Artikel Ilmiah : Pengaruh Sludge PKS Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai

http://otelo-ftb.info/wp/wp-content/uploads/2015/07/

Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max (L) Merill) Dengan Pemberian Kompos Sludge Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

Tiara Octora1, Nyimas Myrna2 dan (Alm) Ali Muzar2

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil kedelai dengan pemberian kompos sludge. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancanganAcak Kelompok (RAK) satu faktorial. Hasil penelitian menunjukan pemberian kompos sludge dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Rata – rata pertumbuhan yang terbaik pada tinggi tanaman, bobot kering pupus tanaman, bobot kering akar, dan jumlah polong berisi terdapat pada pemberian dosis kompos sludge 20 ton ha-¹.

Kata kunci : Kompos Sludge

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan tanaman palawija penting setelah jagung dan ubi kayu. Sebagai bahan pangan kedelai mengandung karbohidrat dan serat kasar. Dalam 100 g kedelai mengandung zat gizi berupa 34,8 g protein, 18,1 g lemak, 48, 7 g karbohidrat, 227 mg kalsium, 585 mg fosfor, 8,0 mg zat besi, 110 S1 vitamin A, 107 ma vitamin B1, dan 7,5 air (Pitojo, 2003). Menurut Rukmana (1996), selain sebagai bahan makanan, kedelai dapat di gunakan sebagai pakan ternak, minyak nabati.
Produksi kedelai nasional pada 2009 yaitu 966.469 ton dengan luas panen 728.200 ha, berarti produktivitasnya 1,327 ton haˉ¹. Sedangkan produksi kedelai Provinsi Jambi pada tahun 2009 adalah 10.359 ton dengan luas panen 8147 ha dan produktivitasnya 1,272 ton haˉ¹ (Badan Pusat Statistik, 2009). Hal ini menunjukan bahwa produktivitas kedelai nasional dan provinsi Jambi masih sangat rendah bila dibandingkan dengan potensi produksi kedelai yang bisa mencapai 2,0 - 2,5 ton haˉ¹ apabila dipelihara secara intensif (Rukmana dan Yuniarsih, 2001).
Melihat masih rendahnya produktivitas kedelai nasional dan Jambi, maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai. Namun untuk meningkatkan produksi kedelai tersebut masih memiliki berbagai kendala, antara lain tidak menggunakan varietas unggul, pemupukan tidak sesuai dengan rekomendasi dan cara bercocok tanam masih bersifat tradisional. Selain itu juga dapat di akibatkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah. Dimana lahan usaha tani Jambi di dominasi oleh tanah Ultisol dengan luas 2.272.725 ha atau 42,56% dari luas provinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2007). Tanah Ultisol merupakan tanah yang bermasalah, karena reaksi tanah masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi serta ketersedian unsur hara yang rendah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Hardjowigeno,1995).
Tanah yang memiliki kandungan hara yang rendah menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah dan produktivitas tanah rendah. Untuk mempertahankan kesuburan tanah dan produktivitas tanah agar tetap tinggi maka diperlukan teknik pengolahan tanah yang tepat.
Salah satu teknik pengelolaan yang diharapkan adalah mampu meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanah yaitu dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Bahan organik mempunyai arti penting dalam memperbaiki sifat tanah dan menyediakan hara dalam jumlah berimbang dan terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dan produktivitas tanah. Makin tinggi kadar bahan organik maka makin tinggi produktivitas tanah (Karama, dkk, 1990). Hal ini sesuai dengan pendapat Suwardjo (1993) menyatakan bahwa bahan organik merupakan kunci keberhasilan dalam meningkatkan produksi tanaman. Menurut Sirappa (2000) bahan organik dapat berperan langsung sebagai sumber unsur hara tanaman setelah mineralisasi dan secara tidak langsung menciptakan suatu kondisi tanah yang baik sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah yang pada gilirannnya akan memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.
