Proposal Skripsi : Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Dengan Pemberian Kompos Janjang Kosong di Pre Nursery Pada Tanah Bekas Tambang Batubara

I.            PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) sangat penting artinya bagi Indonesia 20 tahun terakhir ini. Komoditi ini memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemasukan devisa negara. Komoditas ini perlu ditingkatkan pengembangannya dalam rangka menunjang program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada sektor minyak dan gas. Upaya peningkatan produksi minyak kelapa sawit mempunyai prospek yang cukup cerah di masa yang akan datang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan minyak kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang menyumbang devisa paling besar bagi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), dimana nilai ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia pada tahun 2011 sebesar US$ 17.261 juta, nilai ekspor kelapa sawit di semester I 2012 mencapai US$ 9.952 juta. Data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) juga menyebutkan, volume ekspor kelapa sawit (CPO) di semester I 2012 mencapai 9.776.000 ton. Di 2011, volume ekspor kelapa sawit mencapai 16.436.000 ton. (Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2012).
Perkembangan kelapa sawit nasional pada saat ini cukup pesat, pada tahun 2012 terjadi peningkatan luas areal maupun produksi secara tajam. Luas areal lahan kelapa sawit di Indonesia 2011 mencapai 8.908.000 Ha, sementara di 2012 angka sementara mencapai 9.271.000 Ha. Itu berarti, luas lahan kelapa sawit di Indonesia saat ini telah meningkat dibandingkan 2011 dan melebihi target Kementerian Pertanian. (Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2012).
Provinsi Jambi merupakan provinsi keenam yang memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia setelah Riau, Kalteng, Sumut, Sumsel, dan Kalbar. (Setiadi, 2011). Perkembangan kelapa sawit di Provinsi Jambi cukup pesat, sesuai statistik pada tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 513.959 Ha dengan produksi CPO sebesar 1.392.293 ton. Pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit 532.293 Ha dengan produksi CPO sebesar 1.426.081ton. (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2011).
Dengan meningkatnya luas areal tanaman kelapa sawit tentu kebutuhan akan ketersediaan bibit kelapa sawit berkualitas dengan kuantitas yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit. Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman di perkebunan kelapa sawit yaitu penggunaan bibit yang berkualitas, seperti yang diungkapkan Pahan (2008) bahwa investasi yang sebenarnya bagi perkebunan komersial berada pada bahan tanaman (benih/bibit) yang akan ditanam, karena merupakan sumber keuntungan pada perusahaan kelak.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam peningkatan produksi kelapa sawit yaitu ketersediaan lahan yang semakin menurun dengan adanya alih fungsi lahan pertanian untuk kegiatan diluar pertanian. Solusi dari permasalahan tersebut adalah meningkatkan kualitas lahan marginal agar dapat kembali sebagai lahan pertanian. Lahan marginal yang berpotensi di Provinsi Jambi adalah lahan bekas tambang batubara. Di Provinsi Jambi terdapat 757.241,10 Ha areal Izin Usaha Penambangan (IUP) (Dinas Sumber Daya Energi dan Mineral, 2010). Dari IUP tersebut, sehingga kemungkinan besar lahan bekas tambang batubara juga sangat luas dan dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian khususnya pembibitan kelapa sawit.
Lahan bekas tambang batubara mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, memiliki masalah dalam penyerapan air, akibatnya tanaman akan mengalami cekaman kekeringan pada musim kemarau, sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk memperbaikinya. Reklamasi merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
Kecenderungan naiknya peranan batubara dalam penyediaan energi nasional, yang diperkirakan mencapai 39,6 % pada tahun 2020, akan menjadi problem lingkungan yang cukup serius ke depannya. Hal ini tampak pada berbagai aktivitas pertambangan batubara, yang sangat identik dengan kegiatan perusakan alam dan lingkungan. Banyak lahan pasca tambang batubara yang dibiarkan setelah dilakukan eksploitasi. Bekas galian yang dalam, hilangnya vegetasi di sekitarnya merupakan kerusakan yang riil terjadi dilapangan. Apabila lahan tersebut tidak direhalibitasi, akan mengakibatkan lahan mati dan merusak ekosistem yang ada. Selain itu terjadi penurunan unsur hara, pH tanah dan tipisnya lapisan atas tanah serta meningkatnya kandungan unsur yang toksik bagi tanaman. Lahan-lahan demikian tentunya perlu perbaikan agar dapat dimanfaatkan kembali untuk usaha pertanian (Widyati, 2007). Perbaikan sifat-sifat tanah setelah penambangan memerlukan pengelolaan dan upaya khusus sehingga tanah dapat berfungsi kembali sebagai media tumbuh tanaman. Perbaikan kondisi tanah timbunan setelah penambangan dapat dilakukan dengan menambahkan bahan organik. Salah satu bahan organik yang dapat digunakan adalah kompos janjang kosong kelapa sawit.
