MAKALAH
PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN
Konsep Pertanian Berkelanjutan, Pertanian Global dan Kecenderungan dalam
Pertanian di Daerah Tropis
OLEH:
KELOMPOK 1
ANGGOTA :
RAYMON DAMSON SIHOMBING
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep pertanian berkelanjutan
dikenalkan dan dibandingkan dengan catatan pengembangan pertanian masa lalu.
Kecendrungan kearah dua pandangan ekstrem pada pertanian daerah tropis
dibedakan sebagai berikut:
·
Pemanfaatan input luar
secara besar-besaran, mengakibatkan degradasi lingkungan dan kerusakan sumber
daya yang tak bisa diperbarui.
·
Bentuk-bentuk pertanian
dengan input luar rendah yang bersifat erosif, berakibat bahwa sumber daya
alami tidak lagi dapat mendukung masyarakat lokal.
Pembatasan pemanfaatan input luar buatan dan meneruskan suatu pendekatan
alih teknologi (TOT – Transfer of Knowledge) pada petani kecil tadah hujan
dijelaskan secara ringkas, untuk menunjukkan bahwa jenis teknologi dan
pendekatan lain pengembangan teknologi itu penting. Suatu alternatif potensial
pada Pertanian dengan Input Luar Tinggi (HEIA) dan alih teknologi diajukan
untuk mengkombinasikan wawasan ilmu pengetahuan agroekologi dengan pengetahuan
dan praktek-praktek petani lokal.
Konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan
kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).
Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang
dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan aset produktif yang menjadi
basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indicator utama dimensi ekonomi ini
ialah tingat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan
stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan kebutuhan
ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang.
Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan
akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
(termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal
sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu,
pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan,
partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan
indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pembangunan.
Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem
alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam
hal ini ialah pterpeliharanya keragaman hayati dan daya lertur bilogis, sumber
daya tanah, air dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Penekanan dilakukan pada preservasi daya lentur dan dinamika ekosistem untuk
beradaptasi terhadap perubahan bukan pada konservasi sustu kondisi ideal statis
yang mustahil dapat diwujudkan. Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi
sehinnga ketiganya harus dipertimbangkan secara berimbang. Sistem sosial yang
stabil dan sehat serta sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk
kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk
terpeliharanya stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hisup. Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung
menimbulkan tindakan yang merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak
kesehatan lingkungan, sementara ancaman kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan dapat mendorong terjadinya kekacauan dan penyakit sosial.
Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal
skenario kondisi zaman keemasan, yang dalam bahasa konstitusi Indonesia disebut
adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka kemelaratan. Visi
ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian secara
global termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan sistim pertanian
menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah satu misi utama pembangunan
pertanian di Indonesia.
Perspektif pertanian berkelanjutan telah tersosialisasi secara global
sebagai arah ideal pembangunan pertanian. Pertanian berkelanjutan bahkan kini
tidak lagi sekedar wacana melainkan sudah menjadi gerakan global. Pertanian
berkelanjutan telah menjadi dasar penyusunan protocol aturan pelaksanaan (rules
of conduct) atau standar prosedur operasi “Praktek Pertanian yang Baik” (Good
Agricultur Practices = GAP) sebagai sebuah gerakan global maka praktek
pertanian berkelanjutan menjadi misi bersama komunitas internasional, negara,
lembaga pembangunan, organisasi swadaya masyarakat dan lembaga konsumen
internasional turut mendorong dan mengawasi pelaksanaan prinsip pertanian
berkelanjutan tersebut. Kepatuhan produsen terhadap standar praktek pertanian
berkelanjutan menjadi salah satu atribut preferensi konsumen atas produk
pertanian. Karena itu, setiap perusahaan agribisnis haruslah senantiasa
mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik (PPB) agar dapat memperoleh akses
pasar, khususnya di pasar internasional Masalah dan tantangan yang dihadapi
dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:
1.
Membangun pemerintah yang baik dan
memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional.
2.
Mewujudkan kemandirian pangan dalam
tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil.
3.
Mengurangi jumlah petani miskin,
membangun basis bagi partisipasi petani dan pemerataan hasil pembangunan
4.
Meningkatkan pertumbuhan sektor
pertanian
5.
Membangun system agribisnis
terkoordinatif
6.
Melestarikan sumber daya alam dan
fungsi lingkungan hidup
7.
Membangun sistem iptek yang efisien
BAB II
ISI
1.
Konsep pertanian berkelanjutan
Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya
berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis
sumberdaya. Technical Advisory Committee of the CGIAR (1988) menyatakan,
“Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk
usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber
daya alam.”