Selain limbah ternak (pupuk kandang), limbah pertanian (sisa tanaman), pupuk hijau dan bahan mulsa atau yang telah dikomposkan dalam jumlah cukup besar sulit untuk dipenuhi karena jumlah yang tersedia terbatas di bandingkan dengan kebutuhan. oleh sebab itu dicari sumber bahan organik alternatif, Salah satu sumber bahan organik alternatif yang dalam jumlah besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah sludge limbah pabrik kelapa sawit. Pabrik Pengelolaan Kelapa Sawit (PKS) jumlahnya semakin bertambah, termasuk Provinsi Jambi, sehingga akan menyebabkan bertambahnya limbah yang dihasilkan. Limbah yang dapat di hasilkan PKS per ton Tandan Buah Segar (TBS) yaitu janjang kosong (250 kg), serabut(30kg),  abu cangkang  (70 kg), Descantedsolid (40 kg), sludge dari limbah cair (30 kg), abu jenjang (5 kg) dan limbah cair 600 m³ ( Gumbira, 1996).
Limbah ini merupakan hasil pengolahan buah sawit yang terdiri dari 95% air, 0,5 - 1% kandungan minyak, 4 - 6,5% endapan lumpur yang disebut sludge. Sludge merupakan bagian limbah cair berasal dari proses klarifikasi pada station minyak dikutip, hasil minyak kutipan tersebut dialirkan ke proses, sedangkan sludge dan air di buang kekolam aeorobik. Keberadaan limbah ini jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, masalah penyediaan tempat pembuangan dan juga mengganggu ekosistem sekitarnya (Sai’d,1996). Untuk mengatasinya limbah pabrik kelapa sawit yang banyak mengandung unsur makro dan mikro ini harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik alternatif  karena banyak tersedia dalam jumlah besar dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta dapat memperbaiki struktur tanah.
Menurut Sai’d (1996), sludge merupakan bahan organik yang terdiri dari golongan polisakarida dari golongan lignosellulosa yaitu lignin selulosa dan hemisellulosa yang memiliki potensi sebagai pupuk organik alternatif. Sludge mengandung protein, serat kasar, berturut – turut sekitar 14,6%, 25,30%, dan 13,23% sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan.
Dari hasil komposisi unsur hara KOMPOS Sludge yang dilakukan di Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Medan 1992, sampel diambil dari hasil olahan sawit yang dikomposkan selama satu bulan ternyata bahan ini mengandung unsur hara yang  cukup baik, antara lain : Karbon (34,16%), Nitrogen (2,10%), C/N (16,30%), P2O5 total (0,44%), K2O (1,85%), MgO (0,64%). Hal ini menunjukan bahwa sludge kelapa sawit mengandung unsur makro dan unsur mikro, bila dimasukan dalam tanah dapat memperbaiki produktivitas tanah baik fisik, kimia, maupun biologi tanah. Sludge berpotensi sebagai penyanggah tanah yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah, seperti merangsang agrerasi tanah menjadi lebih baik, dan juga distribusi tanah akan lebih baik, sehingga akan meningkatkan aerasi dan kapasitas air serta permebilitas tanah (Steveson, 1994 dalam Siregar, 2004).
Hasil penelitian Dian (2006), menunjukan bahwa pemberian kompos sludge pengaruh nyata pada bobot pipilan kering jagung terbaik diperoleh pada pemberian kompos sludge 30 kg/petak yaitu sebesar 8,58 kg/petak , serta memperbaiki sifat fisika tanah khususnya pembentukan dan stabilitas agregat pada tanah ultisol. Percobaan Tarigan (1992), tentang pemanfaatan sludge pada tanaman kubis menunjukkan bahwa sludge dapat menggantikan pupuk kandang sapi sebagai sumber bahan organik. Pemberian kompos sludge sebanyak 15 ton haˉ¹ memberikan hasil bobot bersih crop kubis per tanaman 1,46 kg dan pemberian pupuk kandang 30 ton haˉ¹ memberikan hasil yang hampir sama yaitu 1,52 kg crop per tanaman.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini di laksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi kampus Mendalo Darat, dengan lokasi penelitian berada pada ketinggian 35 meter diatas permukaan laut dan jenis tanah Ultisol. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang di mulai dari bulan September sampai dengan bulan Desember 2010.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah : Benih kedelai varietas Anjasmoro  Larutan EM-4, Kompos sludge limbah (PKS), Pupuk Urea, SP-36, KCl, Dithane M-45, Decis 2,5 EC.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, meteran, tali,  tugal, ajir, oven, timbangan analitik, hand spayer, kertas label, dan alat tulis.