Janjang kosong kelapa sawit merupakan limbah padat sebagai hasil sampingan proses pengolahan janjang buah segar (TBS) menjadi CPO yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kompos, karena mengandung bahan organik yang dapat digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan organisme. Selain itu janjang kosong memiliki struktur berpori dengan kandungan bahan kering 40 – 60 % dengan nisbah C/N : 50 – 60 (Susilawati, 1998). Ketersediaan janjang kosong di Provinsi Jambi pada tahun 2012 yaitu 18.000,03 ton dari janjang buah segar yang diolah sebesar 78.261 ton (Badan Pusat Statistik, 2013).
            Kompos merupakan  hasil akhir proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh sejumlah organisme dalam lingkungan yang lembab, hangat dan dengan atau tanpa aerasi. Proses dekomposisi sendiri merupakan perubahan fisik dan kimia bahan organik menjadi komponen sederhana oleh mikroorganisme yang menggunakan bahan organik untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga menghasilkan suatu senyawa yang dapat diserap oleh tanaman (Sa’id, 1996).
Pemberian bahan organik berpengaruh terhadap beberapa sifat kimia tanah yaitu meniadakan sifat racun aluminium, penyangga hara tanaman, membantu meningkatkan penyediaan unsur hara terutama unsur P dan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. (Nurhayati Hakim, et al., 1986). Bahan organik yang terdapat pada janjang kosong kelapa sawit berupa gula, pati, glikogen, pektin, protein dan minyak yang mudah berdekomposisi serta hemiselulosa. Unsur nitrogen (N), digunakan untuk berdekomposisi karena kandungannya menurun pada bahan segarnya (Susilawati, 1998).
Kompos Janjang kosong kelapa sawit dapat menyumbangkan unsur hara yang umumnya dibutuhkan oleh tanaman pada tanah masam. Kumala (2003), menyatakan bahwa pemberian kompos janjang kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap peningkatan pH tanah, kadar P-tersedia dan K-tersedia pada tanah yang digunakan.
Dasar dari penggunaan kompos janjang kosong kelapa sawit karena mengandung unsur hara makro maupun mikro. Dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanah, dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan unsur hara kompos janjang kelapa sawit terdiri dari berbagai unsur yang cukup potensial yaitu : N (0,80 %), P (0,078 %), K (2,15 %), Mg (0,148 %), Ca (0,217 %), Cl (0,388 %), B (13 ppm), Cu (44ppm), Zn (33 ppm), dan Mn (15 ppm) ( Tim gabungan Manufakturing, Agronomi, Smartri, 2000).
Hasil penelitian  Harahap (2010) media tanam subsoil ultisol yang diaplikasikan kompos janjang kosong kelapa sawit dengan perbandingan (9:1) dapat dijadikan alternatif untuk digunakan sebagai media tanam pembibitan kelapa sawit, atau jika kompos janjang kosong kelapa sawit tidak tersedia dapat digantikan dengan konsentrat Limbah Cair Kelapa Sawit (LCPKS) dengan perbandingan yang sama. Ditambahkan oleh Astralyna (2009), bahwa pemberian kompos janjang kosong kelapa sawit sebagai media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang, pertumbuhan jumlah daun, dan rasio tajuk akar pada bibit mindi.
Selanjutnya berdasarkan penelitian Handoko (2011) pemakaian trichokompos janjang kosong kelapa sawit 50 % dan subsoil ultisol 50% ditambah pemberian komposisi pupuk NPK 2,5 g/polybag memberikan pertumbuhan bibit kakao yang terbaik.