Namun demikian, banyak
orang yang menggunakan defenisi yang lebih luas dan menilai pertanian bisa
dikatakan pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal berikut ini, yaitu:
·
Mantap secara ekologis
Hal ini berarti bahwa
kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara
keseluruhan dari manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah
ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan
tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis. Sumber
daya local dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsure hara,
biomassa, dan energy bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah
pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbarui.
·
Bisa berlanjut secara ekonomis
Hal ini berarti bhawa
petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/ atau pendapatan
sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembaliakn
tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan
hanya dalam hal produk usaha tani yang langsung namun juga dalm hal fungsi
seperti melestarikan sumber daya alam dan meminimalkan resiko.
·
Adil
Hal ini berarti bahwa
sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan
dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan
lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin.
Semua orang memiliki kesempatan untuk berperanserta dalm pengambilan keputusan,
baik di lapangan maupun dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam
sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya.
·
Manusiawi
Dalam hal ini berarti
bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan, dan manusia) dihargai. Martabat
dasar semua makhluk hidup dihormati, dan hubungan serta institusi menggabungkan
nilai kemanusiaan yang mendasar, se[erti kepercayaan, kejujuran, harga diri,
kerja sama, dan rasa sayang. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat
dijaga dan dipelihara.
·
Luwes
Hal ini berarti bahwa
masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani
yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan,
permintaan pasar, dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan
teknologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan
budaya.
Berbagai macam kriteria
dari pertanian berkelanjutan ini dapat menimbulkan konflik dalam kehidupan
sehari-hari. Konflik yang ditimbulkan tersebut dapat dilihat dari berbagai
macam sudut pandang, mulai dari petani, masyarakat, negara, bahkan dunia.
Konflik yang mungkin terjadi antara lain adalah konflik antara kebutuhan masa
kini dan masa mendatang, antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak dengan
pelestarian basis sumber daya.
Dalam pembangunana di
bidang pertanian, peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama.
Namun, ada batas maksimalprosuktivitas ekosistem. Jika batas ini dilampaui,
ekosistem akan mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuh seketika hanya
sedikit orang yang bisa bertahan hidup dengan sumber daya yang tersisa.
Konsekuensinya, bahwa bila batas pada sisi suplai itu tercapai, maka harus
segera dilakukan sesuatu pada sisi permintaan, misalkan penggantian
sumber-sumber pendapatan, emigrasi, pengurangan tungkat konsumsi, pengendalian
jumlah penduduk. Produksi dan konsumsi harus eimbnag pada suatu tingkat yang
berkelanjutan dilihat dari segi ekologi. Meskipun berkelnajutan harus dipandang
sebagai suatu konsep dinamais yang memungkinkan perubahan kebutuhan populasi
global yang terus meningkat, prinsip ekologi dasar mewajibkan kita untuk
menyadari, bahwa produktivitas pertanian memiliki kemampuan terbatas.
2.
Pertanian global
Beberapa angka FAO yang dihimpun oleh Alexandratos (1988)
tentang pencapaian dan masalah pertanian global maupun nasional, mungkin
tidak teliti sampai mendetail, namun sudah cukup untuk menunjukkan beberapa
kecenderungan mendasar. Angka-angka tersebut terutama berhubungan dengan aspek
ekonomi dan ekologi.
·
Aspek ekonomi
Kinerja pertanian bisa
dinilai secara parsial dengan membandingkan produksi pangan, bahan serabut, dan
bahan bakar kayu dengan kebutuhan untuk produk-produk ini dalam suatu daerah
atau negara dan membandingkan tingkat pertumbuhan produksi pertanian dengan
tingkat pertumbuhan penduduk.
·
Aspek ekologi
Menurut FAO, masalah
lingkungan di negara-negara berkembang sebagian besar disebabkan karena
eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan penanaman dan penggundulan hutan.
Beberapa daerah irigasi yang luas telah dirusak oleh Salinas. Penggunaan
pestisida dan pupuk buatan yang semakin meningkat juga memnajdi penyebab
munculnya masalah-masalah lingkungan. Khususnya degradasi kesuburan tanah dan
langkanya bahan bakar kayu menunjukkan gawatnya situasi ini. Empat puluh dua
negara berkembang kekurangan bahan bakar kayu di sebagian atau semua wilayahnya
dan hanya bisa memenuhi kebutuhan ini dengan cara menghabiskan sisa pohon yang
ada. 27 negara mengalami kelangkaan bahan
bakar kayu yang parah, bahkan dengan menebang sisa pohon yang ada pun
tak akan mencukupi kebutuhannya.