Rancangan Percobaan
Percobaan ini akan dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), satu faktor yaitu dengan perlakuan Kompos Sludge dengan lima taraf perlakuan dan lima ulangan. Adapun perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
S0 : Tanpa Pemberian Kompos Sludge (di berikan pupuk Urea, SP-36, KCl),S1 : Dosis Kompos Sludge 5 ton ha-¹   (1,6 kg/petak),S2 : Dosis Kompos Sludge 10 ton ha-¹ (3,2 kg/petak),S3 : Dosis Kompos Sludge 15 ton ha-¹ (4,8 kg/petak),S4 : Dosis Kompos Sludge 20 ton ha-¹ (6,4 kg/petak). Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, dengan demikian terdapat 25 petak percobaan, ukuran petak percobaan 2 m x 1,6 m, jarak antar petakan dalam kelompok 50 cm dan jarak antar ulangan 75 cm, jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 20 cm, sehingga jumlah tanaman dalam tiap petak percobaan adalah 40 tanaman. Banyaknya tanaman sampel yang diamati tiap petak percobaan adalah 4 tanaman sampel dan 2 sampel tanaman destruktif yang diambil secara acak.

Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan areal penelitian : Areal penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma
    dan kotoran lainnya, kemudian tanah dicangkul sedalam ± 20 – 25 cm sampai gem
    bur Kemudian dibuat petak percobaan sebanyak 25 petakan dengan ukuran 2x1.6m
2. Pemberian kompos sludge : kompos sludge diberikan pada setiap petak percobaan
 sesuai dengan perlakuan masing - masing. Kompos sludge disebar secara merata di
 atas permukaan tanah pada masing – masing petak percobaan setelah dilakukan pe
 ngolahan tanah, kemudian diaduk dan diinkubasi selama ± 1 minggu. Pada perlaku
 an tanpa kompos sludge diberikan pupuk Urea 50 kg ha-¹ (N : 46%) , SP-36 100 kg
 ha-¹ (P : 36%) , dan KCl 50 kg ha-¹ (K : 54%)
3. Penanaman Penanaman benih dilakukan dengan cara menugal tanah dengan tugal
    sedalam2-3 cm, setelah itu benih  kedelai dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm dima
    sukan kedalam lubang tanam sebanyak 2 butir untuk tiap lubangnya. Sesudah itu lu
    bang kembali di tutup dengan tanah.
4. Pemeliharaan tanaman: Penyiraman, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit.
5. Panen: Kriteria panen tanaman kedelai adalah batang sudah mulai mengering berw
    arna cokelat tua, jumlah daun yang tersisa pada tanaman hanya sekitar 5-10%, kulit
    polong telah mengering dengan warna kulit berubah menjadi cokelat kekuningan.
   
