Hasil Penelitian Kultur Jaringan Jarak Pagar


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Bobot Segar Kalus
Hasil analisis ragam terhadap bobot segar kalus menunjukan bahwa pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino berpengaruh nyata dalam memacu pertambahan bobot segar kalus. Hasil pengamatan pengaruh beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino terhadap penambahan bobot segar kalus dapat dilihat pada tabel 3 (Lampiran 3).
Tabel 3. Pengaruh beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino terhadap penambahan bobot segar kalus
Kombinasi Zat pengatur Tumbuh dan Asam Amino
Bobot Segar Kalus
Prolin 25µM (T9)
1,18 a
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D (T5)
1,02 b
Prolin 50µM (T8)
1,01 b
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T3)
0,97 bc
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T1)
0,91 bc
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D (T6)
0,87 cd
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T4)
0,78 de
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T2)
0,76 de
Manitol 3% (T7)
0,71 e
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf α = 5%
Pada tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa penambahan bobot segar kalus dengan perlakuan Prolin 25µM mendapatkan hasil tertinggi dengan nilai 1,18 sehingga berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan  1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D, Prolin 50µM, 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, dan perlakuan Manitol 3%.
            Pada perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D dengan penambahan bobot segar kalus dengan nilai 1,02 tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan Prolin 50µM, 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin. Akan tetapi berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, dan perlakuan Manitol 3%.
            Perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D. Namun berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, dan perlakuan Manitol 3%.
            Perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, dan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin. Akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan manitol 3%.
             Terlihat dari tabel 3 bahwa perlakuan prolin 25µM (T9) memberikan rata – rata penambahan bobot segar kalus tertinggi dengan nilai 1,18. Sementara hasil terendah pada pengamatan penambahan bobot segar kalus diperoleh dari perlakuan tanpa pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino atau manitol 3% (T7) dengan nilai 0,71.
4.1.2 Diameter Kalus
Hasil analisis ragam terhadap penambahan diameter kalus menunjukan bahwa pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino berpengaruh nyata dalam memacu pertambahan diameter kalus. Hasil pengamatan pengaruh beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino terhadap penambahan bobot segar kalus dapat dilihat pada tabel 4 (Lampiran 4).
Tabel 4. Pengaruh beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino terhadap penambahan diameter kalus.
Kombinasi Zat pengatur Tumbuh dan Asam Amino
Diameter Kalus
Prolin 25µM (T9)
3,19 a
Prolin 50µM (T8)
2,78 ab
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D (T5)
2,72 abc
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D (T6)
2,56 bc
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T3)
2,41 bc
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T1)
2,21 cd
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T4)
1,72 de
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T2)
1,5 e
Manitol 3% (T7)
0,94 f
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf α = 5%                                                                                                                                                    
            Pada tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa penambahan diameter segar kalus dengan perlakuan Prolin 25µM mendapatkan hasil tertinggi dengan nilai 3,19 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan Prolin 50µM, dan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D, 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, dan Manitol 3%.
            Perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D dengan penambahan diameter sebesar 2,56 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, dan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin. Namun, berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, dan Manitol 3%.
            Perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin dengan penambahan diameter sebesar 2,21 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin dan perlakuan Manitol 3 %.
            Perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin. Namun berbeda nyata dengan perlakuan Manitol 3 %. Sedangkan perlakuan Manitol berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Terlihat dari tabel 4 bahwa perlakuan prolin 25µM (T9) memberikan rata – rata penambahan diameter kalus tertinggi dengan nilai 3,19. Sementara hasil terendah pada pengamatan penambahan diameter kalus diperoleh dari perlakuan tanpa pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino atau manitol 3% (T7) dengan nilai 0,94.
4.1.3 Warna Kalus
            Pengamatan visual terhadap warna kalus yang terbentuk pada eksplan daun yang dikulturkan pada media yang dilengkapi dengan berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino terhadap warna kalus.
Kombinasi ZPT dan Asam Amino
Warna Kalus
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin
Warna kalus krem, hijau, dan hijau keputihan
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin
Warna kalus krem dan coklat dengan dominasi warna krem
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat
Warna kalus hijau, krem, dan hijau kekuningan dengan dominasi warna hijau
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat
Warna kalus krem dan hijau kekuningan dengan dominasi warna krem
1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D
Warna kalus hijau, hijau kekuningan dan krem dengan dominasi warna hijau
2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D
Warna kalus hijau dan krem dengan dominasi warna krem
Manitol 3%
Warna kalus hijau, coklat, hijau kekuningan dan krem dengan dominasi warna krem
Prolin 50µM
Warna kalus hijau, krem, hijau kekuningan, hijau kecoklatan dan coklat dengan dominasi warna hijau
Prolin 25µM
Warna kalus hijau, hijau kekuningan, hijau kecoklatan, kuning kecoklatan, dan krem dengan dominasi warna hijau

