BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
A.
Sejarah Kultur Jaringan
Kultur jaringan bila
diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut gewebe kultur atau tissue culture
(Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan
atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril,
ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan
dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagianbagian tersebut dapat memperbayak
diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Keragaman genetik yang
tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas unggul baru.
Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan plasma nutfah
yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan persilangan.
Sifat-sifattertentu sering tidak ditemukan pada sumber gen yang ada sehingga
teknologi lainnya perlu diterapkan.Salah satunya adalah memperoleh variasi
somaklonal melalui teknik kultur jaringan. Bab ini akan membahas mengenai
mekanisme terjadinya variasi somaklonal melaluikultur jaringan.tanaman
(biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik.
Kadang-kadang latar
belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan histologi. Pelaksana
juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi
serta harus bekerja intensif. Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan
media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan,
aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang.
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan
pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri.
B.
Variasi Somaklonal
Variasi somaklonal pertama
kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981), yang didefinisikan sebagai
keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel
somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel gamet. Skirvin (1993) mendefinisikan
variasi somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui
kultur jaringan. Variasi tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan
yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Keragaman genetik
eksplan dapat terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan tingkat
konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan (sel,
protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam
kultur in vitro. Variasi somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan
merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi
pada kondisi in vitro. Variasi somaklonal merupakan perubahan genetik yang
bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa
terjadi akibat proses persilangan.
BAB II
LATAR BELAKANG
A. Pengertian
Keragaman
somaklonal adalah keragaman genetik yang dihasilkan melalui kultur jaringan.
Keragaman somaklonal berasal dari keragaman genetic eksplan dan keragaman
genetic yang terjadi dalam kultur jaringan, keragaman genetic pada eksplan
disebabkan adanya sel bermutasi, Keragaman genetic yang terjadi didalam kultur
jaringan disebabkan oleh penggandaan kromosom, perubahan struktur kromosom,
perubahan gen maupun perubahan sitoplasma.
Teknik Mendapatkan Somaklonal
Teknik Mendapatkan Somaklonal
Ada
tiga cara untuk mendapatkan tanaman somaklonal yaitu :
(1)
Regenerasi langsung,
(2)
Kultur sel tunggal,
(3)
Kultur protoplasma.
1.
Regenerasi langsung
Dengan
regenerasi langsung dimaksudkan bahwa dari eksplan langsung diregenerasi tunas
adventif dan embrio somatic tanpa melalui sel tunggal.
Cara
regenerasi langsung :
Eksplant
Tunas adventif Tanaman atau embrio
Eksplant
Kalus Tunas adventif Tanaman atau embrio
Pada cara ini pemilihan eksplan dan
media memegang peranan penting. Pemilihan eksplan untuk mendapat keragaman
genetic juga penting didalam proses morfogenesis, media terutama untuk
menghasilkan tunas atau embrio somatic. Pada tanaman kentang eksplan yang
berasal dari daun lebih banyak memberikan keragaman genetic dari bagian eksplan
lainnya. Keragaman somaklonal dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen pada
eksplan, baik secara fisik maupun secara kimia. Pemberian mutagen pada eksplan
akan menghasilkan mutan utuh ( solid mutan ) sedangkan pemberian mutagen pada
kalus akan menghasilkan mutan parsial ( chimeric mutan ), pemuliaan in vitro
dengan cara regenerasi langsung relative lebih mudah dibandingkan cara in vitro
lainnya. Cara ini dapat dilakukan pada berbagai jenis bunga seperti : mawar,
garbera, dianthus, anthurium, petunia, dll.
2.
Kultur sel tungal
Prosedur seleksi melalui kultur sel
dimulai dari penanaman dan pemilihan eksplan, induksi kalus, isolasi sel,
penebaran sel, induksi tunas adventif, dan pemindahan kelapangan, genotip dan
umur tanaman untuk dijadikan eksplan sangat menentukan proses selanjutnya (
pembentukan kalus dari regenerasi tunas ). Selain factor eksplan, factor media
sangat menentukan keberhasilan organogenesis. Mulai dari penanaman eksplan
sampai perakaran tunas terdapat enam macam media, yang terutama berbeda didalam
komposisi ZPT.