Variabel Yang Diamati
1. Tinggi Tanaman pengukuran tinggi tanaman mulai di amati pada minggu kedua se
 telah tanam dengan interval waktu satu minggu sekali, sampai akhir masa pertumb
 uhan vegetatif atau tanaman mulai berbunga. Dekat pangkal batang diberi ajir 10
 cm dari permukaan tanah, untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran. Satuan
 pengukuran yang digunakan adalah cm.
2. Bobot Kering Pupus Tanaman,Penimbangan bobot kering pupus tanaman dilakuka
    n pada akhir fase pertumbuhan vegetatif dengan cara memotong bagian pangkal bat
    ang tanaman sampel destruktif.kemudian tanaman dikeringkan dalam oven dengan
    suhu 60º C selama 2 x 24 jam. Pengovenan dan penimbangan dilanjutkan kembali
    hingga mencapai berat konstan. Satuan yang digunakan adalah gram.
3. Bobot Kering Akar, Penimbangan bobot kering akar dilakukan pada akhir fase per
    tumbuhan vegetatif dengan cara membongkar tanaman destuktif. Selanjutnya akar
    dibersihkan dari kotoran yang melekat dan dimasukan kedalam amplop. Kemudian
    diovenkan pada suhu 60º C selama 24 jam. Setelah diovenkan dimasukan kedalam
    desikator kemudian ditimbang hingga mencapai berat konstan gram.
4. Jumlah Polong Pertanaman,Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah
    seluruh polong yang ada pada setiap tanaman. Penghitungan ini dilakukan setelah
    panen.
5. Jumlah Polong Berisi, Jumlah polong dihitung pada saat panen berdasarkan banyak
    nya polong yang berisi pada tanaman tiap petak percobaan. Polong dikatakan berisi
    jika dalam satu polong sekurang – kurangnya terdapat satu biji dan jika dipencet te     
    rasa keras. Hasil perhitungan setiap tanaman dijumlahkan kemudian dirata-ratakan.
6. Bobot 100 Biji, Bobot 100 biji dihitung dengan cara menimbang 100 biji kedelai
    dari setiap tanaman petak hasil percobaan, setelah biji dikering anginkan dengan te
     rik sinar matahari selama 10 hari hingga kadar air mencapai 14%.
7. Hasil, Hasil tanaman pada akhir penelitian yang diperoleh dengan cara menimbang
    hasil tanaman pada petak ubinan. Hasil dikonversikan kedalam ton/ha. Dengan rum
    us : Hasil ton/ha :  Luas 1 ha (m² ) X Hasil setiap petak hasil (g). 10-6
                       Luas petak hasil (m²)

Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut BNT pada taraf α = 5%.

Data Penunjang
Data Penunjang untuk penelitian ini meliputi : analisis tanah awal dan analisis tanah akhir pH,N,P,K. analisis kandungan unsur kompos sludge, suhu dan curah hujan selama percobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kedelai setelah 5 MST.
Tabel 1. Tinggi Tanaman Kedelai 5 MST Dengan Pemberian Kompos Sludge

Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Tinggi Tanaman (cm)
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
56.96 a
57.45  a
58.25 a
57.45 a
60.25 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 1 menunjukan bahwa pemberian kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kedelai. Untuk melihat grafik pertumbuhan tinggi tanaman kedelai dari 2 MST sampai 5 MST setelah tanam. 

2. Bobot Kering Pupus Tanaman
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap bobot kering pupus tanaman. Bobot kering pupus tanaman dengan pemberian kompos sludge disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Bobot Kering Pupus Tanaman Dengan Pemberian Kompos Sludge Pada  Umur 5 MST
Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Bobot Kering Pupus Tanaman (gr)
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
                                  25.70 b
33.68 ab
30.92  ab
35.69 ab
41.00 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada  taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot kering pupus tanaman dengan  pemberian kompos sludge. setelah dosis ditingkatkan menjadi 15 ton ha-¹ terjadi perbedaan terhadap bobot kering pupus tanaman dengan tanpa pemberian kompos sludge. bobot kering pupus tanaman tertinggi terdapat pada dosis kompos sludge  20 ton ha-¹.

3. Bobot Kering Akar
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap bobot kering akar tanaman kedelai. Bobot kering akar dengan pemberian kompos sludge disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Bobot Kering Akar Dengan Pemberian Kompos Sludge Pada Umur 5 MST

Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Bobot Kering Akar (gr)
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
3.28   b
3.34   b
3.71   b
4.72 a
5.28 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada    taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot kering akar dengan pemberian kompos sludge sampai dengan dosis 20 ton ha-¹ , bobot kering akar tertinggi terdapat pada pemberian kompos sludge 20 ton ha-¹.

4. Jumlah Polong Pertanaman
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap jumlah polong pertanaman. Jumlah polong pertanaman dengan pemberian kompos sludge disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Polong Pertanaman Dengan Pemberian Kompos Sludge Setelah Panen
Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Jumlah Polong  Pertanaman
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
65.45  b
72.25  b
70.80  b
87.30 a
85.70 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah polong pertanaman dengan pemberian kompos sludge sampai dengan 15 ton ha-¹ , tetapi ketika dosis ditingkatkan menjadi 20 ton ha-¹ mulai terjadi penurunan terhadap jumlah polong pertanaman. Jumlah polong pertanaman tertinggi terdapat pada dosis 15 ton ha-¹.