Sesuai dengan pendapat Simamora dan Salundik (2006) yang menyatakan bahwa kompos pada umumnya mengandung unsur hara kompleks (makro dan mikro) walaupun dalam jumlah sedikit, selain itu secara fisik kompos juga  mampu menggemburkan tanah, memperbaiki aerase, meningkatkan penyerapan dan daya simpan air (water holding capacity). Secara kimia kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), meningkatkan ketersediaan unsur hara dan asam humat. Dan secara biologi kompos dapat melindungi perakaran tanaman dari patogen.
Berdasarkan uraian diatas, penulis telah melaksanakan penelitian guna mengetahui pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan pemberian kompos janjang kosong kelapa sawit  di pre nursery  pada tanah bekas tambang batubara.
1.2. Tujuan Penelitian
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.      Mengetahui pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan pemberian kompos janjang kosong kelapa sawit di pre nursery pada tanah bekas tambang batubara.
2.      Mendapatkan komposisi kompos janjang kosong kelapa sawit terbaik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery  pada tanah bekas tambang batubara.
1.3. Kegunaan Penelitian
          Kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan  informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian kompos janjang kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah bekas tambang batubara. Disamping itu merupakan syarat untuk menyelesaikan studi tingkat strata satu di Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
1.4. Hipotesis
1.      Pemberian kompos janjang kosong kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery  pada tanah bekas tambang batubara.
2.      Didapatkan komposisi kompos janjang kosong kelapa sawit yang tepat sebagai campuran media tanam untuk pembibitan kelapa sawit pada tanah bekas tambang batubara.

II.       TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Tinjaun Umum Tanaman Kelapa Sawit
            Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guineensis Jacq. bukan tanaman asli Indonesia. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guinensis berasal dari kata Guinea yaitu Pantai Barat Afrika dan Jacq singkatan dari Jacquin seorang Botanist dari Amerika.
            Taksonomi tanaman kelapa sawit sebagaimana yang dikutip oleh Sastrosayono (2003) adalah sebagai berikut :
Divisio             :           Spermatophyta
Subdivisio       :           Angiospermae
Classis             :           Monocotyledonae
Ordo                :           Palmales
Familia :           Palmaceae
Genus              :           Elaeis
Species            :           Elaeis guineensis Jacq.
            Kelapa sawit berkembang biak denga cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit yang sudah dewasa memiliki akar serabut yang membentuk anyaman rapat dan tebal. Sebagian akar serabut tumbuh lurus ke bawah/vertikal dan sebagian lagi tumbuh menyebar ke arah samping/horizontal (Sastrosayono, 2003).
Menurut  Mangoensoekarjo  dan  Tojib  (2005)  daun  pertama  yang  keluar pada  stadium  benih  berbentuk  lanset  (lanceolate),  beberapa  minggu  kemudian terbentuk  daun  berbelah  dua  (bifurcate)  dan  setelah  beberapa  bulan  terbentuk daun seperti bulu (pinnate) atau menyirip. Pahan (2008) menyatakan bahwa daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut: a. Kumpulan anak daun (leaflets)  yang  mempunyai  helaian  (lamina)  dan  tulang  anak  daun  (midrib).  b. Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat. c. Tangkai daun (petiole) yang merupakan  bagian  antara  daun  dan  batang.  d.  Seludang  daun  (sheath)  yang berfungsi sebagai pelindung kuncup bunga dan memberi kekuatan pada batang.
Batang  mempunyai  tiga  fungsi  utama,  yaitu  1.  sebagai  struktur  yang mendukung daun, bunga, dan buah; 2. sebagai sistem pembuluh yang mengangkut hara  dan  air  dari  akar  keatas  serta  hasil  fotosintesis  dari  daun  kebawah;  serta  3. kemungkinan  juga  berfungsi  sebagai  organ  penimbunan  zat  makanan  (Pahan, 2008).  Pembengkakan  pangkal  batang  (bole)  terjadi  karena  ruas  batang  dalam masa  awal  pertumbuhan  tidak  memanjang,  sehingga  pangkal-pangkal  pelepah daun  yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu memperkokoh posisi pohon  pada  tanah  agar  dapat  berdiri  tegak  (Mangoensoekarjo  dan  Tojib,  2005). Pemanjangan  batang  berlangsung  lambat,  tinggi  pohon  bertambah  35-75  cm  per tahun  (Mangoensoekarjo  dan  Tojib,  2005;  Pahan,  2008).  Batang  diselimuti  oleh pangkal pelepah daun tua sampai kira-kira umur 11-15 tahun sehingga setelah itu bekas pelepah daun mulai rontok (Pahan 2008).