Organogenesis tidak selalu membentuk
tunas adventif atau embrio somatic, tetapi kadang-kadang juga akar, pada
umumnya jika terbentuk akar sukar untuk berorganogenesis menjadi tunas kembali.
Pada kultur sel tunggal, sel yang ditebar itu harus sel-sel yang mempunyai
viabilitas tinggi dan berkemampuan untuk membelah, karena itu sebelum sel
ditebar perlu diuji dengan viabilitas sel (pewarnaan dengan FDA), seleksi sel
dan perhitungan jumlah sel per ml, sel-sel itu bisa ditebar dengan kepadatan
4-6 x 100.000 sel/ml, menyaring sel adalah untuk memisahkan sel-sel yang besar
yang biasa mempunyai vakuola yang besar dan sitoplasma yang sedikit, sel yang
demikian tidak mampu untuk membelah membentuk agregat sel. Hanya sel-sel dengan
sitoplasma yang penuh (ukuran sedang) yang mampu membelah dan membentuk agregat
dan kalus dan selanjutnya membentuk tunas adventif. Tekanan seleksi sudah dapat
dilakukan mulai dari penebaran sel.
Tekanan seleksi pada tingkat sel ini
hanya berlaku pada sifat-sifat ketahanan terhadap penyakit, kadar garam yang
tinggi dan sifat0sifat lain yang sudah diekspresikan pada tingkat sel. Seleksi
ini sebaiknya dilakukan pada M4, karena kalus pada tingkat itu pada umumnnya
berasal dari satu sel, seleksi pada tingkat sel perlu diperlakukan lagi pada
waktu kalus itu telah menjadi tanaman untuk meyakinkan bahwa sifat yang
ditampilkan pada tingkat sel juga ditampilkan pada tingkat tanaman.
Seleksi dengan mempergunakan kultur
sel ini adalah cara yang diinginkan pada seleksi in vitro tanaman bunga. Kultur
sel mirip dengan kultur protoplasma tapi jauh lebih sederhana dari kultur
protoplasma.
3. Kultur protoplasma
Kultur protoplasma merupakan salah
satu cara untuk memperbaiki major gen atau poligen yang defektif pada kultivar
yang ada. Sifat-sifat dari major gen itu berupa ketahanan terhadap penyakit,
toleransi terhadap stress dan sifat-sifat morfologi tertentu.
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki
sifat beberapa jenis tanaman, terutama pada tanaman kentang, petunia, dan
tomat, Sifat-sifat yang diperbaiki pada tanaman kentang berupa ketahanan
terhadap penyakit, toleransi terhadap stress, bentuk dan warna kulit umbi serta
sifat morfologis lainnya. Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding
sel secara ensimatik atau sel telanjang.
Protoplas dipergunakan untuk
memperbaiki tanaman melalui kultur protoplas, fusi protoplas dan transformasi,
didalam kultur protoplas yang penting bahwa dapat diisolasi protoplas yang
utuh, protoplas tersebut harus dapat membentuk dinding sel, kemudian membelah
membentuk kalus dan meregenerasi tanaman.
Urutan
didalam kerja protoplas adalah :
1.
Penyiapan eksplan
2.
Isolasi dan purifikasi protoplas
3.
Penebaran protoplas
4.
Rebenerasi protoplas kalus
5.
Regenerasi planlet
Jenis eksplan yang dipergunakan
untuk isolasi protoplas dapat berasal dari kultur suspensi, mesofil daun,
kotiledon, hipokotil, tangkai daun, daun bunga, dan serbuk sari. Jenis eksplan
ini dapat berasal dari in vivo atau in vitro. Pada umumnya dipergunakan eksplan
in vitro dari kultur suspense dan kultur tunas.
Keuntungan
dari eksplan in vitro adalah :
1.Eksplan
tersebut steril.
2.Eksplan
in vitro dikulturkan dan diinkubasikan pada keadaan optimum untuk menghasilkan
protoplas serta proses organogenesis selanjutnya.