 


          Hijau                                                  Hijau keputihan                                               Krem

 

Hijau kekuningan                                                      Hijau kecoklatan                                            Coklat
Gambar 1. Warna kalus yang terbentuk pada kalus dengan berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino

4.1.4 Struktur Kalus
            Sama halnya dengan warna, hasil pengamatan visual terhadap struktur tidak memperlihatkan adanya perbedaan pada kalus yang diproliferasikan di berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino. Struktur kalus yang terbentuk dari eksplan daun jarak pagar didominasi oleh struktur kalus yang kompak (Gambar 2).









Gambar 2.Struktur kalus kompak yang terbentuk pada kalus yang dikulturkan pada prolin 50µM.
4.1.5 Kalus Embriogenik Secara Mikroskopik
            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di bawah mikroskop, hasil pengamatan mikroskopik tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang menyolok pada kalus yang diproliferasikan pada berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino. Kalus yang terlihat dibawah mikroskop memiliki vakuola yang kurang jelas  yang belum atau tidak mengandung butir pati (gambar 2).






Gambar 3. Mikroskopis kalus jarak pagar dengan pewarnaan iodine pada Vakuola yang ternyata tidak mengandung pati.

4.2 Pembahasan
            Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dapat diketahui bahwa pemberian beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino berpengaruh nyata terhadap penambahan bobot segar kalus pada eksplan daun. Pada pengamatan penambahan bobot segar kalus pada eksplan kalus jarak pagar nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan Prolin 25µM dengan nilai 1,18.
            Hal ini menunjukan bahwa pengkombinasian zat pengatur tumbuh dan asam amino pada kombinasi dan konsentrasi tertentu dapat menekan laju penambahan bobot segar kalus. Penambahan bobot kalus yang dihasilkan cenderung akan semakin menurun dengan banyaknya pengkombinasian zpt dan asam amino, hal ini dapat dilihat pada perlakuan kombinasi 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T4) dengan nilai 0,97.
            Dapat dikatakan juga bahwa pemberian asam amino prolin dengan konsentrasi rendah (25µM) dan tanpa pengkombinasian dapat memacu pertambahan bobot kalus. Hal ini menunjukan bahwa penambahan bobot kalus pada konsentrasi prolin yang rendah dan tanpa pengkombinasian dengan zpt lainnya dimungkinkan karena secara fisiologis kandungan hormon auksin dan sitokinin serta asam amino prolin endogen dari eksplan kalus asal daun muda sudah mencukupi untuk memacu penambahan bobot kalus. Sehingga pada perlakuan prolin dalam konsentrasi rendah dan tanpa dikombinasikan, bobot eksplan mampu bertambah dengan baik. Asam – asam amino berperan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi kalus.
            Berdasarkan hasil penelitian penggunaan kombinasi perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D (T5) menghasilkan penambahan bobot segar kalus yang lebih baik dengan nilai 1,02 dibandingkan dengan kombinasi perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D (T6) dengan nilai 0,87. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rianawati et al. (2007) pada eksplan daun anggrek, penggunaan media MP (1/2 MS + 0,5 mgL- 2,4-D + 0,2 mgL- TDZ + 2 gL- pepton + 75 mlL- air kelapa + 1 gL- arang aktif) mampu menghasilkan produksi berat kalus yang lebih baik dari pada media untuk proliferasi kalus yaitu MR ((1/2 MS + 0,2 mgL- 2,4-D + 0,4 mgL- BAP + 2 gL- pepton + 75 mlL- air kelapa + 1 gL- arang aktif).
            Dari tabel hasil bobot segar kalus di atas juga dapat dilihat bahwa penambahan asam amino seperti glutamin dan casein hidrolisat kedalam media yang sudah mengandung auksin dan sitokinin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penambahan bobot kalus. Pada kombinasi perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T3) dengan nilai 0,97 tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T1) yang mempunyai nilai rata – rata 0,91 namun berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan antara 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T4) dengan nilai 0,78 dan dengan kombinasi perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T2) yang mempunyai nilai rata – rata 0,76.