Lubis  (1992)  menyatakan  bahwa  dari  akar  primer  tumbuh  akar  sekunder yang  tumbuh  horizontal  dan  dari  akar  sekunder  tumbuh  akar  tersier  dan  kuarter yang  berada  dekat  pada  permukaan  tanah.  Akar  tersier  dan  kuarter  yang  paling aktif  mengambil  air  dan  hara  dari  dalam  tanah.  Menurut  Mangoensoekarjo  dan Tojib  (2005)  dari  pangkal  batang  (bole)  tumbuh  akar  primer  yang  ribuan jumlahnya.  Akar  primer  yang  mati  segera  diganti  dengan  yang  baru.  Diameter akar primer berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m, akar sekunder tumbuh dengan diameter 2-4 mm, akar tersier tumbuh dengan diameter 0,1-0,5  mm  dengan  panjang  1-4  mm.  Pahan  (2008)  menyatakan  bahwa  sistem perakaran  kelapa  sawit  merupakan  sistem  akar  serabut,  terdiri  dari  akar  primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
2.2.   Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
2.2.1.      Iklim
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropika basah kawasan  khatulistiwa    12o LU-12o LS.  Kelapa  sawit  dapat  tumbuh  dan  berbuah hingga  pada  lahan  dengan  elavasi  1000  meter  di  atas  permukaan  laut.  Namun demikian  pertumbuhan  dan  produktivitas  optimal  akan  lebih  baik  jika  ditanam pada  lahan  dengan  elavasi  antara  0-500  meter  di  atas  permukaan  laut  (m  dpl). Pada  ketinggian  tempat  lebih  dari  500  meter  di  atas  permukaan  laut  (m  dpl), kelapa  sawit  dapat  tumbuh  dan  berproduksi  namun  produksinya  relatif  rendah (Mangoensoekarjo, 2007).
Sinar matahari sangat penting bagi pertumbuhan tumbuhan, karena merupakan salah satu syarat mutlak bagi terjadinya proses fotosintesis. Untuk pertumbuhan kelapa sawit yang optimal diperlukan  sekurang-kurangnya 5 jam penyinaran per hari sepanjang tahun (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Jumlah curah hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, serta penyebarannya merata sepanjang tahun. Sedangkan untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit diperlukan air sebanyak 0,25-2 liter/bibit tergantung dengan umur bibit (Lubis, 2008).
2.2.2        Tanah
Tanah merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit disamping faktor iklim. Tanah dapat menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman  dan sekaligus tempat berjangkarnya akar tanaman.
Bentuk dan kondisi tanah yang sangat berpengaruh pada produktivitas kelapa sawit. Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit  adalah datar sampai berombak dengan kemiringan lereng 0-8%. Secara umum, kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tanah tanah ultisol, entisol, inceptisol, andisol dan histosol. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik jika tanah tersebut memiliki drainase yang baik dan pH berkisar antara 5-6 (Sastrosayono, 2008).
2.3.     Pembibitan Kelapa Sawit
            Pembibitan merupakan langkah awal yang sangat menentukan bagi keberhasilan pertanaman. Hal ini juga berlaku dalam budidaya tanaman kelapa sawit, dimana pertanaman kelapa sawit yang produktivitasnya tinggi selalu berasal dari bibit yang baik. Bibit yang baik hanya akan diperoleh jika benih kelapa sawit yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) atau sumber benih lainnya ditangani dengan baik sesuai pedoman. Pembibitan bertujuan untuk menyediakan bibit yang baik dan sehat dalam jumlah yang cukup. Hal ini hanya akan berhasil jika kita menggunakan bahan tanam (kecambah) yang berasal dari produsen benih resmi, memilih lokasi pembibitan strategis, dan menerapkan kaidah kultur teknis pembibitan (Darmosarkoro, et al., 2008).