Isolasi protoplas dan purifikasi
terdiri dari pelarutan dinding sel secara ensimatik dan pemisahan kotoranlain
dari protoplasma dengan cara sentrifus. Sel tanaman terdiri dari selulose dan
pectin sehingga enzim yang dipakai untuk menghilangkan dinding sel adalah
selulose dan pektinase. Larutan yang dipergunakan untuk isolasi selain enzim,
juga terdapat unsure hara dan osmotikum. Unsur hara untuk mempertahankan
viabilitas protoplasma dan osmotikum untuk mencegah pecahnya protoplasma.
Osmotikum umumnya terdiri dari gula (sukrosa, glucose dan gula alcohol).
Sesudah isolasi protoplasma
dilakukan pengecekan viabilitas, perhitungan protoplasma dan pengenceran
protoplasma. Viabilitas dilakukan denan cara mewarnai protoplas dengan FDA dan
di teliti dibawah mikroskop. Perhitungan protoplas dilakukan dengan
mempergunakan haemocymeter, perlu dilakukan pengenceran sebab sesudah isolasi
itu kepadatan protoplas berkisar antara 100.000 dan 1000.000 protoplasma. Tiga
sampai tujuh hari dalam media tebar, protoplas telah membelah dan membentuk
agreat maka selanjutnya akan dipindah secara berurutan ke media p-kalus, media
regenerasi tunas.
Media dasar yang dipergunakan untuk
media kalus dan tunas adalah MS atau senyawa organik MS ditambah senyawa
organic dari Nitsch dan Nitsch. Kadar sucrose dan ZPT berupa factor penentu
didalam proses organogenesis. Kadar sucrose yang lebih tinggi dari 2%
kadang-kadang menghambat pertumbuhan p-kalus, regenerasi p-kalus menjadi tunas
sering membutuhkan sitokinin khusus seperti zeatin dan tidak dapat digantikan
oleh BAP atai kinetin.
Intensitas cahaya tinggi (lebih dari 4000 luks) dan suhu sekitar 24 derajat celcius merupakan lingkungan inkubasi yang optimum untuk regenerasi p-kalus menjadi tunas. Untuk regenerasi protoplasma menjadi tunas membutuhkan waktu 12-16 minggu tergantung dari jenis tanaman dan genitofnya.
Intensitas cahaya tinggi (lebih dari 4000 luks) dan suhu sekitar 24 derajat celcius merupakan lingkungan inkubasi yang optimum untuk regenerasi p-kalus menjadi tunas. Untuk regenerasi protoplasma menjadi tunas membutuhkan waktu 12-16 minggu tergantung dari jenis tanaman dan genitofnya.
Tanaman regenerasi dari protoplasma
menunjukkan keragaman genetic yang cukup tinggi. Umumnya keragaman ini
dikarenakan perubahan kromosom dan perubahan gen. Keragaman ini lebih tinggi
pada tanaman yang berasal dari protoplasma kultur suspense dari pada tanaman
yang berasal dari protoplasma mesofil daun. Protoplasma juga dapat dipergunakan
untuk memproduksi tanaman dengan ploidi yang lebih tinggi dari ploidi asal
protoplasma.
Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi somaklonal
melalui kultur jaringan antara lain:
1) Tipe kultur yang digunakan (sel, protoplasma,
kalus, jaringan),
2) Penggunaan zat pengatur tumbuh,
3) Lamanya fase pertumbuhan kalus, dan
4) Komposisi bahan kimia yang digunakan dalam media
tanam. Penelitian yang dilakukan oleh Orton (1982) pada tanaman seledri
menunjukkan bahwa 70% varietas seledri komersil yang diregenerasikan dari
kultur jaringan kemudian ditumbuhkan di lapangan menunjukkan penampilan yang
normal, sementara 30% lainnya menunjukkan laju pertumbuhan, bentuk dan warna
daun serta pembungaan yang berbeda. Namun tidak satupun dari karakter tersebut
dianggap lebih baik dari pada penampilan tanaman normal.
SEBERAPA
JAUH VARIASI SOMAKLONAL SEBAGAI ALAT (TEKNIK) DAPAT DIANDALKAN?
Pertanyaan
ini dapat dibagi menjadi tiga pertanyaan:
1)
apakah kultur in vitro selalu meningkatkan
variasi?,
2)
apakah variasi yang berguna selalu
berubah
(recovered)?, dan
3)
apakah variasi somaklonal dapat dimanfaatkan untuk semua spesies tanaman?