5. Jumlah Polong Berisi
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap jumlah polong berisi. Jumlah polong berisi dengan pemberian kompos sludge disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Polong Berisi Dengan Pemberian Kompos Sludge Setelah Panen
Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Jumlah Polong Berisi  (pertanaman)
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
50.85  d
60.15 c
66.40 bc
72.70 ab
76.25 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 5 menunjukkan dengan pemberian kompos sludge terjadi peningkatan jumlah polong berisi sampai dengan dosis 20 ton ha-¹. Jumlah polong berisi tertinggi terdapat pada dosis kompos sludge 20 ton ha-¹.

6 Bobot 100 Biji
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap bobot 100 biji. Bobot 100 biji dengan pemberian kompos sludge disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Bobot 100 Biji Dengan Pemberian Kompos Sludge
Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Bobot 100 Biji  (gr)
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
20.28 a
19.14 a
18.82 a
18.58 a
19.36 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian beberapa dosis kompos sludge dan tanpa kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap bobot 100 biji. Pada pemberian tanpa kompos sludge menunjukkan bobot 100 biji meningkat sebesar 20.28 gr.

7. Hasil
Hasil analisis ragam pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap hasil. Hasil analisis ragam dengan pemberian dosis kompos sludge disajikan pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil ton/ha Dengan Pemberian Kompos Sludge
Dosis Kompos Sludge (ton. ha-¹)
Hasil hasil ton/ha
Tanpa kompos sludge
5
10
15
20
1.07 c
1.25 c
1.46 bc
1.67 ab
1.91 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5 % Uji BNT
Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge meningkatkan hasil tanaman kedelai. Terjadi peningkatan hasil kedelai sampai dengan dosis 20 ton ha-¹.  hasil kedelai tertinggi terdapat pada dosis  20 ton ha-¹.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, dan bobot 100 biji, Sedangkan bobot kering pupus tanaman, bobot kering akar, jumlah polong pertanaman, jumlah polong berisi dan hasil berbeda nyata.
Hasil Pengamatan terhadap tinggi kedelai pada (Tabel 1) menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Pertumbuhan tinggi mempunyai pola yang sama pada setiap perlakuan. Hal ini disebabkan karena bahan organik dalam tanah lambat beraksi dibandingkan dengan pemberian pupuk buatan karena sebagian besar zat – zat makanan harus mengalami dekomposisi terlebih dahulu sebelum diserap oleh tanaman sehingga haranya berangsur – angsur tersedia bagi tanaman.
Pada analisis kompos sludge menunjukan pH sekitar 6.79. Hasil analisis pH tanah awal sebelum diberi perlakuan bahan organik sebesar 5,42, pH tersebut masih tergolong rendah dan belum sesuai untuk budidaya kedelai. Dimana pH yang sesuai untuk bertanam kedelai adalah sebesar 6 – 6,5.  Syarief (1989) menyatakan bahwa kondisi pH tanah merupakan faktor yang mempengaruhi daya larut dan mempengaruhi ketersediaan nutrisi tanaman. Ditambahkan oleh Gardner, Pwarce dan Mitchell (1991), pada reaksi tanah netral unsur hara berada dalam jumlah yang cukup, apabila rendah unsur hara yang dikandungnya juga ketersediaannya sedikit, sehingga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap bobot kering pupus tanaman. Hal ini dilihat dari deskripsi bahwa varietas Anjasmoro memiliki tinggi tanaman sekitar 64 – 68 cm, Percabangan 2,9 – 5,6 cabang, dan jumlah buku batang utama 12,9 – 14,8. pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dan perkembangan luas daun yang lebih baik akan menyebabkan bobot kering pupus tanaman lebih besar. Bobot kering pupus tanaman merupakan petunjuk untuk menentukan pertumbuhan tanaman, apabila pertumbuhannya baik maka berat keringnya akan meningkat. Menurut Hardjowigeno (1995) Mg berperan dalam pembentukan karbohidrat, minyak dan lemak. Selain itu unsur Mg merupakan bahan pembentuk klorofil (Kuswandi, 2002). Dengan meningkatnya jumlah klorofil dan jumlah daun yang terbentuk maka proses fotosintesis berjalan dengan baik dan fotosintat yang dihasilkan akan lebih tinggi maka pertumbuhan pun semakin baik. Dengan demikian peningkatan laju pertumbuhan tanaman akan cenderung menghasilkan bobot kering pupus tanaman yang lebih banyak. Selanjutnya Gardner, et al (1991) menyatakan bahwa untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman yang maksimal harus terdapat cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari jatuh keatas tajuk tanaman yang digunakan untuk proses fotosintesis.