Pembibitan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembibitan satu tahap (single stage system) dan pembibitan dua tahap (double stage system). Pembibitan satu tahap dilakukan dengan cara penanaman kecambah langsung pada polybag besar tanpa tahap pembibitan awal. Sistem dua tahap, kecambah ditanam pada 2 tahap pembibitan yaitu : pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery) yang merupakan sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini.
Dalam pembibitan faktor pupuk dan media tanah sangat perlu diperhatikan karena turut mempengaruhi keberhasilan pembibitan. Untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah dapat diusahakan dengan pemberian pupuk, dimana pupuk dapat menambah unsur hara makro dan mikro juga dapat memperbaiki struktur tanah (Lingga, 2001).
2.4.   Kondisi Lahan Bekas Tambang Batubara
Total sumber daya batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan batubara diperkirakan 21 miliar ton. tambang batubara utama berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. produksi batubara meningkat sebesar 16% per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa (ESDM, 2011). Tambang batubara di Indonesia umumnya dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit mining) sehingga berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang emas, timah, maupun batu bara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas (Dindin, 2009).
Hasil penelitian Widyati (2006), tanah bekas tambang batubara mempunyai pH 3,2, kandungan sulfat 60.000 ppm, kapasitas tukar kation (KTK) 9 me/100g tanah, kepadatan tanah 1,71 g/cc ketersediaan air sangat rendah, kandungan N dan P juga sangat rendah, sehingga terjadi degradasi lahan yang akan menghambat kegiatan rehabilitasi pada lahan tersebut.
Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik.
2.5.Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah
Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan baik yang masih hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahap dekomposisi. Bahan organik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi tanah, yang semuanya berkaitan dengan bahan organik. Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi (Atmojo, 2003).
Bahan organik secara umum dapat dibedakan atas bahan organik yang mudah terdekomposisi karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O dan H, yang termasuk di dalamnya adalah senyawa selulosa, pati, gula dan senyawa protein; dan bahan organik yang sukar terdekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang banyak mengandung senyawa lignin, minyak, lemak dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan. Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan kadar C dan N pada bahan, secara umum makin rendah nisbah C dan N dalam bahan organik maka akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi.
Ada banyak sumber bahan organik yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan bahan organik tanah, antara lain adalah residu tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, limbah industri, dan limbah rumah tangga.
Dari sudut pandang kesuburan tanah dan nutrisi tanaman, peran dan fungsi bahan organik tanah (BOT) dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, BOT yang terakumulasi di dalam tanah merupakan penyimpanan dan pemasok hara-hara esensial tanaman, karena sebagian besar BOT berasal dari sisa-sisa tanaman sehingga ia mengandung semua hara yang dibutuhkan tanaman. Kedua, BOT mampu memperbaiki sifat-sifat tanah yang dapat menjaga ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan membuat kondisi tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman (Munawar, 2011).
2.6.   Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit
Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu  komoditi yang mengalami perkembangan yang terpesat.  Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Pada awal tahun 2001 – 2004, luas areal kelapa sawit dan produksi masing-masing tumbuh dengan laju 3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan ekspor meningkat 13.05% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2005  dalam  Isroi et al., 2008). Tahun 2010 produksi CPO diperkirakan akan meningkat antara 5% – 6%, sedangkan untuk periode 2010    2020, pertumbuhan produksi diperkirakan berkisar antara 2% – 4% (Susila, 2004 dalam Isroi et al., 2008).
Peningkatan produksi pabrik kelapa sawit memiliki konsekuensi berupa peningkatan limbah kelapa sawit yang dihasilkan. Limbah pabrik kelapa sawit dapat digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Salah satu jenis limbah padat yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit adalah janjang kosong kelapa sawit (JKKS) yaitu sekitar 22 – 23% dari total janjang buah segar (TBS) yang diolah (Fauzi et al., 2002). Total jumlah limbah janjang kosong kelapa sawit seluruh Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,2 juta ton.
Keunggulan kompos janjang kosong kelapa sawit meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. Selain itu kompos  janjang kosong kelapa sawit  memiliki  beberapa  sifat  yang  menguntungkan  antara  lain: (1) memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan; (2) membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman; (3) bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman; (4) merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah dan (5) dapat diaplikasikan pada sembarang musim (Darnoko dan Ady, 2006).