Yang membedakan kombinasi perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T3) dan perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T1) dengan perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 pp Casein Hidrolisat (T4) dan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T2) adalah jenis sitokinin yang digunakan. Pada perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T3) dan perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T1) jenis sitokinin yang digunakan adalah Thidiazuron yang diduga memiliki peranan yang mampu menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi tunas aksilar (Lu, 1993), sedangkan pada kombinasi perlakuan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Casein Hidrolisat (T4) dan 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin (T2) sitokinin yang digunakan adalah Benzil Amino Purine (BAP). Hal tersebut berarti menyatakan bahwa hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumaryono dan Riyadi (2005) yang berhasil mendapatkan hasil proliferasi kalus terbaik dengan bobot basah yang meningkat hingga 12-14 kali dari bobot awal yang diperoleh pada medium WP dengan pikloram 15 atau 30µM dikombinasikan dengan BAP 0,5µM pada eksplan kina klon CB5.
Sedangkan hasil rata – rata penambahan berat kalus terendah didapatkan pada perlakuan manitol 3%. Hal ini diduga karena tidak adanya penggunaan atau kombinasi dari hormon auksin, sitokinin dan asam amino eksogen yang membantu proses pertumbuhan eksplan kalus tersebut. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan hormon endogen tidak mampu mencukupi untuk penambahan bobot segar kalus.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dapat diketahui bahwa penggunaan kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penambahan diameter kalus. Pada pengamatan penambahan diameter kalus pada eksplan kalus jarak pagar nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan Prolin 25µM dengan nilai 3,19.
Pertambahan bobot segar kalus dan ukuran diameter kalus saling mempengaruhi satu sama lain. Semakin berat bobot kalus maka semakin besar ukuran diameternya atau sebaliknya. Pemberian prolin dengan konsentrasi tinggi dan rendah  tanpa dikombinasikan dengan auksin maupun sitokinin mampu menghasilkan bobot segar yang cukup tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya antara hormon auksin, sitokinin, dan asam amino. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Yunita (2006) yang menghasilkan kalus dengan diameter lebih besar dengan menambahkan prolin 100 mgL-1 pada media yang sudah mengandung 2,4-D 3 mgL-1 terhadap eksplan embrio zigotik padi.
Jaringan kalus yang dihasilkan dari suatu eksplan biasanya memunculkan warna yang berbeda-beda. Kualitas kalus yang baik memiliki warna yang hijau. Menurut Fatmawati (2008), warna kalus mengindikasikan keberadaan klorofil dalam jaringan, semakin hijau warna kalus semakin banyak pula kandungan klorofilnya. Warna terang atau putih dapat mengindikasikan bahwa kondisi kalus masih cukup baik.
Berdasarkan tabel 5 warna kalus yang terlihat berkisar antara krem, hijau, hijau keputihan, coklat, hijau kekuningan, dan hijau kecoklatan. Pengamatan warna kalus yang diamati secara visual menunjukan warna kalus yang berbeda – beda sesuai dengan pengkombinasian perlakuan yang diberikan. Umumnya kalus yang diberi perlakuan sitokinin TDZ dengan konsentrasi rendah yang dikombinasikan dengan auksin 2,4-D dan dengan atau tanpa dikombinasikan dengan asam amino mampu menghasilkan warna kalus hijau yang mendominasi warna kalus lainnya yang ada. Sedangkan kalus yang diberi perlakuan sitokinin BAP dengan konsentrasi tinggi yang dikombinasikan dengan auksin 2,4-D dan dengan atau tanpa dikombinasikan dengan asam amino menghasilkan warna krem yang lebih mendominasi dibandingkan dengan warna kalus lainnya.
Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Hanifah (2007), pada penambahan sitokinin dengan kosentrasi yang semakin meningkat cenderung menunjukkan warna hijau (cerah) pada kalus lebih tahan lama. Warna hijau pada kalus adalah akibat efek sitokinin dalam pembentukan klorofil. Sedangkan warna kalus hijau keputihan terdapat dalam perlakuan 1 ppm TDZ + 1 ppm 2,4-D + 100 ppm Glutamin, 25µM Prolin, dan 50 µM Prolin. Warna kalus hijau kecoklatan terdapat pada perlakuan 25µM Prolin, dan 50 µM Prolin. Warna kalus yang semakin gelap (menjadi coklat) berarti pertumbuhan kalus semakin menurun.
Warna kecoklatan pada kalus (browning) ini akibat adanya metabolisme senyawa fenol bersifat toksik, yang sering terangsang akibat proses sterilisasi eksplan, yang menghambat pertumbuhan atau bahkan menyebabkan kematian jaringan (Yusnita, 2004). Santoso dan Nursandi 22 (2004) menyatakan bahwa peristiwa pencoklatan tersebut sesungguhnya merupakan suatu peristiwa alamiah dan proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik seperti pengupasan, dan pemotongan. Gejala pencoklatan merupakan tanda-tanda terjadinya kemunduran fisiologis eksplan. Selain menandakan terjadinya sintesis senyawa fenol, warna coklat disebabkan oleh semakin bertambahnya umur sel atau jaringan kalus.
Perbedaan warna kalus menunjukan bahwa tingkat perkembangan kalus berbeda – beda. Hampir semua perlakuan menunjukan warna hijau kekuningan pada kalus. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian efek zat pengatur tumbuh pada tanaman gandum secara in vitro, penggunaan 2,4-D menghasilkan kalus yang remah dan putih. Monirul (2005) dan Ragapadmi (2006) juga melaporkan bahwa penggunaan 2,4-D pada kultur jaringan benih padi menghasilkan kalus yang bersifat remah dan bening.
Tanda bahwa kalus yang diregenerasikan diharapkan depat membentuk embrio, antara lain terjadinya perubahan warna dari kecoklatan atau kuning menjadi putih kekuningan selanjutnya menjadi kuning kehijauan. Perubahan warna tersebut merupakan tanda adanya morfogenesis (George dan Sherington, 1993). Adanya dugaan warna kuning kehijauan pada kalus embriogenik diharapkan merupakan awal dari pembentukan struktur embrio somatik, akan tetapi pada beberapa kalus ada yang berubah warnanya menjadi coklat dan kemudian mati.
Tekstur kalus merupakan salah satu penanda yang dipergunakan untuk menilai kualitas suatu kalus. Kalus yang baik diasumsikan memiliki tekstur remah (friable). Tekstur kalus yang remah dianggap baik karena memudahkan dalam pemisahan menjadi sel-sel tunggal pada kultur suspensi, di samping itu akan meningkatkan aerasi oksigen antar sel. Dengan demikian, dengan tekstur tersebut upaya untuk perbanyakan dalam hal jumlah kalus yaitu melalui kultur suspensi lebih mudah. Pierik (1987) menyatakan tekstur pada kalus dapat bervariasi dari kompak hingga meremah, tergantung pada jenis tanaman yang digunakan, komposisi nutrien media, zat pengatur tumbuh dan kondisi lingkungan kultur.  Tekstur kalus yang terbentuk pada eksplan jarak pagar pada berbagai kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh dan asam amino seluruhnya memiliki tekstur yang kompak.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Fatmawati (2008), kalus yang sebagian besar bertekstur remah pada eksplan daun A. annua disebabkan oleh penggunaan 2,4-D dalam media kultur.  Hal serupa juga diperoleh pada penelitian Ratnadewi (1991) cit Fatmawati (2008), auksin 2,4-D yang dipadukan dengan kinetin 1 mg/l dipakai untuk menginduksi pembentukan dan perbanyakan kalus friable pada tanaman tebu. Terbentuknya kalus yang bertekstur remah menurut Widyawati (2010) dipacu oleh adanya hormon auksin endogen yang diproduksi secara internal oleh eksplan yang telah tumbuh membentuk kalus tersebut.
Kalus kompak memiliki kawasan meristematik (meristemoid) yang mengindikasikan organisasi. Pada kultur embrio sereal, kalus remah dan kompak dapat terjadi berdampingan pada kondisi kultur yang sama, hanya jaringan yang kompak yang mampu untuk morfogenesis sedangkan kalus remah tidak bermorfogenesis.
Menurut Vasil (1983) hanya kalus kompak yang berkapasitas untuk membentuk embrio somatik. Secara umum kalus kompak berwarna putih, tidak tembus cahaya, dan terorganisir. Sedangkan kalus remah, lembut, dan tembus pandang yang secara umum merupakan kalus tak terorganisir yang umumnya terbentuk dari jaringan dewasa eksplan dan tidak membentuk embrio. Kalus embriogenik tersusun kecil, penuh sitoplasma, dinding selnya tipis, dan vakuolanya kurang jelas tetapi mengandung banyak pati.