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap bobot kering akar. Hal ini disebabkan dilihat dari hasil analisis kompos sludge unsur C 18,20%  yang cukup tersedia untuk pembentukan akar, apabila zat ini tidak ada maka pertumbuhan ujung dan bulu – bulu akar akan terhenti.  Menurut Sutedjo (1999) unsur Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial. Penyediaan unsur Ca akan membantu pembentukan akar. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa selain unsur Ca, akar juga menyerap unsur Mg yang merupakan unsur penting dalam proses fotosintesis.
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap jumlah polong pertanaman. Semakin banyak percabangan maka jumlah polong yang dihasilkan juga semakin banyak. Jumlah polong pertanaman yang terbentuk beragam. Jumlah polong pertanaman dikendalikan oleh faktor lingkungan, terutama fotoperiode dan temperatur, maupun oleh faktor genetik atau internal, terutama pengatur pertumbuhan, hasil fotosintesis, dan pasokan nutrisi dan mineral (misalnya, nitrogen).
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap jumlah polong berisi. Proses pembentukan jumlah polong berisi dikendalikan oleh faktor lingkungan, terutama fotoperiode dan temperatur, maupun oleh faktor genetik atau internal, terutama pengatur pertumbuhan, hasil fotosintesis, dan pasokan nutrisi dan mineral (misalnya, nitrogen).
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge tidak berbeda nyata terhadap bobot 100 biji. Hal ini disebabkan oleh faktor curah hujan yang terlalu tinggi dan bervariasi. Secara umum stadium pertumbuhan kedelai memerlukan ketersediaan air dalam kedaan kapasitas lapang, terutama pada saat perkecambahan (0-5 HST), stadium awal vegetatif (15-20 hari), masa pembungaan (umur 35-60 hari), dan masa pengisian biji (umur 55-65 hari). Pada awal penanaman curah hujan 239,3 .mm/bulan, memasuki stadium awal masa vegetatif dan masa pembungaan curah hujan yang turun sebesar 352,8 .mm/bulan selama 22 hari lebih tinggi bila dibandingkan dengan curah hujan optimum untuk budidaya kedelai. Curah hujan pada pengisian biji sebesar 275,8 .mm/bulan selama 21 hari masih tergolong tinggi dari curah hujan optimum.
Pada tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge berbeda nyata terhadap hasil. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan seperti bobot 100 biji, bobot kering pupus tanaman, jumla polong berisi, dan tinggi tanaman akan mempengaruhi peningkatan hasil kedelai. Dimana dengan meningkatnya variabel dengan baik maka hasil pun akan baik. Ini berarti bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan perkembangbiakan suatu tanaman. Menurut Hakim (1986), hasil tanaman yang baik dapat dicapai bila lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Bila satu faktor tersebut tidak seimbang dengan faktor yang lain, maka dapat menekan atau menghentikan pertumbuhan tanaman. Prinsip ini dapat disebut sebagai faktor pembatas, dimana tingkat hasil produksi tidak akan lebih tinggi dari apa yang dapat dicapai oleh tanaman yang tumbuh dalam keadaan dengan faktor – faktor yang paling minimum. Konsep ini sangat penting dan selalu harus diperhitungkan dan dipertimbangkan, dimana tidak hanya penyediaan unsur hara saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, lingkungan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang ” Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max (L) Merill) Dengan Pemberian Kompos Sludge Pabrik Kelapa Sawit”, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :Pemberian kompos sludge dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai.Rata-rata pertumbuhan yang terbaik pada tinggi tanaman, bobot kering pupus tanaman, bobot kering akar, dan jumlah polong berisi terdapat pada pemberian dosis kompos sludge 20 ton ha-¹.