Kandungan nutrisi yang terkandung didalam kompos janjang kosong kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Kandungan nutrisi yang terkandung di dalam kompos janjang kosong kelapa sawit.
Parameter
Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit (%)
Air
45-50
Abu
12,60
N
2-3
C
35,10
P
0,2-0,4
K
4-6
Ca
1-2
Mg
0,8-1,0
C/N
15,03
(Erningpraja dan Darnoko, 2005).
III.            METODE PENELITIAN
3.1.   Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Jalan Jambi Simpang III Sipin dengan ketinggian tempat ± 30 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini akan dilaksanakan selama empat bulan pada bulan Januari sampai bulan April 2013.
3.2.   Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecambah kelapa sawit varietas Dura x Psifera (Bahjambi) yang berasal dari PPKS Medan, tanah bekas tambang batubara sebagai media tanam yang diperoleh dari CV. Crista Jaya Perkasa di Sungai Gelam, tanah lapisan atas (top soil), Pupuk NPKMg (15:15:6:4) polybag ukuran 22 cm x 14 cm, dan kompos janjang kosong kelapa sawit yang diperoleh dari PT. Brahma Bina Bhakti di Bukit Baling.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, meteran, jangka sorong, label, timbangan analitik, ayakan, parang, gunting, sekop tanaman, paranet, kayu, alat tulis, dan oven.
3.3.   Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan komposisi media tanam (k) dengan 4 taraf yaitu :
k0      :      Tanah Top Soil sebagai kontrol (tanpa kompos janjang kosong kelapa sawit).
k1      :      Tanah Bekas Tambang Batubara + Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit (75% : 25%).
k2      :      Tanah Bekas Tambang Batubara + Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit (50% : 50%).
k3      :      Tanah Bekas Tambang Batubara + Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit (25% : 75%).
Setiap perlakuan diulang 6 kali, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 4 tanaman, dengan demikian jumlah seluruh tanaman adalah 96 tanaman. Tata letak percobaan disajikan pada lampiran 2. Sebagai sampel dalam satuan percobaan diambil 2 tanaman. Denah pengambilan sampel disajikan pada lampiran 3.
3.4.   Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.      Persiapan areal penelitian
Areal penelitian dibersihkan dari gulma, diratakan permukaannya dan berdekatan dengan sumber air. Untuk melindungi bibit dari sinar matahari secara langsung maka dibuat naungan dengan ukuran 6 m x 3 m. Tinggi naungan pada sebelah timur dan barat adalah ± 175 cm. Atap naungan yang digunakan adalah paranet dengan intensitas cahaya 75%. Sedangkan untuk melindungi bibit dari gangguan lingkungan sekitar maka disekeliling naungan dipasang jaring dengan tinggi 1 m.
3.4.2.      Persiapan media tanam
Tanah bekas tambang batubara yang diperoleh dari CV. Crista Jaya Perkasa, tanah yang diambil merupakan tanah dari sisa penambangan yang sudah tercampur dengan batubara. Kompos janjang kosong kelapa sawit yang diperoleh dari PT. Brahma Bina Bhakti. Selanjutnya tanah bekas tambang batubara terlebih dahulu dihancurkan dan diayak dengan menggunakan ayakan, kemudian dicampur dengan kompos janjang kosong kelapa sawit secara merata sesuai dengan perlakuan dan dimasukkan kedalam polybag yang telah disediakan. Kemudian diameliorasi selama ± 2 minggu.
3.4.3.      Penanaman benih
Kecambah kelapa sawit diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Bahan tanam yang digunakan adalah kecambahan kelapa sawit kultivar Bahjambi yang merupakan kultivar unggul. Kecambah langsung ditanam di media tanam yang sudah disediakan sebelumnya. Kecambah ditanam dalam polybag dengan radikula menghadap ke bawah dan plumula menghadap ke atas pada kedalaman sekitar 2 cm dari permukaan tanah. Dengan ciri-ciri warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan warna plumulanya keputih-putihan, Ukuran radikula lebih panjang daripada plumula, dan pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah. Kecambah kemudian ditutup dengan tanah dan ditekan dengan tangan kemudian permukaan tanah diratakan. Kecambah ada di bawah permukaan tanah 1 cm, kecambah yang telah ditanam dalam polybag diberi label sesuai dengan perlakuan.