Pada pengamatan mikroskopis pada struktur kalus (gambar 3) terdapat ciri sel dengan sitoplasma dan vakuola kurang jelas. Vakuola tersebut tidak mengandung pati, hal tersebut dapat dikatakan karena tidak adanya reaksi antara iodine dengan pati yang menghasilkan warna biru pada vakuola. Salah satu reaksi dari ciri kalus embriogenik adalah menghasilkan warna biru bila diberikan iodine akibat adanya reaksi antara iodine dengan pati.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.      Pemberian beberapa perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino berpengaruh nyata terhadap penambahan bobot segar kalus dan diameter kalus, namun tidak berpengaruh nyata terhadap warna kalus, struktur, dan bentuk mikroskopik kalus.
2.      Pemberian perlakuan Prolin secara tunggal dengan konsentrasi rendah (25µM) mampu memberikan penambahan bobot dan diameter kalus tertinggi pada eksplan kalus jarak pagar.
3.      Kalus yang dihasilkan memiliki warna yang beragam seperti hijau, krem, coklat, hijau kekuningan, dan hijau kecoklatan. Namun hasil yang dominan adalah kalus yang berwarna krem.
4.      Kalus yang dihasilkan memili kalus yang 100 % kompak.
5.      Kalus yang didapat belum mampu menghasilkan kalus yang embriogenik karena tidak mengandung pati.
5.2    Saran
            Perlu dilakukannya penelitian lanjutan untuk jenis kombinasi zat pengatur tumbuh dan asam amino sebagai media embriogenesis somatik dengan menggunakan kombinasi zat pengatur tumbuh dan media yang optimal untuk meningkatkan keberhasilan embriogenesis somatik pada tanaman jarak pagar.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Yaakob, Kamarudin, Ismail, Salimon. 2009. Caracteristic and Composition of Jatropha Curcas Oil Seed from Malaysia and its Potential as Biodiesel Feedstock. Eur.J.Sci.Res. 29:396-403.
Ammirato, P.V. 1983. Embryogenesis. In D.A. Evans, W.R. Sharp, P.V. Ammirato, and Y. Yamada. (Eds.). Handbook of Plant Cell Culture 1:82-123.
Collin, H. A and S. Edwards. 1998. Plant Cell Culture. BIOS Scientific Publishers. London. 158p.
Dabin, P. dan F. Beguin. 1987. Somatic Embryogenesis in Fuchsia. Acta Horticulturae 212.
Ehsanpour, A. A. 2002. Induction of somatic embryogenesis from endosperm of oak (Quercus castanifolia). In A. Taji and R. Williams (ed.). The importance of plant tissue culture and biotechnology in plant science. Univ. of New England Unit, Australia. P.273 – 277.
Gaj, M.D. 2001. Direct somatic embryogenesis as a rapid and efficient system for in vitro regeneration of Arabidopsis thaliana. Plant Cell and Organ Culture 64:39-46.
George, E. F. Dan Sherrington, 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd, England.
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur  Jaringan Tumbuhan. PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Hambali dan Eliza. 2007. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hambali, E., Suryani, A., Dadang, Ariyadi, Hanafie, H., Rekso-wardojo, I.K., Rivai, M., Ihsanur, M., Suryadarma, P., Tjitrosemito, S., Soerawidjaja, T.H., Prawitasari, T., Prakoso, T., dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hariyadi, 2005. Sistem Budidaya Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas L.). Makalah Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar Untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Bogor.
Hartman, H.T., D.E. Kester, dan F.T. Davis-Jr. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices. Englewood Clifts. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Indrianto, A. 2002. Kultur jaringan tumbuhan. Fak. Biologi UGM. Yogyakarta. 134 hal.
Jimenez, V.M. 2001. Regulation of in vitro somatic embryogenesis with emphasis on the role of endogenous hormones. R. Bras. Fisiol. Veg. 13(2): 196-223.
Kalimuthu, K., S. Paulsamy, R. Senthilkumar dan M. Sathy. 2007. In vitro Propagation of the Biodiesel Plant Jatropha curcas L. Plant Tissue Culture & Biotechnology Journal 17(2): 137-147

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Masukkan Komentar di bawah