Apakah
kultur in vitro selalu meningkatkan variasi?
Tidak
selalu dapat dikatakan bahwa kultur invitro akan meningkatkan variasi.
Kanyataannya, sejumlah faktor dapat diidentifikasi apakah berpengaruh
atau tidak terhadap variasi yang dihasilkan dan seberapa banyak
variasi yang dihasilkan.
Faktor-
faktor tersebut adalah:
1)
tingkat pertumbuhan awal organ meristematik,
2)
konstitusi genetik materialawal,
3)
zat pengatur tumbuh di dalam mediumkultur, dan
4)
sumber jaringan atau eksplan (Karp, 1995).
Tingkat
pertumbuhan awal organ meristematik. Pertumbuhan di dalam
kultur dapat terjadi dari meristem yang sudah dibentuk atau dari bentuk yang
tidak teratur sebagai kalus yang dihasilkan, dari embriogenesis somatik atau
organogenesis. Tingkat pertumbuhan awal organ merupakan elemen kunci dalam
variasi somaklonal, diduga bahwa dalam pertumbuhan yang tidak teratur, terjadi
penahanan (pengurangan) pembatasan yang bertindak untuk mengeleminasi variasi
genetik dalam meristem normal atau karena adanya mekanisme induksi
ketidakstabilan genetik. Di pihak lain, semakin besar tingkat pertumbuhan organ
dan semakin lama waktu yang digunakan tumbuh di media, maka semakin besar
perubahan yang terjadi sebagai hasil variasi somaklonal.
Konstitusi
genetik material awal. Banyak bukti mengindikasikan bahwa
variasi somaklonal tergantung pada genotipe tanaman darimana eksplan berasal.
Pada tahun 1982, McCoy telah meneliti pengaruh faktor genetik eksplan pada dua
kultivar oat, dimana salah satu kultivar memberikan frekuensi keragaman jumlah
kromosom yang lebih tinggi dibanding dengan kultivar lainnya (Larkin, 1987).
Genotipe merupakan faktor penting di dalam menimbulkan variasi somaklonal,
karena genotipe dapat mempengaruhi frekuensi regenerasi dan frekuensi variasi
somaklonal yang terjadi (Karp, 1995).
Elemen
genotipik merupakan aspek penting untuk identifikasi, karena pemulia tanaman
yang menggunakan variasi somaklonal sebagai alat dalam galur atau kultivar
tertentu dan untuk mengetahui apakah genotipe sebagai penentu variabilitas.
Ploidi material awal merupakan salah satu faktor variasi somaklona1, Shepard et
al. Sebagaimana diacu oleh Sutjahjo (1994), mencatat terjadinya frekuensi
keragaman genotipe yang tinggi dari kultivar kentang Russet Burbank. Diperoleh
ketidakstabilan kromosom pada regeneran yang poliploid dibandingkan dengan
diploid atau haploid. Sun et al. sebagaimana diacu oleh Sutjahjo
(1994), membandingkan besarnya frekuensi ploidi tanaman regenerasiin vitro dari
18 varietas padi. Ditemukanadanya multiploidi pada varietas indica sedangkan
pada varietas japonika tidak ditemukan. Menurut Karp (1995), Mutasi gen akan
mempunyai ekspresi yang lebih baik pada tanaman haploid dan diploid. Beberapa
genom dapat lebih tidak stabil dibanding tanaman yang lainnya. Perbandingan
suspensi sel diploid, tetraploid, hexaploid gandum memperlihatkan bahwa sel
yang diploid lebih stabil dan yang heksaploid paling rendah kestabilannya
(Winfield et al., 1993). Selanjutnya genom yang membawa elemen loncat (transposable
elements) diperkirakan lebih tidak stabil dalam kultur dibanding yang tidak
membawa elemen tersebut. Bukti tentang perubahan aktivitas transposon sebagai
hasil kultur jaringan telah dilaporkan oleh Peschke etal. (1991), tetapi
tidak semua perubahan yang terjadi pada kultur jaringan tanaman (yang mempunyai
transposon) dicirikan oleh perpindahan transposon (Williams et al.,
1991).