3.4.4.      Pemeliharaan
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan dan pemberian pupuk NPKMg. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari setiap pagi dan sore hari sampai tanah dalam kondisi lembab, selanjutnya penyiraman dilakukan bila dianggap perlu untuk menambah ketersediaan air dalam tanah. Penyiangan dilakukan pada areal pembibitaan dan pada polybag. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan, dilakukan  seminggu sekali atau bergantung pertumbuhan gulma. Pemberian pupuk NPKMg dengan cara tugal dengan dosis 2,5 gr per tanaman kemudian dilakukan penyiraman. Pemberian pupuk pada saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam selama masa pre nursery dengan interval dua minggu.
3.5 . Variabel Pengamatan
3.5.1.  Tinggi bibit (cm)
Tinggi bibit diukur mulai leher akar sampai ujung tanaman dengan menggunakan mistar dengan satuannya cm. Pengukuran tinggi dibantu menggunakan ajir 3 cm diatas permukaan tanah. Pengamatan tinggi bibit dilakukan pada saat tanaman berumur empat minggu setelah tanam kemudian diulang dengan interval dua minggu sampai akhir penelitian atau empat bulan setelah tanam.
3.5.2.   Jumlah daun (helai)
Perhitungan jumlah daun dilakukan setelah tanaman berumur empat minggu setelah tanam, kemudian diulang dengan interval dua minggu sampai akhir penelitian atau empat bulan setelah tanam. Pengukuran jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung daun yang telah membuka sempurna.
3.5.3.  Diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong dan dilakukan 5 cm diatas permukaan tanah sebanyak 2 kali dan di rata-ratakan. Kemudian pada minggu selanjutnya yang dihitung adalah pertambahan diameter batang dengan mengurangkan diameter batang yang diukur pada saat pengamatan dengan data diameter batang pada data awal. Pengukuran variabel pertambahan diameter batang dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu setelah tanam, kemudian diulang dengan interval dua minggu sampai akhir penelitian atau empat bulan setelah tanam.
3.5.4. Total luas daun (cm2)
Pengukuran luas total daun dilakukan pada akhir penelitian atau empat bulan setelah tanam. Pengukuran dilakukan cara manual dengan menggunakan rumus daun L x W x k, dimana W = lebar daun, L = Panjang Daun, k = konstanta. 0,57 = konstanta daun yang belum membelah atau lanset dan 0,5 = nilai konstanta daun yang telah membelah atau bifourcate. Dartius (1995) dalam Panjaitan (2010).
1.5.5.   Bobot kering pupus (g)
Penimbangan bobot kering tanaman dilakukan pada akhir penelitian atau empat bulan setelah tanam, dengan cara tanaman sampel di bongkar dan dibersihkan dengan air kemudian dipisahkan antara akar dengan atas tanaman. Bagian atas tanaman dikeringkan dengan oven pada suhu 80OC selama 2 x 24 jam kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang.
1.5.6.      Bobot kering akar (g)
            Penimbangan bobot kering akar dilakukan pada akhir penelitian atau empat bulan setelah tanam. Akar tanaman sampel dibongkar kemudian dibersihkan dari tanah dan kotoran dengan menggunakan air. Lalu akar dipotong  dari leher akar dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 800C selama 2 x 24 jam, setelah itu tanaman dikeluarkan dan dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang.
1.6.         Data Penunjang
            Selain data yang dianalisis secaran statistik diamati juga data penunjang sebagai berikut :
a.       Analisis kompos janjang kosong kelapa sawit pada awal penelitian yang meliputi pH dan kandungan N, P, K.
b.      Analisis tanah bekas tambang batubara dan analisis komposisi perlakuan media tanam tanah bekas tambang batubara dan kompos janjang kosong kelapa sawit yang sudah di ameliorasi meliputi pH dan kandungan N, P, K.
1.7.   Analisis Data
            Untuk melihat pengaruh perlakuan yang diamati, data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan sidik ragam yang kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%.
 
Sumber : Prosiding Fakultas Pertanian UNJA

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Masukkan Komentar di bawah