Pada tahun 1980, lebih
dari satu miliar orang mengalami kekurangan suplai bahan bakar kayu dan lebih
dari 110 juta orang mengalami kelangkaan suplai bahan bakar kayu yang
mengkhawatirkan. Terjadi tumpang tindih antara daerah-daerah terancam menjadi
padang pasir dengan yang mengalami kekurangan bahan bakar kayu. Sebagian besar
daerah ini berteatan dengan wilayah dan negara yang mempunyai kesulitan utama
memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.
3.
Kecenderungan dalam pertanian di
daerah tropis
Angka-angka produksi global dan nasional semacam itu
menyembunyikan perbedaan antar daerah dan antarjenis
sistem pertanian dalam suatu negara. Suatu tinjauan yang lebih teliti terhadap
situasi pertanian daerah tropis menunjukkan, bahwa perubahan terjadi dalam dua
jalur. Namun akan dimulai dengan titik asal pertanian tradisional.
Pada mulanya, pertanian
di daerah tropis bergantung pada sumber daya alam, pengetahuan, keterampilan,
dan isntitusi local. Sistem-sistem pertanian yang bermacam-macamdan khas
setempat telah berkembang melalui proses mencoba-coba yang panjang dimana
akhirnya ditemukan keseimbangan antara masyarakat dan basis sumber dayanya.
Biasanya, produksi ditujukan pada keluarga dan masyarakat subsisten.
Sistem pertanian tradisional terus dikembangkan dalam suatu
interaksi yang konstan dengan budaya dan ekologi lokal. Ketika kondisi untuk
bertani berubah, misalnya, karena pertumbuhan jumlah penduduk atau pengaruh
nilai-nilai asing, sistem pertanian juga mengalami perubahan. Dimana adaptasi
terhadap tekanan yang bau iuni tidak cukup cepat, basis sumber daya alam secara
perlahan menjadi rusak, seperti halnya bagi masyarakat yang bergantung pada
sumber daya tersebut. Banyak sekali masyarakat petani yang mengalami
disintegrasi karena kurangnya kemampuan local untuk mengendalikan perubahan itu
yang menyebabkan degradasi lingkungan yang semakin parah.
Sebagai respon terhadap pengaruh asing dan kebutuhan serta
aspirasi yang semakin besar dari penduduk jumlahnya semakin meniungkat, sistem
pertanian di daerah tropis cenderung berubah ke salah satu dari dua keadaan
ekstrem:
§ Penggunaan input luar
secara besar-besaran, selanjutnya akan disebut (HEIA)
§ Pemanfaatan sumber daya
lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali tak menggunakan
input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam, selanjutnya disebut
(LEIA)
Ø Penggunaan input luar
secara besar-besaran
HEIA ini sangat
tergantung pada input kimia buatan
(pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar
minyak dan juga irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber yang
tak dapat diperbarui, seperti minyak bumi dan fospat dalam tingkat yang
membahayakan. Sistem pertanian seperti ini berorientasi pasar dan membutuhkan
modal besar. Uang tunai yang diperlukan untuk membeli input buatan seringkali diperoleh dengan menjual produk pertanian.
HEIA hanya dimungkinkan di daerah dimana kondisi ekologinya relatif seragam dan
bisa dengan mudah dikendalikan (misalnya daerah irigasi) dan dimana pelayanan
penyaluran, penyuluhan, dan pemasaran serta transportasinya baik. Kebutuhan
produk pertanian yang semakin meningkat dan pengembangan varietas baru, seperti
jagung, padi, dan gandum serta tanaman komersial lainnya menyebabkan pengenalan
teknologi HEIA tampak menarik. HEIA bisa ditemukan pada daerah yang “kaya
sumber daya alam” dan “berpotensi besar” di negara-negara berkembang dan paling
tersebar di Asia.
Namun demikian,
pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang dalam sistem HEIA
bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi, ekonomi, dan
sosiopolitik. Misalnya, masalah yang
sekarang ini dihadapi di salah satu daerah pertanian yanag dianggap paling
“berkembang” di India. Apa yang diperkenalkan oleh HEIA dengan bendera
“revolusi hijau”telah menyalurkan sumber daya investasi yang langka ke dalam
sistem pertanian dengan modal besar di beberapa daerah yang menyebabkan daerah
menjadi sangat bergantung pada impor peralatan, benih, serta input lainnya.
Bias yang menyertai ini menyebabkan ketidakmerataan antardaerah dan perorangan
dan telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas
oleh “revolusi hijau” (Sach 1987).
Menurut Sach (1987), ada
dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan “revolusi
hijau” sebagai berikut:
·
Tidak terduganya peningkatan harga
pupuk kimia dan bahan bakar minyak serta penurunan harga-harga di pasar dunia
internasional sebagai akibat produksi biji-bijian dunia yang berlebihan.
Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi di tingkat konsumen,
sedangkan yang tidak diperkirakan adalah harga yang lebih rendah di tingkat
produsen. Yang terutama diuntungkan adalah para suplier pupuk buatan dan bahan
bakar minyak.
·
Tidak terduganya ketergantungan yang
semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat
yang membahayakan manusia.
Ø Bentuk pertanian dengan
input luar rendah yang bererosi tinggi
LEIA dipraktekkan di daerah
yang disebut oleh Chambers bersifat kompleks, beragam, dan rentan risiko
(Chambers et al. 1989). Di sini,
sifat-sifat lingkungan fisik dan/atau infrastruktur komersial (transportasi
desa dan sistem distribusi input yang
kurang dikembangkan, institusi simpan pinjam yang kurang memadai) tidak
memungkinkan pemanfaatan input luar
secara luas. Seringkali digunakan pestisida dan pupuk buatan hanya dalam jumlah
yang rendah dan secara sporadis, jika digunakan hanya untuk beberapa jenis
tanaman dan hanya oleh segelintir kelompok petani elite.
Wolf (1986)
memperkirakan bahwa sekitar 1,4 miliar manusia, atau kurang lebih seperempat
penduduk dunia, hidupnya tergantung pada bentuk pertanian semacam ini: sekitar
satu miliar ada di Asia, 300 juta di daerah subsahara Afrika, dan 100 juta di
Amerika Latin. Bentuk pertanian ini didapati di daerah-daerah pedalaman yang
tadah hujan dan berlereng di negara berkembang, seperti lahan kering, lahan
dataran tinggi, dan lahan perhutanan dengan tanah yang rapuh dan bermasalah. Dipandang
dari segi luas, LEIA paling banyak dijumpai di wilayah subsahara Afrika. Areal
LEIA semakin meluas seiring dengan meningkatnya pemiskinan penduduk pedesaan di
banyak negara dengan input luar yang
semakin mahal dan dengan semakin tidak mampunya pemerintah negara-negara
berkembang, yang terjerat utang dan tidak mampunya pemerintah negara-negara
berkembang, yang terjerat utang dan tidak memproduksi input HEIA sendiri, mengimpor input
tersebut.
Di banyak daerah yang
menerapkan sistem LEIA, pertumbuhan produksinya tertinggal jauh dibanding
dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Jika teknologi baru untuk
mengintensifkan penggunaan lahan dalam suatu cara yang berkelanjutan tidak
dikembangkan atau tidak dikenal oleh petani, seringkali petani terpaksa mengeksploitasi
lahan mereka dengan melampaui kapasitas kemampuannya. Hal ini terutama terjadi
pada daerah dimana petani dikeluarkan atau tidak diperbolehkan mengelola lahan
yang bermutu baik yang ditujukan untuk pertanian atau peternakan “modern”.
Penggunaan LEIA secara berlebihan pada usaha tani dengan lahan sempit serta
perluasannya ke lahan pertanian baru yang seringkali marginal, mengakibatkan
penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap
serangan hama, penyakit, hujan amat deras dan kemarau berkepanjangan. Banyak
sistem pemanfaatan lahan tropis tengah berada pada keadaan menurunnya kandungan
unsure hara, hilangnya vegetasi pelindung, erosi tanah, dan disintegrasi
ekonomi, sosial, dan budaya.
BAB III
PENUTUP
Dalam konteks pertanian,
keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus
tetap mempertahankan basis sumberdaya. Beragam kriteria tentang konsep keberlanjutan
seperti mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil,
manusiawi, dan luwes mungkin bisa menimbulkan konflik dan dapat dilihat dari
berbagai macam sudut pandang : dari petani, masyarakat, Negara dan dunia.
Mungkin terjadi konflik antara kebutuhan untuk masa kini dan masa mendatang ;
antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan pelestarian basis sumber daya.
Menurut FAO, masalah pertanian
global maupun nasional berhubungan dari aspek ekonomi dan aspek ekologi. Bila
ditinjau dari aspek ekonomi, kinerja pertanian itu bisa dinilai secara parsial
dengan membandingkan produksi pangan, baha serabut dan bahan bakar kayu dengan
kebutuhan untuk produk-produk dalam suatu daerah atau negara dan membandingkan
tingkat pertumbuhan produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Sedangkan dari aspek ekologi, masalah lingkungan dinegara-ngera berkembang
sebagian besar disebabkan karena eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan
penanaman, dan penggundulan hutan. Aspek-aspek yang berhubungan dengan
pertanian global dan nasional semacam itu menyembunyikan perbedaan antar daerah
dan antar jenis sistem pertanian dalam suatu negara.
Masukkan Komentar di bawah