Lingkungan
kultur (zat pengatur tumbuh di medium kultur).
Menurut Karp (1995), banyak bukti menunjukkan bahwa variasi somaklonal dipengaruhi
oleh pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh di dalam media.
Kemungkinan zat pengatur tumbuh tersebut bertindak seperti mutagen. Konsentrasi
garam-garam nutrien yang tinggi seperti kalsium dan EDTA pada media kultur tampaknya
meningkatkan ketidaknormalan kromosom pada kultur sel. Selanjutnya, konsentrasi
sukrosa yang tinggi (10 atau 20 sampai 30 g L-1) dapat menginduksi
poliploidisasi sel kalus yang dihasilkan dari lini dihaploid dan tetraploid.
Auksin sintetik, 2,4-D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid) mampu meningkatkan
mutasi sistem stamen pada Tradescantia dan erat kaitannya dengan
keragaman tanaman regenerasi pada Hordeum (Dolezel and
Apakah
variasi yang berguna selalu berubah (recovered)?
Dari percobaan lapang ekstensif yang
dilakukan terhadap somaklon hasil regeneran dapat diketahui bahwa perubahan
sifat-sifat agronomi yang terjadi merupakan hasil dari kultur in vitro.
Namun tidak semua varian-varian yang dihasilkan diseleksi untuk tujuan
pemuliaan tanaman dengan salah satu atau kombinasi alasan-alasan berikut:
1)
variasi yang didapatkan ke arah yang salah (negatif) (Baillie et al.,
1992),
2)
perubahan positif yang terjadi tetapi diikuti sifat negatif (Qureshi et al.,
1992),
3)
tidak semua sifat yang didapatkan bersifat unik (noveltis) (Vuylsteke dan
Swennen, 1990), dan
4)
tidak semua perubahan genetik bersifat stabil atau perubahan genetik dan
fenotip yang unpredictable (Seman dan Lepoivre, 1990), perubahan yang
terjadi dapat bersifat non heritable atau epigenetic atau heritable
tetapi dapat berubah kembali ke sifat awal (reversible change)
(Karp, 1995).
Mutasi gen atau kromosom yang
terjadi karena, misalnya amplifikasi dan transposisi dapat bersifat tidak
stabil. Harus diakui hal ini menjadi "batu sandungan" dalam
penggunaan variasi somaklonal untuk perbaikan sifat tanaman. Untuk mengimbanginya
Karp (1989) sebagaimana diacu oleh Seman and Lepoivre (1990), menyarankan
dengan laju variabilitas yang sangat tinggi, pengembangan teknik kultur yang
sesuai, dan penggunaan metode seleksi yang sesuai untuk mengurangi material
yang tidak dikehendaki atau dengan penggunaan metode seleksi awal.
Apakah variasi somaklonal dapat
dimanfaatkan untuk semua spesies tanaman?
Dapat dikatakan bahwa variasi
somaklonal telah berhasil memperbaiki sifat produksi beberapa tanaman seperti
tomat, tebu, seledri, jagung, padi, dan sorgum Tetapi juga harus dikatakan
tentang ketidaksuksesan beberapa percobaan dengan pendekatan ini, misalnya pada
tanaman gandum, jagung, dan barley meskipun diusahakan dengan skala yang besar
dan ekstensif (Maralappanavar et al., 2000). Pada evaluasi dengan
menggunakan variasi somaklonal sebagai alat pemuliaan untuk memperbaiki kopi,
Sondahl and Bragin (1991), menyimpulkan bahwa variasi sornaklonal adalah metode
yang terbaik untuk memperpendek program pemuliaan kopi, sejak terbukti adanya
akses untuk mendapatkan mutan baru dengan genotipe hasil tinggi disertai umur
yang lebih genjah. Dari berbagai literatur yang ada, dapat disimpulkan variasi
somaklonal akan lebih berhasil jika dilakukan pada tanaman dengan sistem
genetik terbatas dan atau yang berdasarkan genetik dalam arti sempit.
