis. Bibit dapat dipindahkan
ke lapangan setelah tingginya
mencapai 10-15 cm atau kira-kira berumur 4 minggu. Pemeliharaan bibit meliputi
penyiraman yang dilakukan pada sore hari dan pemupukan. Pemupukan pada bibit
dilakukan setelah berumur 2 minggu, yaitu dengan menggunakan hantu (Hormon
Tanaman Unggul) dengan dosis 1 mL
per liter air dan disemprot seminggu sekali sampai bibit siap dipindahkan.
3.4.4
Penanaman
Penanaman bibit ke
lapangan dilakukan setelah bibit berumur kira-kira 4 minggu atau tingginya
mencapai 10-15 cm. Bibit cabai
yang ditanam adalah bibit yang baik,
yaitu pertumbuhannya tegar, warna daun hijau, tidak cacat/terkena hama
penyakit. Penanaman dilakukan dengan cara
mengeluarkan bibit dari gelas plastik
semaian secara hati-hati.
Caranya, ambil gelas semaian berisi bibit, lalu balikan dengan pangkal batang
bibit cabai dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengah. Pinggir gelas digunting secara hati-hati agar
bibit cabai keluar bersama akar dan medianya. Hal tersebut untuk mencegah kerusakan
akar yang dapat
menyebabkan stress dan layu pada
akar. Bibit cabai siap ditanam pada lubang tanam yang tersedia dan segera
disiram sampai cukup basah. Penanaman dilakukan pada sore
hari agar panas matahari tidak membuat layu dan untuk mengurangi stres tanaman.
3.4.5 Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan
pemeliharaan tanaman cabai meliputi penyiraman, pemasangan ajir, penyulaman,
penyiangan, pemangkasan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman
dikakukan setiap hari pada sore hari untuk menjaga kelembaban media tanah.
Apabila hujan turun tidak perlu dilakukan penyiraman. Pemasangan ajir dilakukan
sejak penanaman yang bertujuan agar tidak mengganggu perakaran tanaman dan
untuk menopang tegaknya tanaman. Ajir ditancapkan sampai kedalaman ± 30 cm dengan
ketinggian ajir 150 cm dan diberi tanda 10 cm dari permukaan tanah agar
mempermudah pengamatan tinggi tanaman dan tinggi dikotom.
Penyulaman
dilakukan apabila bibit yang ditanam tidak tumbuh atau pertumbuhannya tidak
normal. Penyulaman dilakukan sampai 2 minggu setelah tanam ke lapangan.
Penyiangan dilakukan jika ada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman. Pemangkasan pada tanaman cabai adalah membuang tunas yang
tumbuh di bawah percabangan utama dan daun-daun yang tidak efektif. Pemangkasan
dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan gunting. Pengendalian hama dan
penyakit tanaman cabai dilakukan dengan mengamati gejala penyakit yang
menyerang tanaman cabai.
3.4.6 Pemberian Mol Keong Mas
Penyemprotan
MOL keong mas di pertanaman dimulai saat bibit dipindahkan, untuk penyemprotan
dilakukan 2 kali satu minggu. Cara pengaplikapsiannya 30 mL Mol keong mas ditambahkan dengan 1L air, kemudian diaduk
hingga tercampur merata lalu disemprotkan pada tanaman hingga basah merata.
Penyemprotan dilakukan pada pagi hari sebelum pukul 09.00 Wib karena stomata
membuka semua sehingga tekanan turgor tinggi jadi semua jika mol diberikan
sebelum pukul 09.00 dapat diserap.
3.4.7 Pemanenan
Panen tanaman
cabai dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah dipindahkan ke lapangan atau
120-135 hari setelah perkecambahan. Buah cabai dipanen setelah ukurannya
mencapai maksimum dan berwarna merah
kira-kira 70%. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik
secara hati-hati beserta tangkai buahnya dan dilakukan pada saat cuaca cerah.
Setelah panen pertama, setiap 3-4 hari sekali dilanjutkan dengan panen rutin
sampai 2 kali periode pembungaan.
3.5 Variabel yang Diamati
3.5.1 Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi
tanaman dimulai sejak tanaman berumur 2 minggu setelah pindah ke lapangan
sampai akhir fase vegetatif dengan interval umur
pengamatan satu minggu. Pengukuran tinggi tanaman
dimulai dari leher akar sampai ujung titik tumbuh tertinggi dari tanaman sampel
dengan satuan cm.
3.5.2 Umur Berbunga (hari)
Umur berbunga
tanaman cabai dihitung pada saat bunga pertama kali sejak muncul pada tanaman
sampel dengan satuan yang digunakan adalah hari.
3.5.3
Jumlah Buah per Tanaman (buah)
Jumlah buah per tanaman dihitung
berdasarkan jumlah buah yang dihasilkan pada tanaman sampel yang diperoleh pada
setiap kali panen dan dijumlahkan pada akhir penelitian. Jumlah buah per
tanaman dinyatakan dalan satuan buah.
3.5.4 Bobot Buah per Tanaman (g)
Bobot buah per tanaman dihitung dengan
cara menimbang bobot buah yang dihasilkan pada tanaman sampel setiap kali panen
dan dijumlahkan pada akhir penelitian. Satuan yang digunakan adalah gram.
3.5.5 Berat Pupus (g)
Pengamatan
terhadap berat pupus dilakukan pada saat panen berakhir dengan mencabut tanaman
sampel tersebut. Selanjutnya mengering ovenkan selama 1x24 jam, pada suhu 600c dan
akan ditimbang berat pupusnya
dengan satuan yang digunakan gram.
3.5.6 Hasil Produksi 2X Periode Panen (ton/hektar)
Hasil
tanaman cabai per hektar dihitung dengan tujuan untuk mengetahui potensi hasil tanaman cabai dengan
luasan 1 hektar. Hasil tanaman per hektar dapat dihitung dengan rumus :
Hasil 1 ha =
x hasil
petak tanaman
3.5.7 Persentase Hama dan Penyakit (%)
Pengamatan
persentase tanaman sakit dilakukan dengan mengamati seluruh tanaman yang sakit
sejak tanaman bermur 2 minggu setelah tanam sampai panen dengan interval
pengamatan seminggu sekali. Persentase tanaman terserang dihitung berdasarkan
Natawigena (1985) dalam Zen et al. (2006):
dengan rumus sebagai berikut:
Persentase serangan (%) =
×
100%
3.6 Analisis Data
Untuk melihat
pengaruh perlakuan, data diolah secara statistik dengan analisis ragam, dan
untuk membandingkan setiap perlakuan digunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf α = 5%.
3.7 Data Penunjang
Data penunjang
yang digunakan adalah analisis tanah yang diukur meliputi pH dan kadar N-P-K
tanah yang dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Jambi. Analisis tanah dibedakan menjadi dua, yaitu analisis tanah awal dan
analisis tanah setelah perlakuan. Selain itu juga digunakan data klimatologi
yang diamati meliputi temperatur, curah hujan. Pengamatan dilakukan selama
penelitian berlangsung dan data diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika Kabupaten Muara Jambi.
Untuk Hasil dari Proposal ini Silahkan Klik Link Ini
Hasil Proposal Skripsi
Untuk Hasil dari Proposal ini Silahkan Klik Link Ini
Hasil Proposal Skripsi
2 comments
Write commentsMas bisa liat daftar pustaka lengkapnya dan jurnalnya
ReplyPustaka nya bisa dilihat di artikel berikutnya di link paling bawah mas...
Replysemoga membantu
terimakasih
Masukkan Komentar di bawah