DAFTAR PUSTAKA

Apnan. 1997.   Pedoman Penggunaan EM-4   Bagi     Negara – Negara Asia Pasifik Marture Agriculture Network. Seminar Nasional Pertanian Organik.

Badan Pusat Statistik Jambi. 2009. www. Data Tahunan Produksi Kedelai. BPS Jambi. go.id (Diakses 3 April 2010)

Balai Penelitian Tanaman Kacang – Kacangan dan Umbi – umbian. 2005. Agro
Inovasi

Darusman.       1999. Dampak Pemberian Sludge Pada Tanah san Evaluasi Sifat Disika      Tanah. Agrista

Dian.Angraini. 2006.  Pengaruh Kompos Sludge Trichoderma. SPP. Terhadap Pembentukan dan Stabilitas Agregat Ultisol Serta Hasil Jagung. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Tidak Dipublikasikan.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2007. Laporan Tahunan.  Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi.

Gardner, F.P, and Fisher N.M. 1991 Fisiologi Tanaman Budi Daya. Terjemahan Susilo, H. Universitas Indonesia. Jakarta.

Gumbira, E.S. 1992.   Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agri Wijaya. Unggaran.

Hakim, N.M.Y. Nyakpa, Lubis, A.M.,S.G. Nugroho, Saul, M.H., Diha, G.B. Hong dan Baely. 1986. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatamasarana Perkasa. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah Akademi Presindo. Jakarta.

Herwawan, 2001. Respon Tanaman Jagung Pada Tanah Ultisol yang Diberi Campuran Abu Janjang dan Limbah Lumpur Pabrik Kelapa Sawit. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Sumatra Selatan.

Idriani, 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Karama, A. S. A. Rasyid Marzuki dan Ibrahim Manwan. 1990. Penggunaan Pupuk Organik Tanaman Pangan. Hal : 395-425. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Cisarua 12-13 November 1990.

Kuswandi. 2002. Pengapuran Tanah Pertanian Konsius. Yogyakarta

Lamina. 1989. Kedelai dan Pengembangannya. Simplex. Jakarta.
Pijoto, S. 2003. Benih kedelai. Kanisius. Yogyakarta

PT. Perkebunan Nusantara III. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Medan

Rochdjatun, S I,Saubari,M.M, Bintoro M 2000. Pengaruh Sludge dan Inokulum Mikoriza Vaskuler Arbukular Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung. Universitas Brawijaya. Malang.

Rukmana, R dan Yuniarsih. Y. 2001. Kedelai dan Budidaya Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta

Sa’id, G. 1996, Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Majalah Trubus Agriwijaya. Bogor

Salisbury, F dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan, D.R. dan Sumaryono. ITB. Bandung

Sirappa, M. P. 2000. Kajian Pemanfaatan Belotong Sebagai Sumber Bahan Organik dan Hara Serta Pengaruhnya Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Lahan Kering. Jurnal Argoland 7 (3) : 209-220.

Siregar, H. 2004. Pengaruh Pemberian Kompos Sludge Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (coffea arabica) di Polybag. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Tidak Dipublikasikan

Suprapto. 1995. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta

Sutedjo, MM dan Kartasapoetra, A.G. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta

Suwardjo. 1993. Peranan Sisa Tanaman Dalam Konservasi Tanah dan Air  Pada Lahan Usaha Tani Tanaman Semusim. Skripsi Pasca Sarjana Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Syarief, E. S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung

Tarigan, 1992. Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit (Sludge) sebagai Pengganti Pupuk Kandang Sapi Pada Tanaman Kubis Bulat. Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Dep. Pertanian, Agung Jaya, Bogor. Volume XIV No 6:4-5












Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Masukkan Komentar di bawah