Untuk tanaman hias, eksploitasi
variabilitas dengan menggunakan teknik in vitro sudah merupakan Pekerjaan
rutin program pemuliaan tanaman hias komersial. Hal ini bertolak belakang
dengan tanaman- tanaman serealia seperti barley dan jagung di mana pendekatan
variasi somaklonal belum berhasil dilakukan pada beberapa kasus (Baillie et al.,
1992). Maskipun hasil (regeneran) dari variasi somaklonal tidak dapat
diprediksi.
Beberapa
kelebihannya dibandingkan dengan alat (teknik) lainnya adalah:
1)
lebih murah dibandingkan dengan pendekatan bioteknologi dengan hibridisasi
somatik dan transformasi genetik,
2)
sistem kultur jaringan dapat menggunakan lebih banyak spesies tanaman Ahmad
Riduan: Variasi Somaklonal sebagai Salah Satu Sumber Keragaman Genetik. 111
daripada manipulasi dengan hibridisasi somati dan transformasi genetik,
3)
tidak perlu identifikasi sifat (trait) berdasarkan sifat genetik
dibanding dengan transformasi yang memerlukan identifikasi genetik untuk
isolasi dan kloning gen dimaksud, dan
4)
dilaporkan varian-varian noveltis telah banyak dihasilkan di antara somaklon
yang dihasilkan variasi somaklonal. Bukti genetik dan sitogenetik
mengindikasikan bahwa frekuensi dan distribusi terjadinya rekombinasi genetik
dapat diubah dengan jalan lintas melatui kultur jaringan.
KESIMPULAN
Variasi somaklonal dapat digunakan
oleh parapemulia tanaman dalam rangka perbaikan sifat tanaman. Alat (teknik)
ini bukan alat yang teliti tetapi dalam penggunaannya dilakukan dengan kontrol minimal.
Pendekatan ini menawarkan secara cepat dan lebih mudah diakses untuk
mendapatkan sumber keragaman genetik yang dapat digunakan pada program-program
pemuliaan tanaman. Variasi somaklonal merupakan pilihan yang sangat mungkin
untuk digunakan sebagai alat perbaikan tanaman dengan sistem genetik terbatas
dan atau berdasarkan sifat genetik sempit (narrow genetic bases).
Keragaman somaklonal adalah
keragaman genetik yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Keragaman somaklonal
berasal dari keragaman genetic eksplan dan keragaman genetic yang terjadi dalam
kultur jaringan, keragaman genetic pada eksplan disebabkan adanya sel
bermutasi, Keragaman genetic yang terjadi didalam kultur jaringan disebabkan
oleh penggandaan kromosom.
DAFTAR
PUSTAKA
Kadir, A.
2007. Induksi Variasi Somaklon melalui Iradiasi Sinar Gama dan Seleksi In Vitro
untuk Mendapatkan Tanaman Nilam Toleran terhadap Cekaman Kekeringan. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Keshavachandran, R dan Peter, KV. 2008.
Methods in Tissue Culture and Gene Transfer. India : Universities Press
Orton,
Thomas J., 1982. Somaclonal variation. California Agriculture, hal: 20-21.
Rasheed,
Sultana., Tahira Fatima, Tayyab Husnain, Khurram Bashir dan Shiekh
Riazuddin.2005. RAPD
Characterization
Of Somaclonal Variation In Indica Basmati Rice. Pak. J.Bot., 37(2): 249-262.
Sandra,
Edhi. 2010. Kultur Anter. http://eshaflora.blogspot.com/2010/03/kultur-anter.html, diakses pada tanggal 18 November
2011.
Suhardi, Sri
H, dkk, 2008. Pedoman Keselamtan Kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah
Sakit. Jakarta: PT Multazam Mitra Prima.
Watimena,
G.A, dkk. 2011. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor: IPB Press.
Wetter,
L.R., dan F. Constabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. Diterjemahkan
olehWidianto, Mathilda. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman, edisi kedua.
Bandung:Penerbit ITB.
Yuwono,
Tribowo. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Yunita,
Rossa. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal Dan Seleksi In Vitro Dalam
PerakitanTanaman Toleran Cekaman Abiotik. Bogor:Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Zulkarnain.
2009. Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Jakarta:
Bumi Aksara.
Masukkan Komentar di bawah